Gurem ayam

Gurem (bahasa Latin: Ornithonyssus bursa) atau tungau unggas atau tungau tropis merupakan jenis parasit yang masuk dalam kategori ektoparasit. Infestasi ektoparasit ini terbukti dapat menurunkan produktivitas ternak bahkan dapat menimbulkan kematian bagi unggas muda. Dampak yang ditimbulkan dari serangan ektoparasit ini cukup serius bagi kelangsungan usaha peternakan terutama ternak unggas. Gurem umumnya dengan mudah ditemui pada unggas terutama ayam yang sedang dalam masa mengerami telurnya.[1]

Faktor terkait infestasi gurem di sektor peternakan unggas umumnya berkaitan erat dengan manajemen pemeliharaan unggas seperti faktor suhu, lingkungan, kontak antar spesies yang sakit dan manajemen pemeliharaan yang kurang efektif.[2] Parasit ini dapat berpindah-pindah dari satu inang ke inang lainnya. Parasit ini juga tak jarang ditemui hinggap di dinding kandang, langit-langit kandang, lantai, dan tempat ayam mengeram. Siklus hidup gurem dimulai dari fase telur, larva, nimfa dan dewasa. Ketika sudah dewasa, hama ini akan bereproduksi dengan meletakkan telur-telurnya pada bulu ayam dan sarang ayam yang sedang mengeram.

Selain ayam, gurem juga dapat menginfestasi unggas lainnya seperti bebek, entok, angsa, burung dara, burung puyuh dan unggas lainnya. Ciri dari unggas yang sudah terinfeksi hama ini bermacam-macam mulai dari gelisah, terlihat tidak nyaman, gatal-gatal, iritasi (kulit merah), nafsu makan menurun, produktivitas menurun, anemia bahkan tak jarang juga menyebabkan kematian.

Parasit yang memiliki bentuk menyerupai kutu / tungau ini ukuran tubuhnya sangat kecil yaitu berukuran kurang dari 1 mm dan hampir tidak terlihat oleh kasat mata. Hal inilah membuat parasit ini sangat mudah untuk pindah dari ternak ke ternak lainnya ataupun dari ternak ke manusia.

Apabila manusia sudah terserang parasit ini, maka akan terjadi gatal-gatal pada kulit, iritasi bahkan kutu / tungau ini berpotensi menjadi vektor pembawa penyakit lainnya ke dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu, penting bagi peternak untuk selalu menggunakan sarung tangan, sepatu boat, baju kandang dan masker sebagai langkah pencegahan tertular hama ini.

Langkah pencegahan

Meskipun hama ini masih terus menghantui para pelaku usaha peternakan unggas, namun ada beberapa langkah pencegahan untuk meminimalisir penyebaran parasit ini. Salah satunya dengan memperketat ''biosecurity'' dan sanitasi kandang.

Dalam menerapkan biosecurity dan sanitasi kandang yang ketat, tentunya dibutuhkan kesadaran dari seluruh peternak. Adapun kegiatan tersebut meliputi membatasi lalu lintas manusia, lalu lintas kendaraan, lalu lintas ternak liar dan selalu menjaga kebersihan seluruh area kandang.

Selain itu, langkah pencegahan lainnya juga harus dioptimalkan seperti memisahkan ayam yang sedang mengeram, mengevaluasi kualitas sirkulasi udara (tungau suka kelembaban tinggi), mengevaluasi intensitas cahaya (tungau tidak tahan terhadap panas terik matahari). Langkah-langkah ini akan mampu meminimalisir penyebaran hama gurem dalam kandang.

Pengendalian

Pengendalian gurem yang paling efektif adalah dengan penggunaan akarisida. Umumnya akarisida yang digunakan di kalangan peternak unggas adalah akarisida sintetik golongan sipermetrin, kumafos, malathion, karbaril dan lainnya (sesuai dosis anjuran). Beberapa penelitian melaporkan penggunaan akarisida sintetik memiliki efek negatif seperti residu yang menempel pada daging dan telur, resistensi ektoparasit terhadap akarisida, membunuh musuh alami gurem, dan mencemari lingkungan sekitar.[1] Beberapa penelitian telah melaporkan kandungan senyawa tertentu yang berpotensi dijadikan bioakarisida. Salah satu hasil riset melaporkan daun biduri efektif mengendalikan gurem pada ayam.

Referensi

  1. ^ a b Kedang, Virgilius Martin Kelake; Rianto, Rama Adi; Al Kholik, Idho Anugrah; Hadi, Upik Kesumawati (2020-09-26). "Uji Potensi Ekstrak Daun Biduri (Calotropis gigantea) sebagai Akarisida terhadap Infestasi Gurem (Ornithonyssus bursa) pada Ayam Buras". Jurnal Medik Veteriner. 3 (2): 208. doi:10.20473/jmv.vol3.iss2.2020.208-215. ISSN 2581-012X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-09. Diakses tanggal 2021-05-04. 
  2. ^ "Hadi", Upik Kesumawati; Soviana, Susi (2010). Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor: IPB Press.