Yang Mulia
Herman Ferdinandus Maria Münninghoff,
|
---|
|
Gereja | Gereja Katolik Roma |
---|
Keuskupan | Jayapura |
---|
Penunjukan | 6 Mei 1972 (50 tahun, 158 hari) |
---|
Masa jabatan berakhir | 29 Agustus 1997 (75 tahun, 272 hari) |
---|
Pendahulu | Rudolf Joseph Manfred Staverman, O.F.M. |
---|
Penerus | Leo Laba Ladjar, O.F.M. |
---|
|
Tahbisan imam | 15 Maret 1953[1] (31 tahun, 105 hari) |
---|
Tahbisan uskup | 10 September 1972 (50 tahun, 285 hari) oleh Justinus Kardinal Darmojuwono |
---|
|
Nama lahir | Herman Ferdinandus Maria Münninghoff |
---|
Lahir | (1921-11-30)30 November 1921 Woerden, Belanda |
---|
Meninggal | 7 Februari 2018(2018-02-07) (umur 96) Wijchen, Belanda |
---|
Makam | Wijchen, Belanda |
---|
Kewarganegaraan | Belanda |
---|
Denominasi | Katolik Roma |
---|
Mgr. Herman Ferdinandus Maria Münninghoff, O.F.M. (30 November 1921 – 7 Februari 2018) adalah Uskup Emeritus Jayapura. Ia terpilih pada 6 Mei 1972 dan permohonan pensiunnya diterima pada 29 Agustus 1997.
Pendidikan dan keinginan bermisi
Pada awalnya, Münninghoff tidak berniat untuk menjadi seorang misionaris. Dia menginjak bangku Universitas untuk menjadi notaris, namun hal ini tidak dapat terlaksana karena terjadinya Perang Dunia II. Pada tahun 1940, bersama keluarganya ia mengungsi dari rumahnya, dan bersembunyi selama tiga tahun di Lage Vuursche, Baarn, Provinsi Utrecht untuk menghindari program Arbeitseinsatz. Ia kemudian mendapat tempat perlindungan di sebuah seminari Fransiskan di Megen, Oss, Brabant Utara.[2] Para imam di sana bersikeras agar ia tinggal di sana bersama dengan para seminaris untuk menjalani hidup seperti mereka. Ia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang imam dengan mengikuti teladan Santo Fransiskus. Hal ini didukung oleh kedua orang tuanya. Selama menjalani studi, ia tertarik dengan kehidupan para misionaris. Iapun tertarik untuk bermisi ke Papua.
Karya
Setelah ditahbiskan menjadi imam pada 15 Maret 1953, ia berangkat ke Arso, Jayapura pada tahun 1954. Ia sempat singgah di Biak pada 12 Oktober 1954. Setelah tiba di Jayapura dan tinggal di Abepura,[3] Prefek Apostolik saat itu, Mgr. Oscar Cremers, O.F.M., menunjuknya sebagai sekretarisnya.[4] Pada tahun 1956, Münninghoff diangkat sebagai pastor paroki di Arso, Keerom. Tugas utamanya adalah merayakan misa dan memberikan pelajaran agama di desa-desa dalam Paroki Arso. Pada tahun 1957, ia dipanggil kembali ke Jayapura untuk menjadi sekretaris bagi uskup pertama, Mgr. Rudolf Joseph Manfred Staverman, O.F.M., dan juga untuk mengelola keuangan misi. Pada masa-masa itu, kehadiran para imam dari Belanda dianggap menjadi suatu bom dari Belanda, sehingga tidak mendapat penerimaan yang baik. Terutama pada masa tersebut adalah terjadinya Act of Free Choice.
Seiring dengan diterimanya pengunduran diri Mgr. Staverman, Münninghoff terpilih menjadi Uskup di Keuskupan Jayapura pada tanggal 6 Mei 1972. Ia ditahbiskan menjadi Uskup pada 10 September 1972 oleh Uskup Agung Semarang, Justinus Kardinal Darmojuwono. Bertindak sebagai Uskup ko-konsekrator, Vikaris Apostolik Merauke, Mgr. Herman Tillemans, M.S.C. dan Uskup Agats, Mgr. Alphonsus Augustus Sowada, O.S.C.
Selama menjadi Uskup Jayapura, ia dikenal dengan perjuangannya untuk membongkar kasus pelanggaran HAM di Papua.[5] Pada tanggal 3 Agustus 1995, ia sempat menandatangani laporan pelanggaran HAM yang sempat diolah oleh Australian Council For Overseas Aid kepada Konferensi Waligereja Indonesia. Ia juga menuturkan kepada wartawan Cendrawasih Pos bahwa laporan tersebut juga diserahkan kepada Presiden Soeharto namun laporan tersebut ditolak oleh Suharto.[3]
Mgr. Münninghoff pensiun pada 29 Agustus 1997 dan kepemimpinan Keuskupan Jayapura dilanjutkan oleh Mgr. Leo Laba Ladjar, O.F.M., yang telah menjadi Uskup Auksilier sejak ditunjuk pada 6 Desember 1993. Setelah pensiun, ia bertolak dari Papua pada 9 Agustus dan kembali ke Belanda pada 12 Agustus 2005 dan bertempat tinggal di panti wreda di Warmond.[6][7] Setelah pensiun, ia menyatakan bahwa hanya sedikit bagian karya para misioner yang terkait dengan agama dan gereja, sementara lainnya pada bidang yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat, termasuk kedokteran, kesehatan, dan budaya.[8]
Sejak Januari 2018, Mgr. Münninghoff tinggal di sebuah biara di Alverna. Pada 7 Februari 2018, ia meninggal dunia dalam usia 96 tahun di Alverna, Wijchen, Belanda.[9] Upacara pemakaman berlangsung pada 14 Februari 2018, di Paroki Santo Yoseph, Heumenseweg 32, di Alverna, Wijchen.[10] Sebelumnya, Münninghoff sempat menyatakan untuk dapat dimakamkan di Jayapura pada tahun 2004 yang lalu.
Referensi
Pranala luar