Hermeneutika keyakinan

Hermeneutika keyakinan atau Hermeneutika iman, lawan dari hermeneutika kecurigaan, merupakan cara di mana sebuah teks dapat dibaca. Hermeneutika ini adalah cara tradisional atau dominan dalam membaca Alkitab setidaknya selama seribu lima ratus tahun pertama dalam sejarah Kristen.[1] Penggabungan kedua pendekatan interpretatif tersebut (antara hermeneutika keyakinan dan hermeneutika kecurigaan) diperlukan untuk pengetahuan yang lengkap tentang suatu objek.[2]:64

Hans-Georg Gadamer, dalam magnum opusnya yang berjudul Truth and Method (Wahrheit und Methode) pada tahun 1960, mungkin menawarkan survei hermeneutika yang paling sistematis di abad ke-20, judulnya mengacu pada dialognya antara klaim "kebenaran" di satu sisi dan proses "metode" di sisi lain. Singkatnya, survei tersebut membicarakan antara hermeneutika keyakinan versus hermeneutika kecurigaan. Gadamer menyarankan bahwa pada akhirnya, dalam pembacaan kita, kita harus memutuskan antara satu atau yang lain.[3]:106–107

Menurut Ruthellen Josselson, "(Paul) Ricœur membedakan antara dua bentuk hermeneutika: hermeneutika keyakinan, yang bertujuan untuk mengembalikan makna pada sebuah teks, dan hermeneutika kecurigaan, yang mencoba untuk memecahkan kode makna yang tersamarkan."[4]:1–28 Rita Felski berpendapat bahwa hermeneutika keyakinan Ricœur tidak menjadi terkenal karena tampaknya meremehkan karya kritik yang mendefinisikan post-strukturalisme yang berpengaruh.[5]:21

Dalam esai awalnya "The Universality of the Hermeneutical Problem" dan khususnya di Wahrheit und Methode (Kebenaran dan Metode), filsuf Jerman konservatif Hans-Georg Gadamer menegaskan bahwa seseorang selalu memutuskan antara hermeneutika keyakinan (kebenaran) atau hermeneutika kecurigaan (metode) ketika terlibat dalam kegiatan pembacaan.[6]:106

Penggunaan istilah oleh Paus Benediktus XVI

Selama pidatonya pada 14 Oktober 2008 di Sinode Para Uskup, Paus Benediktus XVI memperingatkan:

[Di]mana hermeneutika keyakinan...lenyap, jenis hermeneutika yang lain akan muncul berdasarkan kebutuhan, yaitu hermeneutika yang sekularis, positivis, yang pondasi kuncinya adalah keyakinan bahwa sang Ilahi tidak pernah muncul dalam sejarah manusia.[7]:43

Dalam sejarah Kekristenan, Rasul Pauluslah yang hubungannya paling erat dengan teks-teks alkitabiah memiliki keterkaitan dengan hermeneutika iman.[8] :334

Referensi

Bacaan lebih lanjut