Gereja Kristen Jawa Grabag Merbabu atau GKJ Grabag Merbabu atau GKJ Grabag adalah gerejakristen yang berada di bawah naungan SinodeGereja Kristen Jawa. GKJ Grabag Merbabu berkedudukan di Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Sebelum berdiri sebagai gereja dewasa, GKJ Grabag Merbabu bermula dari persekutuan doa beberapa pengusaha pendatang keturunan Tionghoa yang menjalankan usahanya di Grabag, pada dasawarsa 1930-an. Tahun 1995, gereja ini resmi menjadi gereja dewasa (otonom), yang sebelumnya merupakan bagian dari Gereja Kristen Jawa PlengkungMagelang..[1]
Latar belakang
GKJ Grabag Merbabu dahulunya merupakan pepanthan di bawah GKJ Plengkung Magelang. Namun, jemaat ini bermula jauh sebelum kemerdekaan, di mana banyak oran-gorang keturunan Tionghoa yang membuka usaha dagang di Grabag. Setelah sukses membuka usaha berdagang, mereka mengadakan persekutuan kecil, yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kelompok yang besar. Sesudah kelompok ini berkembang menjadi besar dan juga untuk nemudahkan pemeliharaan warga jemaat, maka kelompok ini resmi bergabung dengan Gereja Hoa Kiauw Kie Toh Kauw Hwee (GHKKTKH) sebagai pepanthan atau cabang.
Karena semakin banyaknya warga baik, dari keturunan Tionghoa maupun pribumi, maka pepanthan ini didewasakan pada tanggal 15 Juli 1938. Sebagai awal dari didewasakannya, telah dibangun sebuah gedung gereja. Pendewasaan gereja inilah yang menjadi cikal bakal adanya gereja yang ada di kecamatan Grabag. Susunan majelis mula-mula antara lain:
Liem Ik Tjiang
Penatua Liem Siaw Hie
Penatua Go Sing Liang
Penatua Theng Djie le
Diako Hadi Sanyata
Sebelum dan sesudah gereja didewasakan, pelayan firman dilakukan oleh para pelayan firman yang juga kebanyakan warga Thionghoa antara lain Guru Injil Diong, Ds S.H Liem, Then Djien Soei, Ds. Merkelyn, Siswasiswa Sekolah Theologi Yogyakarta. Kegiatan-kegiatan bergereja tetap berlangsung terus menerus sampai Indonesia merdeka pada tahun 1945. Ketika terjadi Agresi Militer kedua di tahun 1948, suasana menjadi semakin genting, dan gereja juga tertimpa imbasnya. Selain tidak lancarnya kegiatan-kegiatan gereja karena suasana peperangan masih tetap berlangsung, gereja menerima akibat yang sangat fatal yakni penghancuran gedung gereja. Gedung gereja dibakar dan dimusnahkan, diratakan dengan tanah. Penghancuran gedung itu diperkirakan karena pada saat itu gereja ditenggarai dekat dengan pihak Belanda. Secara keorganisasian, Gereja HKKTKH dinyatakan bubar. Hampir seluruh warga jemaat yang kebanyakan orangorang Thionghoa melarikan diri ke Magelang dan kota-kota besar lainnya. Mereka melarikan diri dengan alasan keamanan, dan takut jika terjadi kerusuhan susulan.
Jemaat yang tidak meninggalkan Grabag kebanyakan adalah orang-orang pribumi. Bubarnya organisasi gereja yang terdahulu tidak membuat mereka luntur semangatnya untuk tetap melakukan ibadah dan kegiatan lainnya. Kendala yang ada saat itu bukan karena jumlah warga jemaat yang sedikit, tetapi tidak adanya gedung yang dapat digunakan untuk beribadah. Berdasarkan kesepakatan yang telah dicapai, akhirnya kebaktian dilaksanakan di rumah Redjasumitra (ayah Bapak Poespo Wardoyo) di dusun Susukan. Pelayan firman yang melayani jemaat antara lain Yoram, Sarmo (GKJ Magelang), Harjo Darsana, dan Yusuf.
Kebaktian yang diadakan di rumah Redjasumitra berlangsung dari tahun 1948 sampai dengan tahun 1956. Pada tahun 1956, kebaktian berpindah dari rumah Redjasumitra ke rumah Ny. Jhon Amster, istri seorang Belanda, Jhon Amster. Sesudah jemaat bertambah banyak dan dirasakan semakin kuat, maka pada tahun 1958, pihak gereja HKKTKH (yang nantinya berubah menjadi GKI Pajajaran), menyerahkan sepenuhnya tanah yang dulunya adalah bekas gedung gereja kapada pihak GKJ Magelang. Oleh pihak GKJ Magelang, yang diwakili oleh Pdt. Siswawasana dan Pdt. Natasubali, tanah itu diserahkan kepada jemaat di Grabag yang diwakili oleh Redjasumitra dan Kasri. Tanah hasil hibah dari GKI Pajajaran itulah yang kelak digunakan untuk gedung gereja sampai saat ini. Pembangunan gedung gereja dimulai pada tahun 1964. Pada saat itu keadaan keuangan jemaat di Grabag masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, tidak mungkin membangun gedung gereja tanpa bantuan dari pihakpihak yang peduli dengan keadaan warga jemaat di Grabag. Untuk mengatasi hal itu maka pihak GKJ Magelang memberikan sejumlah dana serta menghibahkan sebuah bekas rumah sosial yang berada di Blondo kepada jemaat di Grabag. Selain dari GKJ Magelang banyak juga donatur yang menyumbangkan sejumlah dana untuk membangun sebuah rumah ibadah. Dengan penuh semangat untuk memiliki gedung gereja sendiri, pembangunan gedung itu akhirnya selesai dan mulai ditempati pada tahun 1969. Sejak tahun itulah, kebaktian berpindah dari rumah Ny. Jhon Amster ke gedung gereja yang sudah selesai di bangun, walaupun pembangunannya belum selesai sempurna.
Pepanthan
Status jemaat di Grabag saat itu adalah pepanthan dari GKJ Magelang. Akan tetapi setelah Plengkung didewasakan menjadi GKJ Plengkung pada tanggal 21 Mei 1970, maka pemeliharaan pepanthan Grabag ini diserahkan sepenuhnya kepada GKJ Plengkung. Selain pepanthan Grabag, GKJ Plengkung juga merupakan induk dari pepanthan Secang dan Kepatran. Sesudah Grabag resmi, menjadi pepanthan maka pada saat itu mulai dibentuk susunan kemajelisan yang baru antara lain Dullah, Soewarno W.H, dan S. Soenarta
Para majelis yang tertulis di atas adalah majelis dari pepanthan Grabag sendiri, sedangkan untuk majelis yang lain, yang juga mengatur dan membina warga jemaat merupakan majelis dari pepanthan Secang dan juga dari GKJ Plengkung.
Untuk lebih memantapkan posisi dan juga pemeliharaan terhadap warga jemaat maka timbulah suatu gagasan untuk mendewasakan diri pada tahun 1990, walaupun keadaan yang belum mendukung.
GKJ Grabag Merbabu
Keinginan dan semangatlah yang membuat warga GKJ Grabag untuk menjadi dewasa, dan pada akhirnya sesudah melalui proses yang panjang pepanthan Grabag didewasakan menjadi GKJ Grabag Merbabu pada tanggal 1 Juli 1995 dengan susunan panitia pendewasaan yaitu:
Penasihat: Ds. Samana Hs., BD dab Ds. Pranowohadi, B.Th.
Kepanitiaan inilah yang berjuang untuk mendewasakan GKJ Grabag Merbabu, dengan dukungan semangat warga ingin menjadi gereja yang otonom. Susunan kemajelisan gereja untuk pertama kalinya (1995 1998) yaitu