Heuristik sosial merupakan strategi pengambilan keputusan yang dapat digunakan individu ketika berhadapan dengan minimnya waktu, informasi, atau sumber daya kognitif.[1] Dalam kompleksitas dan ketidakpastian lingkungan sosial, individu dapat menyederhanakan proses pengambilan keputusan dengan heuristik. Dalam hal ini, heuristik bertindak mengabaikan informasi nonrelevan dan hanya memedulikan aturan praktis.[2]
Heuristik sosial mengulas fenomena yang berkaitan dengan psikologi sosial dan teori permainan. Pada persimpangan itu, heuristik sosial telah diaplikasikan dalam penelitian eksperimental guna menjelaskan kerja sama dalam permainan ekonomi. Para akademisi bidang ini berpendapat bahwa karakter kerja sama yang umumnya menguntungkan dalam kehidupan sehari-hari telah memicu orang untuk mengembangkan heuristik kerja sama (disebut: "hipotesis heuristik sosial").[3]
Gambaran
Rasionalitas terbatas
Dalam proses pengambilan keputusan, pengoptimalan hampir sulit dilakukan dalam implementasi apa pun, baik pada mesin maupun saraf.[4] Oleh sebab itu, dilakukan penetapan parameter atau batasan selama pengambilan keputusan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Metode ini disebut sebagai rasionalitas terbatas. Rasionalitas terbatas membantu individu dalam membuat pilihan kolektif dan rasional yang mempertimbangkan batas kemampuan manusia. Batasan ini termasuk kalkulasi tentang konsekuensi pilihan dan penilaiannya terhadap tujuan akhir.[5] Pada dasarnya, rasionalitas terbatas memadukan serangkaian kriteria, yang disebut sebagai alternatif pilihan. Pada awalnya, alternatif-alternatif ini seringkali tidak diberikan kepada pembuat keputusan, sehingga menyebabkan teori pencarian disertakan dalam proses ini.[5]
Heuristik
Heuristik ialah strategi pengambilan keputusan yang hanya memedulikan informasi kunci sehingga proses pengambilan keputusan dapat berlangsung cepat dengan sedikit upaya kognitif.[6]
Daniel Kahneman dan Shane Frederick menyatakan bahwa heuristik merupakan proses pengambilan keputusan yang melibatkan subtitusi atribut, di mana subtitusi atribut mengacu pada peralihan "atribut target" dari hal yang pembuat keputusan coba nilai menjadi "atribut heuristik" yang lebih mudah muncul dalam pikiran.[8][9] Shah dan Daniel M. Oppenheimer menggambarkan heuristik sebagai sebuah teknik yang hanya memperhatikan detail penting dan alternatif yang tersedia.[10] Gerd Gigerenzer dan koleganya mengkonseptualisasikan heuristik sebagai teknik yang "cepat dan sederhana". Mereka berpendapat bahwa heuristik dapat menyederhanakan kalkulasi kompleks dalam pengambilan keputusan dan bersifat adaptif terhadap penalaran maupun inferensi individu.[11] Dalam hal ini, heuristik dipandang bersifat ekologis rasional yang berarti bahwa keberhasilan heuristik tergantung pada kesesuaian praktik dan tuntutan lingkungan yang ada. Para peneliti berpendapat bahwa heuristik bisa jadi sama atau bahkan lebih akurat bila dibandingkan dengan strategi yang lebih kompleks, seperti regresi berganda.[11]
Heuristik sosial
Heuristik sosial meliputi heuristik yang mengeksploitasi informasi sosial, berlangsung dalam konteks sosial, atau keduanya.[12] Informasi sosial mengacu pada informasi tentang perilaku entitas sosial atau sifat sistem sosial. Sedangkan, informasi non sosial mengacu pada informasi tentang sesuatu yang bersifat fisik. Individu dapat menggunakan heuristik sosial dalam konteks "permainan melawan alam" dan "permainan sosial". Dalam permainan melawan alam, individu berupaya meramalkan kejadian alam (misal: cuaca) atau bersaing dengan kekuatan alam lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara itu, permainan sosial mengacu pada situasi di mana individu melibatkan makhluk sosial lainnya dalam pengambilan keputusan. Dalam permainan sosial, tindakan yang paling adaptif juga tergantung pada keputusan dan perilaku aktor lain. Misalnya, heuristik "follow-the-mayority " menggunakan informasi sosial sebagai input, tetapi tidak harus diterapkan dalam konteks sosial. Sedangkan, heuristik ekuitas menggunakan informasi nonsosial, tetapi dapat diterapkan dalam konteks sosial, seperti alokasi sumber daya orang tua kepada keturunannya.[12]
Dalam psikologi sosial, sejumlah peneliti menilai bahwa heuristik terkait erat dengan bias kognitif.[13] Sementara yang lainnya berpendapat bahwa bias ini tercipta karena pengaruh struktur lingkungan saat proses pengambilan keputusan berlangsung.[14] Para peneliti pendekatan terakhir mengemukakan bahwa penelitian heuristik berhubungan erat dengan rasionalitas sosial, yakni bidang penelitian yang mengaplikasikan ide rasionalitas terbatas dengan heuristik ke dalam lingkungan sosial. Atas gagasan ini, heuristik sosial bersifat rasional ekologis.[1] Dalam konteks evolusi, penelitian yang menggunakan model simulasi evolusioner telah menemukan kaitan antara evolusi heuristik sosial dan kerja sama ketika hasil interaksi sosialnya tidak menentu.[15][16]
Heuristik tiru mayoritas (Inggirs: imitate-the-majority), atau disebut juga "follow-the -majority heuristic". Dalam heuristik ini, seorang pembuat keputusan akan meniru perilaku mayoritas dalam kelompoknya.[17] Misalnya, dalam menentukan restoran mana yang akan dipilih, orang cenderung memilih restoran yang antriannya lebih panjang.[18]
Heuristik tiru yang berhasil (Inggris: imitate-the-successful heuristic), juga disebut heuristik tindak terbaik. Dalam heuristik ini, seorang pembuat keputusan akan meniru perilaku orang yang paling sukses dalam kelompoknya.[17]
Heuristik ekuitas, atau disebut juga heuristik 1/N. Dalam heuristik ini, seorang pembuat keputusan akan mendistribusikan sumber daya secara merata di antara opsi yang tersedia. Heuristik ini berhasil diterapkan di pasar saham dan dalam alokasi sumber daya (waktu dan usaha) orang tua kepada anak-anaknya.[19]
Heuristik lingkaran sosial. Heuristik ini digunakan untuk menentukan pilihan terbaik dari dua alternatif yang tersedia. Dalam heutristik ini, seorang pembuat keputusan akan mencari melalui lingkaran sosialnya menurut kedekatan personal (diri, keluarga, teman, dan kenalan), menghentikan pencarian setelah jumlah contoh dari satu alternatif dalam lingkaran melebihi dari lainnya, dan kemudian memilih alternatif berdasarkan nilai tertinggi.[14] Misalnya, seseorang menentukan popularitas olahraga satu terhadap yang lainnya, dengan cara menghitung berapa banyak anggota di setiap lingkaran yang memainkan tiap-tiap olahraga tersebut.[14]
Heuristik tit-for-tat. Dalam memutuskan apakah akan bekerja sama atau membelot, seorang pembuat keputusan akan bekerja sama di babak pertama dan di babak berikutnya, ia membalas tindakan rekannya sesuai dengan apa yang rekannya lakukan di babak sebelumnya.[20] Heuristik ini biasanya ditinjau menggunakan dilema tahanan dalam teori permainan, di mana ada bukti substansial bahwa orang menggunakan heuristik ini sebagai timbal balik intuitif.[21]
Heuristik penyesalan pencocokan (Inggris: regret matching heuristic). Dalam heuristik ini, seorang pembuat keputusan akan bertahan dengan serangkaian tindakan dalam permainan kooperatif selama ia tidak mengalami penyesalan.[22] Begitu ia mengalami penyesalan, heuristik ini memprediksi kemungkinan bahwa pembuat keputusan akan mengubah perilakunya yang sebanding dengan jumlah penyesalannya di masa lalu.[22]
Heuristik pengakuan kelompok(Inggris: group recognition heuristic). Heuristik ini menyoroti situasi pengambilan keputusan kelompok. Dalam pengambilan keputusan individu, heuristik pengakuan digunakan ketika individu bertanya tentang nilai yang lebih tinggi di antara dua opsi. Individu akan menilai bahwa opsi yang ia kenali memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan opsi yang tidak ia kenali.[23] Heuristik ini diaplikasikan ketika pengakuan beberapa anggota kelompok memengaruhi sebuah keputusan.[24]
Heuristik mayoritas (aturan). Heuristik ini diterapkan dalam pengambilan keputusan kelompok dengan mengacu pada suara terbanyak. Heuristik ini dilakukan oleh manusia maupun hewan.[12] Peneliti berpendapat bahwa heuristik ini menjunjung aturan mayoritas dan pluralitas sehingga menghasilkan efektivitas dan efisiensi yang tinggi secara komputasi.[25]
Heuristik tingkat dasar (Inggris: base-rate heuristic). Pada heuristik ini, keputusan dibuat berdasarkan probabilitas yang diketahui melalui pintasan model mental umum. Misalnya, jika seekor binatang terdengar melolong di kota besar, maka orang-orang akan menduganya sebagai anjing. Karena, sangat kecil kemungkinannya ada serigala di kota besar.[26]
Heuristik puncak-akhir (Inggris: peak-and-end heuristic). Heuristik ini muncul ketika individu terpengaruh pada puncak (baik menyenangkan atau tidak) dan akhir peristiwanya, yang kemudian menciptakan bias alami dalam proses pengambilan keputusan karena seluruh pengalaman tidak dianalisis.[27]
Heuristik keakraban (Inggris: familiarity heuristic). Heuristik ini membiarkan individu untuk merenungkan peristiwa serupa di masa lalu yang pernah ia alami dan membuatnya bertindak dengan cara yang sama seperti ia bertindak di masa lalu.[28]
Kaitan dengan konsep lain
Pendekatan sistem ganda
Pendekatan proses ganda terdiri dari dua proses berpikir yakni sistem 1 yang berlangsung secara cepat dan tanpa disadari, dan sistem 2 yang berlangsung lebih lambat dan melibatkan pertimbangan yang lebih sadar.[29] Dalam pendekatan sistem ganda yang dominan dalam psikologi sosial, heuristik ini dianggap telah diterapkan secara otomatis.[30] Studi tentang heuristik sosial sebagai alat rasionalitas terbatas menegaskan bahwa heuristik dapat digunakan secara sadar atau tidak sadar.[31]
Hipotesis heuristik sosial
Rand dan koleganya mengemukakan hipotesis heuristik sosial untuk menjelaskan hubungan antara intuisi dan kerja sama.[3] Mereka mengatakan bahwa kerja sama dalam situasi sosial sehari-hari biasanya identik dengan sebuah keberhasilan. Oleh karenanya, heuristik diinternalisasi ke dalam konteks sosial meskipun tindakan tersebut tak menjamin hasil yang menguntungkan bagi individu terkait (misal: percobaan laboratorium).
Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perilaku kooperatif dalam permainan ekonomi, di antaranya:[32]
Permainan dilema tahanan: dua pemain masing-masing memutuskan untuk bekerja sama atau membelot. Satu pemain membelot, sementara yang lain memaksimalkan hasil. Jika saja keduanya bekerja sama, maka hasil yang tercapai akan lebih tinggi.
Permainan barang publik: Para pemain memutuskan jumlah uang yang akan mereka berikan ke proyek publik. Jumlah dalam pot publik meningkat dengan faktor tertentu dan didistribusikan secara merata kepada para pemain.
Permainan kepercayaan: Satu pemain mentransfer uang ke pemain lain dan uang kemudian bertambah dengan faktor tertentu. Pemain lainnya kemudian memutuskan apakah dan berapa banyak yang akan ditransfer kembali.
Permainan ultimatum: Seorang pemain membuat penawaran tentang cara membagi sumber daya dengan pemain lain, sementara pemain lain dapat menerima tawaran tersebut (sehingga kedua pemain mendapatkan jumlah yang sama) atau menolak tawaran tersebut (sehingga tidak ada pemain yang mendapatkan apa pun).
Seluruh permainan ekonomi ini menyiratkan makna bahwa dalam permainan satu putaran, pembayaran individu dimaksimalkan jika ia bertindak egois dan memilih untuk tidak bekerja sama. Namun, selama putaran berulang, kerja sama dapat memaksimalkan pembayaran dan menjadi strategi tersendiri.[32]
Dalam hipotesis heuristik sosial, kerja sama yang otomatis dan intuitif dapat digantikan oleh refleksif. Gagasan ini didukung oleh bukti laboratorium dan eksperimen daring yang menunjukkan bahwa tekanan waktu akan meningkatkan kerja sama,[32] meski beberapa bukti menunjukkan peristiwa ini mungkin terjadi hanya di antara individu yang tidak begitu akrab dengan jenis permainan ekonomi.[3]
Bukti meta-analitik dalam 67 studi terkait kerja sama dalam permainan ekonomi menunjukkan bahwa manipulasi pemrosesan kognitif telah mendorong pengambilan keputusan intuitif (seperti tekanan waktu atau peningkatan beban kognitif). Hal ini dipandang akan meningkatkan "kerja sama murni", yakni kondisi ketika seluruh aktor memiliki kepentingan yang harmonis dan sangat tertarik untuk bekerja sama.[32] Namun, manipulasi tersebut tidak berpengaruh pada "kerja sama strategis". Hal ini terkait kemungkinan interaksi di masa depan dengan hasil maksimal, di mana pembuat keputusan dihargai karena telah bekerja sama.[32]
Penelitian menunjukkan bahwa kerja sama intuitif dapat bervariasi sesuai budaya dan atau peran sosial. Misalnya, penelitian yang membandingkan peserta dari Amerika Serikat dengan India menemukan bahwa terdapat perbedaan pola dan kecepatan kerja sama dalam tugas daring. Hal ini berarti bahwa latar belakang budaya turut berperan dalam perilaku kooperatif.[33] Penelitian lain juga menemukan bahwa pengambilan keputusan intuitif telah meningkatkan perilaku kooperatif di antara wanita, tetapi tidak bagi pria. Hasil ini terkait dengan peran dan norma sosial yang menciptakan stereotip altruistik bagi wanita.[34]