Mayor Jenderal TNI (Purn.) Kanjeng Raden Mas Hario Jonosewojo Handajaningrat atau K.R.M. Hario Jonosewojo Handajaningrat (9 Juni 1921 – 22 Maret 1994) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Dan mantan Panglima Divisi VI/Narotama TRI. Ia juga seorang tokoh yang berperan dalam membantu dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan perkembangan lembaga olahraga di Indonesia. Ia akrab dipanggil mas Piet. Ia merupakan lulusan pendidikan di Command General Staff College Regular Course di Fort Leavenworth Kansas, AS pada tahun 1960-1961, dimana sepulang dari pendidikan tersebut beliau dan keluarga menempati kediaman di jalan Lembang Terusan, Jakarta hingga akhir hayatnya. Sejak remaja ia sering bermain tennis. Ia sering mengikuti berbagai kejuaraan namun belum pernah juara. Ia masuk PELTI (Persatuan Lawn Tennis Indonesia) sejak serikat tennis ini didirikan pada tahun 1948. 15 tahun semenjak ia bergabung dengan PELTI, ia dipercaya menjadi ketua umum PELTI pada tahun 1963. Ia juga pernah menjadi Ajudan Senior Pejabat Presiden Djuanda dan kepala sekuriti BKR (Badan Keamanan Rakyat) Surabaya.[1]
Karier Militer
Pada tahun 1942 tentara Jepang menduduki pulau Jawa suasana berubah Jepang menghendaki rakyat Indonesia juga ikut terlibat perang, Jepang membutuhkan tenaga yang terlatih sebagai tentara untuk keperluan perangnya mengusir penjajah belanda. Orang-orang yang berasal dari perguruan taman siswa ditawari untuk dilatih menjadi perwira, rupanya riwayat hidup Jonosewojo tercium pula oleh Jepang. Maka ia ditawari untuk menjalani pendidikan Yugekitai. Jonosewojo mau dan diberangkatkan ke Surabaya, disana ia berkumpul dengan para calon perwira dari daerah lain, Antara lain R. Sunarjadi. Mereka lalu dikirim ke Tangerang, sebagai angkatan I Seinan Dojo Tangerang. Dimana mereka dilatih taktik-taktik pertempuran Gerilya dan perang semesta. Selesai mengikuti pendidikan tersebut Jonosewojo dikembalikan ke daerah Surabaya dan tergabung dalam pendidikan PETA sebagai Codanco (Komandan Kompi) dan Daidanconya adalah Drg. Mustopo.
Pada awal 1984, banyak pihak meributkan kebijaksanaannya terhadap petenis nasional Yustedjo Tarik lantaran menolak pelatnas tim Piala Davis, dan pada saat bersamaan bersikeras mengikuti kejuaraan Singha Beer di Bangkok. Yustedjo diskors PB Pelti. sejak masa kecil ia ingin menjadi dokter namun tidak pernah kesampaian karena kedatangan jepang yang menjajah Indonesia. Ia anak pertama Kanjeng pangeran Adipati Soejono Handajaningrat. Ia sejak muda sudah menentang kedatangan Belanda sehingga ia bergabung dengan lembaga lembaga perjuangan Kemerdekaan Indonesia.[1]
Pendidikan Militer
- AMS B Surabaya
- Seinen Dojo di Tangerang
- Rensei Tai di Bogor
- Tokubetsu Kyoiku
- Chandradimuka di Ja-Bar
- SSKAD di Bandung (1953-1954)
- Command General Staff College Regular
- Course di Fort Leavenworth AS (1960-1961)
Riwayat Jabatan
- Pembantu Instruktur di Kanbu Kjoiku Magelang
- Kepala Sekuriti BKR Kota Surabaya
- Dan TKR Surabaya
- Dan Divisi Narotama
- Instruktur di Pangkalan ALRI di Tegal
- Dan Sekolah Kader Kawarasan
- Dan Yon Brandjangan
- Pj. Dan Brigade Kal-Tim
- Pamen di SUAD VI
- Kas Resimen 25 Ambon
- Dan Resimen 25 Ambon
- Pamen Ass. II KSAD
- Penjabat Asisten II KSAD
- Ajudan Senior Penjabat Presiden Djuanda
- Pamen Detasemen I
- Dan Kokar AD
Referensi
- ^ a b APA & SIAPA sejumlah orang Indonesia 1985-1986. Tempo (Jakarta, Indonésie) (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Grafiti Pers. 1986. ISBN 979-444-006-X. OCLC 37095471.