Hallo Bandoeng

Lagu Hallo! Bandoeng! diciptakan pada tahun 1929 pada saat hubungan telepon Belanda dengan Hindia Belanda (Indonesia) mulai beroperasi pada bulan Januari 1929. Sebelumnya, hubungan komunikasi antara Indonesia dan Belanda hanya melalui surat dan telegraf.[1]

Lirik lagu ini melukiskan keharuan dua orang yang berjauhan, seorang nenek di Belanda yang untuk pertama kalinya mendengar suara cucunya melalui saluran telepon di saat ia sedang mendekati ajal karena penyakit yang dialaminya.[1] Si wanita tua (Belanda=Oude Moederje) menelepon putranya yang tinggal di Bandung, Dutch East Indies (Indonesia) menggunakan telepon tanpa kabel. Akhirnya wanita itu meninggal setelah mendengar suara cucunya memanggilnya, "Opoe lief, Tabeh! Tabeh!" (Nenekku tersayang, Tabeh! Tabeh!).[2]

Penyanyi

Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh Willy Derby kemudian dilantunkan ulang oleh Wieteke van Dort, artis peranakan Belanda yang lahir di Indonesia.[1]

Stasiun radio telefon Belanda-Indonesia

Pemerintah Belanda di Batavia membangun stasiun komunikasi di Gunung Puntang tak lama sesudah Perang Dunia I berakhir. Transmisi dimulai pada Tahun 1923 dan berlangsung selama sekitar dua dekade, sampai akhirnya stasiun komunikasi tersebut hancur akibat Perang Kemerdekaan.[3]

Pembicaraan pertama kali melalui radio telefon antara Belanda dan Indonesia terjadi pada Tanggal 5 Mei 1923 melalui instalasi Pemancar Radio Telefon. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, Wali Kota Bandung B. Coops, meminta bantuan kepada arsitek Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker, untuk merancang dan mendirikan Monumen Radio Telefon Holland-Nusantara. Warga Bandung masa itu lebih senang menjuluki monumen itu sebagai “Bloote Billen Plein” atau “Taman Pantat Bugil” karena adanya dua patung tanpa busana saling berhadapan pada masing-masing sisinya. Kini monumen tersebut sudah musnah dan digantikan oleh Taman Citarum yang kemudian dibangun Masjid Istiqomah di tengahnya.[4]

Lirik lagu

Bahasa Belanda

't Kleine moedertje stond bevend
Op het telegraafkantoor
Vriendelijk sprak de ambtenaar: "Juffrouw
Aanstonds geeft Bandoeng gehoor"
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van haren zoon

refrain:
Hallo, Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
"Dag lieve jongen," zegt zij, met een snik
Hallo, hallo "Hoe gaat het ouwe vrouw"
Dan zegt ze alleen "Ik verlang zo erg naar jou"

"Lieve jongen," zegt ze teder
"Ik heb maanden lang gespaard
't Was me, om jou te kunnen spreken
M'n allerlaatste gulden waard"
En ontroerd zegt hij dan: "Moeder
Nog vier jaar, dan is het om
Als m'n liefste zal ik je pakken
Als ik weer in Holland kom"

refrain

"Jongenlief," vraagt ze, "hoe gaat het
Met je kleine, bruine vrouw"
"Best hoor," zegt hij, en wij spreken
Elke dag hier over jou
En m'n kleuters zeggen 's avonds
Voor 't gaan slapen 'n schietgebed
Voor hun onbekende opoe
Met 'n kus op jouw portret

refrain

"Wacht eens, moeder," zegt hij lachend
"'k Bracht mijn jongste zoontje mee"
Even later hoort ze duidelijk
"Opoelief, tabeh, tabeh"
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze: "O Heer
Dank, dat 'k dat heb mogen horen"
En dan valt ze wenend neer

Hallo! Bandoeng
"Ja moeder, hier ben ik"
Zij antwoordt niet, hij hoort alleen 'n snik
"Hallo, hallo" klinkt over verre zee
Zij is niet meer
En het kindje roept: "tabeh"...

Terjemahan Bahasa Indonesia

Perempuan tua itu duduk gemetar di kantor telegraf
Dengan ramah petugas operator berkata:
”Ibu, sudah tersambung dengan Bandung”
Dengan kaki yang kaku dan gontai, dia berdiri meraih mikrofon
Dan saat itu pun, oh sungguh mengagumkan,
Dia mendengar suara lembut anak lelakinya

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

“Anakku yang manis”, katanya dengan lembut.
"Aku sudah menabung selama bulanan”
“Untuk bisa bicara denganmu, nak.”
“Ini sepadan dengan gulden ku yang terakhir”
Dengan iba, anaknya menjawab:
“Ibu, empat tahun lagi aku akan selesai disini”
“Ibuku yang manis, aku akan menggendongmu”
“Kalau nanti saya sampai di Belanda lagi”

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

Sayang, dia bertanya, apa kabarnya dengan isterimu yang berkulit sawo matang?
Baik-baik saja, bu, katanya, dan kami membicarakan ibu setiap hari di sini
Dan anak-anak mengucapkan doa malam sebelum tidur
Untuk ompung (nenek) yang belum mereka jumpai
Dengan mencium potretmu

Refr:
Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Salam anakku sayang, katanya dengan menahan tangis
Halo, halo!
Apa kabarnya, bunda?
Dengan suara lirih dia menjawab:
Aku sangat merindukanmu, nak!

”Tunggu sebentar, bunda”, katanya sambil tergelak
“Aku akan memanggil anakku yang paling bungsu”
Tak lama kemudian terdengarlah dengan jelas:
Ompung (nenek) tersayang, tabe (salam), tabe (salam)!”
Tak tertahankan hatinya mendengarnya, ia pun berbisik lembut kepada Tuhan
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengizinkan aku mendengarkan
Dan kemudian ia jatuh bersimpuh sambil menangis

Halo! Bandung!
Ya bunda, aku di sini!
Dia tidak menjawab
Hanya terdengar isak tangis
Hallo! Hallo! Terdengar suara klik di seberang lautan
Dia sudah tiada saat putranya berseru: Tabeh (salam)!

Referensi

  1. ^ a b c Gustaaf Kusno. 03 November 2011. “Hallo! Bandoeng!” di Tahun 1929[pranala nonaktif permanen]. Kompasiana.
  2. ^ Rayi Elfira. 20 Desember 2012. Hallo Bandoeng song (English Version) Diarsipkan 2023-07-27 di Wayback Machine..
  3. ^ Bekabuluh. 01 Desember 2012. “Hallo, Bandoeng. Hier Den Haag.” Diarsipkan 2013-09-01 di Wayback Machine..
  4. ^ Jalaksana Winangoen. 1 Juni 2011. 5 Monumen yang Pernah Menghiasi Bandung Diarsipkan 2013-08-30 di Wayback Machine..

Pranala luar