Friederich Wilhelm August Fröbel (atau Froebel; 21 April 1782 – 21 Juni 1852) adalah salah satu tokoh pendidikan yang karya dan pemikirannya masih dijadikan acuan bagi dunia pendidikanmodern hingga saat ini.[1]
Froebel adalah seorang tokoh pendidik raksasa yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Jerman yang ternama dan berpengaruh pada akhir abad 18 dan awal abad 19, diantaranya Johann Friederich Herbart (1776-1831).[1][2]
1792 — Paman dari pihak ibunya yang bernama Johann Cristoph Hoffmann yang melayani di Stadt-Ilm, mengambil Froebel muda yang baru berusia sepuluh tahun dan memeliharanya selama 5 tahun. Bersama pamannya Froebel muda merasakan kasih dan penghargaan sebagai seorang anak.
1797 — Pada musim panas tahun 1797, Froebel pindah ke Hirschberg dekat perbatasan ke Bavaria dan belajar tentang perhutanan, penilaian, land surveying serta geometri.
1807 — Ia menuliskan sebuah surat kepada kakaknya, ia menjelaskan tentang cita-citanya untuk membangun sebuah sekolah: "Not to be announced with trumpet tongue to the world, but to win for itself in a small circle, perhaps only among the parents whose children should be entrusted to his care, the name of a happy family institution"
1808—1810 — Froebel mengunjungi sekolah Pestalozzi di Yverdun dan menyerap hal-hal yang diamatinya di sana diantaranya: lingkungan sekolah yang lebih permisif, menekankan pada alam, objek-objek pelajaran.
1813—1814 — Froebel bergabung dengan pasukan sukarela bagi angkatan bersenjata Prusia di Ludzow dan bertemu dengan dua orang muda yang kemudia menjadi sahabat dan rekan yang mendukungnya dalam dunia pendidikan yaitu: Langenthal dan Middendorf.
1826 — Ia menerbitkan bukunya yang pertama yang berjudul “The education of man” dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun 1885. Ia juga menciptakan 500 kotak kubus kayu yang kemudian dipakainya dalam pendidikan taman kanak-kanak.
1831 — Froebel diundang ke Switzerland untuk membuka sekolah dan ia tinggal di sana selama 5 tahun.
1837 — Setelah tinggal sebentar di Berlin, Froebel pindah ke Blankenburg dan membuka pendidikan pra sekolah. Ia mebuat konsep tentang kotak kubus (gifts), permainan-permainan, lagu-lagu, cerita, kerajinan tangan, sebagai sarana belajar bagi anak-anak pra sekolah.
28 Juni1840 — Froebel membuka sekolahtaman kanak-kanak yang pertama – ditandai dengan adanya sebidang tanah di lingkungan sekolah yang dipakai sebagai tempat anak-anak bercocok tanam dan memelihara tanaman.
Dalam dasar ilmu jiwa ini Froebel tidak memberikan batas-batas umur tertentu. Dia hanya memakai tiga tahap yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, dan pada masa tanggung. Selain itu, hal itu dikatakan Froebel karena perkembangan menurut Froebel terjadi bukan karena umur tetapi apabila seorang anak sudah dapat memenuhi kebutuhannya baik itu sebagai anak maupun sebagai orang dewasa. Alasan lain Froebel tidak memakai batas-batas umur tertentu adalah setiap tahap yang diberikan Froebel mempunyai ciri khas tertentu.
Tahap Bayi (masa ketergantungan)
Pada bagian ini Froebel menamakannya sebagai tahap “pendahuluan” bagian “dasar pendidikan. Pada tahap ini orang tua dituntut untuk aktif dan orang tua harus memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukkan tindakan atau gerakan seperti menangis. Hal itu perlu dilakukan untuk sang bayi agar terjadi kesatuan baru yaitu pertumbuhan batin dimana sang bayi akan menghormati orang yang ada disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga dinamakan Saugling yaitu menghisap, maksudnya pada tahap ini bayi menangkap keanekaragaman dari sekitarnya. Oleh karena itu, orang di sekitar bayi tersebut mampu mengembangkan lingkungan yang sehat, aman, menarik, dan murni. Selain itu, Froebel juga sangat menekankan bahwa setiap gerakan bayi haruslah diperhatikan mulai dari bayi tersebut tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut ada dalam pangkuan ibu.
Masa kanak-kanak (masa permulaan pendidikan)
Froebel mengatakan bahwa tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun, kata yang pertama yang diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah dan merupakan kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki perkataan tersebut dengan mengucapkan kata yang disebutkan anak tersebut dengan benar. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai bermain dan menarik hubungan antara bermain dengan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain merupakan proses dimana perkembangankepribadian sedang terjadi. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena apabila kegiatan seorang anak dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini berakhir apabila seorang anak sudah mempunyai pengalaman lahiriah dan menjadikannya sebagai pengalaman batiniah.
Masa anak tanggung (masa untuk belajar)
Dalam bagian ini, anak sudah mulai mendapat pendidikan secara formal dan sistematis baik itu di bawah bimbingan guru maupun di bawah bimbingan orang tua. Titik beratnya ialah usaha untuk memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang lahirial, khas, dan khusus. Dalam tahap ini, Froebel juga menekankan bahwa anak mempunyai kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu dan dalam mengerjakan sesuatu alangkah baiknya jika orang tua memperhatika apa yang dikerjakan anak dan memberikan dukungan dan apabila pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya memuji perkerjaan anak tersebut. Dalam tahap ini juga anak sudah mulai berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya sebagai contoh orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa anak ini mempunyai sifat yang buruk. Namun, menurut Froebel sifat buruk yang muncul dari anak ini disebabkan oleh lingkungannya. Menurut Froebel, seorang anak menjadi nakal karena di lingkungannya ia tidak diperlakukan dengan baik.
Asas-asas Pendidikan
Melalui pengalamannya sebagai guru sekolah dasar selama bertahun-tahun, Fröbel mengemukakan beberapa asas yang dianggap bermakna untuk pelbagai tahap pendidikan.
Fröbel mendasarkan pandangannya tentang pendidikan atas dua dasar, dasarteologi dan dasar psikologi. Ia beranggapan bahwa manusia terdiri dari dua unsur tersebut.[1] Fröbel mengatakan bahwa apabila pendidikan terlalu menekankan salah satu sisi baik itu sisi rohani maupun sisi kecerdasan maka akan timpang atau berat sebelah.[1] Oleh karena itu, Fröbel berpendapat bahwa pendidikan itu haruslah menekankan kedua sisi tersebut.
Ia mendasarkan pandangan teologinya pada alam. Fröbel menekankan hubungan antara kutub kecerdasan dan kutubalam. Menurut dia, alam senantiasa berupaya atau berubah untuk mencapai kecerdasannya atau alam terus menerus mengalami perubahan atau perkembangan untuk menuju ke bentuk sempurna. Selain itu, Fröbel juga mengatakan bahwa alam itu menggambarkan Allah atau bisa dikatakan bahwa roh Allah diserap oleh setiap ciptaan-Nya.
Ajaran tentang Allah (Allah adalah kesatuan asli)
Dalam bagian ini, Fröbel menjelaskan mengenai sebuah hukum yang bersifat hidup dan berkuasa. Hukum ini pastilah merupakan hukum yang bersifat universal dan hukum yang bersifat universal ini pasti mempunyai dasar yang merupakan kesatuan yang berada dimana-mana. Kesatuan tersebut adalah Allah. Segala sesuatu yang datang dari kesatuan itu ataupun yang mempunyai asal dari dalam itu adalah Allah. Oleh karena itu, segala sesuatu itu harus menyatakan Allah, baik melalui intilahiriahnya maupun yang tidak kekal, karena berbuat demikian merupakan maksud utama maupun panggilan hidup.
Ajaran tentang Allah (Kesatuan Allah dan implikasinya untuk pendidikan)
Dalam bagian ini Fröbel membagi dimensi pendidikan dalam tiga bagian yang tersirat dalam tulisannya yaitu arti pendidikan, ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan, teori pendidikan, dan praktik pendidikan. Menurut Fröbel, pendidikan terdiri dari pelayanan yang mengantar manusia (yakni seorang yang cerdas, yang berpikir dan yang semakin sadar akan dirinya) sedemikian rupa supaya hukum batin dari kesatuan ilahi itu dapat dihayati dan diamalkan secara murni, tidak bercacat dan bebas. Pendidikan yang dimaksudkan itu akan memperlengkapi manusia dengan semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut.
Melalui definisi tersebut maka Fröbel menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses yang membimbing dan memperlengkapi seseorang harus bersifat rohani dan tidak hanya bersifat intelektual saja. Segala pengetahuan yang didapat oleh manusia juga hendaknya membantu manusia tersebut untuk memahami dirinya sebagai jati diri dari pengejawantahan Allah dan pengetahuan tersebut hendaknya diiringi dengan penelitian yang membantu diri dari orang tersebut. Ketika seseorang sudah mulai berpikir bagaimana ia mendapatkan ilmu pengetahuan maka ia sudah mulai terlibat dalam ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan juga mencakup orang berefleksi atas arti kehidupannya dan untuk membantu orang tersebut untuk mencari tahu caranya atau petunjuk-petunjuk yang berasal dari ilmu pengetahuan tersebut itulah teori pendidikan.
Berdasarkan isi setiap rumusan ini terdapat tiga keuntungan yaitu Fröbel mempelopori penggunaan istilah yang memperkaya kemampuan orang untuk memikirkan dan membicarakan pendidikan secara terperinci, pokok teologi atau iman pribadi yang dianut para pemikir yang sudah kita pelajari tentu saja memengaruhi pandangan terhadap pendidikan, tetapi hanya Fröbel sajalah yang dengan sengaja memberikan gambaran pedagogsis yang tersirat dalam pandangan teologisnya, dan yang terakhir Fröbel yakin bahwa karena jati diri ilahinya, maka setiap orang berhak dan wajib melibatkan diri dalam pemikiran yang berpotensi menghasilkan kehidupan yang paling bermutu, yaitu kehidupan yang mencerminkan Kesatuan Ilahi dalam dirinya.
Dalam bagian ini, Fröbel juga memberikan tanggapan mengenai agama. Menurut Fröbel, agama adalah usaha insani untuk menyadarkan diri akan perasaan bahwa pada asalnya manusia bersatu dengan Allah sebagai dasar atau pendorong untuk mengamalkan kesatuan itu dalam semua keadaan dan hubungannya. Fröbel mengatakan bahwa agama akan terus mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini dikatakannya berdasarkan pengalamannya ketika belajar mengenai alam dan juga ketika ia melihat tumbuhan. Selain itu, Fröbel juga mengatakan bahwa pendidikan agama itu diperlukan untuk memperlancar perasaan seseorang mengenai kesatuannya akan Allah dan bahwa ia berasal dari Allah. Namun, pendidikan agama ini tidak akan berjalan lancar apabila anak tersebut tidak mempunyai agama. Oleh karena itu, orang tua seharusnya dari kecil memberikan pengetahuan kepada anak mengenai agama agar anak tersebut dapat memenuhi jati diri sebagai makhluk ilahi yang mencari kesatuan dengan Allah.
Allah adalah kesatuan yang tritunggal
Dalam bagian ini, Fröbel menekankan mengenai Tritunggal. Ia mencoba menghubungkan pola tritunggal dengan hubungan seseorang yang ingin memperolah pengetahuan yang sebenarnya tentang setiap benda atau objek di dunia ini termasuk juga sesamanya manusia. Dalam pola itu terdapat tiga unsur, yaitu: kesatuan, kekhasan, dan keanekaragaman yang memperkaya.
Pengertian tentang Yesus
Menurut Fröbel, Yesus merupakan contoh yang sempurna tentang apa artinya seorang yang mengejawantahkan kesatuannya dengan Allah. Menurut Fröbel, Yesus tidak merupakan anak Allah dan di dalamnya tidak tersirat tabiat ilahi bahkan dalam teologi Fröbel, tidak ada pembicaraan mengenai Yesus sebagi juruslamat. Selain itu, dalam teologi Fröbel juga tidak ada Golgota atau kubur yang terbuka, alasannya adalah manusia gagal dalam kehidupannya bukan karena tabiatnya yang berdosa, melainkan karena kurang pendidikan yang bermutu. Menurut Fröbel, percaya pada Yesus itu berarti mengikut Yesus. Menjadi percaya kepada Yesus berarti melibatkan orang pada pengalaman yang lebih luas daripada yang hanya berkaitan dengan penggunaan kata-kata tertentu saja. Pikiran Fröbel juga menantang umat Kristen untuk mengakui bahwa keinginan hidup selaras dengan gaya hidup Yesus mencakup sebagian dari arti menjadi percaya kepada-Nya.
Pengertian Teologis tentang Manusia
Menurut Fröbel, manusia merupakan pengejawantahan dari Roh Allah dan setiap orang layaknya diperlakukan sebagaimana orang tersebut merupakan pengejawantahan dari Allah. Menurut Fröbel, pengejawantahan ini berhubungan dengan semua ciptaan lain karena Roh Allah itu meresap dalam semua ciptaannya. Fröbel juga mengatakan bahwa tujuan akhir dari manusia sebagai anak Allah dan alam ialah untuk mengejawantahkan Roh Allah secara harmonis dan menyatu.
Tabiat Manusia
Fröbel menolak pandangan dari ajaran ortodoks yang mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Fröbel mengatakan bahwa apabila kita mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat maka dengan kata lain kita sudah menghina Allah. Oleh karena itu, Fröbel menolak dosa asal. Menurut Fröbel, manusia itu mempunyai sifat yang baik hanya saja sifat tersebut masih tertanam dalam diri manusia tersebut dan untuk mengeluarkan sifat baik tersebut kita baik sebagai pembimbing harus dengan sabar mencari dan menemukan sifat baik tersebut. Hal ini juga dikaitkan dengan keadaan sosial dalam masyarakat, Fröbel mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk memperbaiki keadaan masyarakat.
Tugas Manusia
Menurut Fröbel, tugas utama manusia bukanlah membongkar apa yang telah ada tetapi membangun apa yang telah ada, karena hal itu menuntut pemikiran yang kreatif begitu pula dengan anak. Fröbel mengatakan bahwa anak haruslah dilatih untuk menyusun sesuatu karena dengan menyusun maka kegiatan berpikir dari seorang anak sedang berkembang dan di dalam kegiatan berpikir itu muncul kreativitas.
Bagi Fröbel, titik berat pendidikan bagi anak berada pada usia bersekolah di bawah kelas Sekolah Menengah Pertama.
Pendidikan sebagai pengalaman rohani
Pendidikan adalah pengalaman rohani yang mengantar anak didik bertindak sesuai dengan jati dirinya sebagai makhluk yang belum lengkap, sebelum ia mengakui kesatuannya dengan Allah. Fröbel memeriksa dunia alam dengan saksama sebagaimana diwakili oleh sebuah kristal, ia melihat tanda tentang perubahan dan perkembangan. Di dalamnya tampaklah kesatuan, kekhasan dan keanekaragaman. Pendidikan terdiri dari pelayanan yang mengantar manusia (yakni seorang makhluk yang cerdas, yang berpikir dan semakin sadar akan dirinya) sedemikian rupa sehingga hukum batin dari Kesatuan Ilahi dapat dihayati dan diamalkan secara murni, tidak bercacat dan bebas. Pendidikan yang dimaksudkan itu akan memperlengkapi manusia dengan semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Asas pokok lain bertitik-tolak dari asas mutlak ini.
Asas Perkembangan
Berbeda dengan teori evolusiDarwin, Fröbel hanya bermaksud menunjuk pada perubahan dalam semua makhluk sebagai hasil kekuatan batin yang mendorong setiap makhluk itu untuk mencapai kemungkinan rohani yang terdapat di dalamnya. Fröbel menulis satu hukum yang menentukan bagaimana setiap makhluk akan berkembang dan menjadi sempurna, dan yang tetap berlaku secara mutlak di mana saja sebagai hubungan yang wajar antara ciptaan dan pencipta, serta ia mampu menerapkannya di bidang pendidikan. Satu hal penting yang dikemukakan Fröbel adalah perkembangan menyempurnakan apa yang sudah ada dalam diri pelajar daripada menambahkan sesuatu yang tidak ada.
Ada empat pola perkembangan yang tampak dalam pendidikan:
Benih yang kelak menghasilkan kedewasaan yang sudah ada dalam diri anak. Jadi pendidik perlu mengembangkan bakat yang tersembunyi dalam gen setiap anak. Tidak ada apa-apa yan dimasukkan dari luar, semua usaha pedagogis diarahkan menuju penyemppurnaan kemampuan yang sudah ada dalam bentuk potensi. Gagasan ini serupa dengan mazhabilmu hayat yang dipimpin oleh Oken, yang mengatakan bahwa setiap bibit mengandung seluruh tanaman dalam bentuk kecil, termasuk akar, tangkai, dan daun. Begitu pula dalam embrio sudah ada seluruh binatang.
Hubungan dari bagian dengan keutuhan (Gliedganzes), dalam arti guru memperhatikan anak sebagai pribadi yang unik namun perlu memperoleh tempat yang sehat dalam kelompok. Hal ini dikemukakan Fröbel sebab ia melihat dalam dunia alam setiap satuan berhubungan dengan sesuatu yang lebih utuh lagi, tidak ada apa-apa yang sama sekali terpisah dari sesuatu yang lain. Proses pertumbuhan itu mencakup cara menghubungkan perseorangan (Glied) dengan kelompok (Ganze), dan setiap kelompok berhubungan dengan sauna yang lebih luas lagi. Ia menganjurkan bagaimana pendidikan dapat turut memasyarakatkan anak, misalnya: dengan mencat garis lingkaran pada lantai ruang kelas, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kebersamaan dalam setiap anak. Walaupun Fröbel menekankan pertumbuhan anak dalam kelompok, ia juga menghendaki setiap bagian (individu) ikut memprakarsai sesuatu yang khas juga. Sumbangan khas dari tiap bagian akan memperkaya kehidupan bagian yang utuh (kelompok) juga.
Yang batiniah didorong menjadi lahiriah, dalam arti mendidik itu mencakup usaha untuk menolong anak menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani dan imannya yang telah ada secara batin, agar menjadi kelihatan (lahiriah) berupa buah nalar yaitu pikiran, perasaan dalam bentuk seni, kekuatan jasmani melalui pelbagai ketrampilan, dan iman melalui tindakan bermoral dan pelayanan terhadap sesama manusia.
Asas perlawanan, tampak dalam alam dan menyoroti gaya hidup dinamis dan tidak statis. Hukum Frobel adalah asas dinamis yang mencakup tiga pokok, yakni aksi, reaksi, dan seimbangan. Oleh karena itu, penerapannya lebih luas daripada proses yang mencakup tesis, antitesis, dan sintesis. Menurut Fröbel, alam dunia bukanlah pikiran atau gagasan murni, sebagaimana yang diajarkan Hegel dan juga bukanlah kekuatan jasmani, sebagaimana diajarkan oleh kaum materalis.[1] Alam dunia adalah organism rohani yang mewujudnyatakan diri, baik dalam kekuatan yang tampak dalam dunia jasmani, maupun dalam pikiran dunia nalar.
Penyampaian Arti melalui bahasa lambang (simbol)
Fröbel meninjau bagaimana anak memanfaatkan benda tertentu, berupa objek seperti bola, kubus, tulisan, lagu, gambar, karena simbol tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk manusia. Satu hal yang ingin ditekankan Fröbel adalah memanfaatkan simbolisme dalam teori dan praktik pendidikan. Alat peraga dan tugas belajar yang dikembangkan oleh Fröbel berporos pada simbol, karena ia yakin bahwa dalam nalar anak telah ada permulan gagasan tentang hal tertentu, walaupun ia belum sadar akan gagasan itu, sebab telah ada hubungan dasariah dalam nalar anak tentang simbol dan kenyataan yang dilambangkan. Di bawah bimbingan belajar, sang anak akan ditolong untuk memilih simbol yang paling sesuai dengan perasaan atau gagasan yang hanya dapat disampaikan melalui simbol tertentu. Hal ini sesuai dengan praduganya bahwa segala sesuatu di dalam alam mengejawantahkan kekuatan yang universal dengan intinya yang rohani.
Belajar dengan Berbuat
Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tugas belajar swakaji (aktivitas) berarti bahwa anak didik bukanlah bejana pasif yang menerima apa saja dari susu, melainkan ia adalah seorang yang langsung ambil bagian dalam pendidikannya sesuai dengan asas yang dikemukakan oleh John Amos Comenius. Semboyan “belajar dengan bermain” memuat pesan bahwa anak perlu berefleksi atas kegiatan tersebut dalam terang perasaannya.
Bermain, mencakup pemberian (gift) dan kerajinan tangan di samping tugas belajar yang dipilih, karena anak menikmatinya. Melalui bermain Fröbel, melatih kekuatan dan ketrampilan jasmani yang dinikmati anak. Latihan melalui gerak badan cenderung berporos pada pengungkapan gagasan dan perasaan anak secara bebas. Pendidikan ini yang menjadi dasar pendidikan taman kanak-kanak.
Menyanyi, merupakan cara pokok untuk belajar.
Menggambar, melalui menggambar anak sedang mengungkapkan gagasannya secara kelihatan dan lisan.
Memelihara tanaman atau binatang kecil dan ber anjangsana.
Kesinambungan, dalam arti guru mengembangkan tugas belajar baru yang sesuai dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Di atas sudah dijelaskan beberapa hal penting yang menurut Froebel harus diperhatikan dalam bidang pendidikan. Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai Tujuan umum pendidikan, kurikulum yang ia bagi menjadi tiga, yaitu kurikulum untuk ibu, kurikulum untuk taman kanak-kanak dan kurikulum untuk sekolah dasar, lalu dijelaskan pula mengenai metodologi, peranan guru dan hubungan sekolah dan keluarga.
Tujuan umum
Froebel merumuskan tujuan umum pendidikan adalah: membimbing anak didik untuk semakin sadar akan jati diri sebagai anak Allah dan anak alam, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian, juga menghargai perasaannya sebagai cara mengetahui yang berlaku, supaya ia dapat memecahkan masalah-masalah secara tangkas, bermoral dan adil terhadap diri sendiri, sesamanya dan dunia alam, serta memenuhi panggilannya dalam masyarakat. Semua itu dilaksanakan berdasarkan kehormatan terhadap bakat setiap pelajar dan keinginannya untuk memprakarsai pelajarannya.
Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Froebel adalah untuk mendorong dan membimbing manusia sebagai sadar, berpikir dan memahami menjadi sedemikian rupa sehingga ia menjadi representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi melalui pilihan pribadinya sendiri; pendidikan harus menunjukkan kepadanya cara dan makna mencapai tujuan tersebut.[3]
Froebel tidak menyarankan untuk mendorong anak-anak belajar menghafalkan simbol iman (katekismus, pengakuan iman dll) karena ada bahayanya dikemudian hari apabila tidak diikuti dengan teladan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Intisariagama Kristen perlu meresap (infuse) secara wajar ke dalam seluruh pengalaman belajar, seperti: membaca, menulis dan menghitung. ->tidak ada usaha untuk mendorong anak mengucapkan apa saja gagasan dan perasaan “rohani” yang bukan miliknya.
Kurikulum
Froebel membagi tahapan kurikulumnya untuk empat golongan / kelompok usia, yakni anak pra sekolah, taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung.
a. Pra sekolah
Ada banyak petunjuk yang mengatakan bahwa karya-karya tulis Foebel tentang kurikulum dapat dimanfaatkan oleh para ibu untuk mendidik anak pra sekolah. Tetapi disini ada 4 pelajaran yang akan kita coba bahas dalam bukunya: Mottoes and Commenteries of Frobel’s Mother play. Dalam buku tersebut, setiap bab terdiri dari selembar lukisan dari ukiran kayu, sajak pendek dan penafsiran atas lukisan tersebut. Lukisannya berupa seorang anak pra sekolah yang terlibat dalam berbagai kegiatan sesuai asas swakaji, seperti:
Dalam sajak berjudul “Si anak Laki-laki dan Bulan Purnama”. Sajak ini mendorong para ibu agar jangan memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan dan keingintahuan anak, tetapi memberikan jawaban yang bijaksana, jujur dan mempunyai bibit pikiran yang dapat berkembang menjadi pemahaman ilmiah dikemudian hari.
Dalam bab yang berjudul “Kerugian”. Melalui penggambaran keadaan yang sedemikian rupa Froebel menolong para ibu untuk menjelaskan kepada anak pra sekolah mengenai bertindak hati-hati, waspada dan tidak mudah tergoda.
Pelajaran berjudul “Si Kecil sebagai Tukang Kebun”. Melalui kegiatan yang bermanfaat seperti berkebun, anak dapat dilatih untuk bertindak secara bertanggung jawab. Disini Froebel menekankan pada melibatkan anak pada suatu proses pembelajaran melalui kegiatan dan pengalaman.
Pelajaran mengenai “Beribadah di Gereja”. Melalui permainan, anak memasuki diperkenalkan kepada hal-hal / konsep rohani tetapi bukan dengan penjelasan definitif dan sulit bagi pemikiran anak pra sekolah melainkan melalui ungkapan perasaan dan gerak tubuh (ekspresi) iman sang ibu yang terlihat oleh anak.
Melalui buku dan karyanya, Froebel menolong para ibu untuk ‘mendidik’ anak usia pra sekolah dengan memakai lukisan/gambar, sajak, cerita atau gerak tubuh sehingga anak memperoleh suasana belajar yang menyenangkan sambil mempersiapkan bagi pengalaman belajar yang lebih teratur dikemudian hari.
b. Masa Kanak-kanak (Taman Kanak-kanak)
Kurikulumnya pertama adalah pelbagai peristiwa dan pekerjaan sehari-hari yang terjadi dalam keluarga. Tetapi bagi anak kecil, Froebel merencanakan kurikulum yang paling teratur, yang terdiri dari pemberian dan ketrampilan (kerajinan tangan), permainan yang berporos pada nyanyian yang diiringi dengan gerak badan sesuai dengan syair dan lagunya, pemeliharaan tanaman dan anjangsana.
Pemberian (Gifts) terdiri dari 6 pemberian berupa sebuah kotak kayu yang didalamnya terdapat bermacam-macam barang yang akan menolong anak untuk secara bertahap belajar, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada yang makin konpleks.
a. Gift 1 – kotak kayu berisi 6 bola dari benang wol berwrna, merah, kuning, biru, jingga, hijau dan ungu, enam buah jarum, sepotong belebas kayu pendek yang sudah dilubangi -> anak belajar tentang konsep warna (dasar dan sekunder) dan belajar ‘melakukan sesuatu” dengan benda-benda tersebut.
b. Gift 2 – Sama dengan gift sebelumnya tetapi benang wol diganti dengan benda-benda yang bentuknya berbeda-beda, ada silinder, kubus dan bola. -> anak belajar sifat khas setiap benda dan cara memanfaatkannya secara kreatif melalui bermain yang terpimpin bersama guru.
c. Gift 3 – terdiri dari 8 kotak kubus yang sama besarnya yang membentuk sebuah kotak kubus yang besar. -> anak belajar menghitung, belajar tentang hubungan antara bagian dan keseluruhan.
d. Gift 4 – Sebuah kotak yang terbangun dari 4 balok persegi panjang, 2 kubus yang sama besar, empat balok persegi empat -> anak belajar walaupun benda-benda tersebut tidak sama bentuk dan ukurannya tetapi dapat membentuk satu kesatuan yaitu kubus yang besar.
e. Gift 5 – Bentuk kubus masih ada tetapi kali ini bentuknya lebih majemuk, terdiri dari kubus, kubus yang dipotong menjadi dua agar membentuk dua buah segitiga, kubus lain yang dipotong membentuk 4 segitiga -> anak belajar tentang hubungan-hubungan yang semakin sulit dan kompleks.
f. Gift 6 – Kotak berbentuk kubus tetapi bagian-bagiannya tidak lagi kubus atau bagian-bagain yang dapat dijadikan kubus -> menuntut pemahaman dan ketrampilan anak.
Kerajinan Tangan – pengalaman belajar yang berporos pada penggunaan bahan yang dapat digunting, dilipat, dicat -> semua bahan yang dapat dibentuk kembali menurut kehendak anak dan dibimbing oleh guru. Tujuannya mempersiapkan anak untuk tugas dikemudian hari, memakai dan memanfaatkan peralatan serta perkakas yang ada. Disini sebenarnya Froebel juga telah menaruh perhatian pada pendidikan kejuruan.
Nyanyian yang diiringi gerak badan – secara bersama melalui permainan, nyanyian dan gerakan badan anak memperoleh pengalaman yang menyenangkan secara pribadi tetapi juga belajar mempunyai sikap sosial yang selaras dan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
Pemeliharaan Tanaman (atau bianatang kecil) dan Anjangsana. – anak diajar untuk mengamati, memperdalam pengetahuannya, memelihara dan bertanggung jawab melalui pengalamannya.
c. Masa Anak Tanggung (Sekolah Dasar)
Kurikulumnya terdiri dari empat pelajaran utama: agama, ilmu pengetahuan alam dan matematika, bahasa dan seni, serta karya seni.
Agama – menurut Froebel, pengalaman agama terlampau penting untuk untuk dihafalakan saja, oleh karena itu ia tidak mau mengajarkan isi katekismus tetapi ia memaberikan empat pengalaman yang tergolong dalam vak pendidikan agama: nyanyian rohani dan doa perbendaharaan gereja, peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus, tabiat Allah yang dinyatakan dalam segala ciptaanNya, serta bimbingan yang menolong anak didik menang atas kesulitan.
Di sini Froebel membuka pikiran kita bahwa pendidikan agama bukan hanya sekadar pengetahuan tentang agama kita sendiri tetapi sebuah pemahaman yang bertumbuh sejalan dengan proses kehidupan. Bahkan melaluinya anak diajar untuk merasakan kehadiran Allah dan melibatkanNya dalam pengalaman wajar yang wajib ia atasi.
Selain menekankan kembali bahwa alam sebagai pengejawantahan Allah dan sifat rohani dari seluruhnya, Froebel juga tidak memakai buku sebagai sumber pengetahuan bagi anak didik melainkan segala hal yang ada di alam itu sendiri yang dipakai untuk menggali dan memperoleh pengetahuan. Dengan bimbingan guru, anak didik didorong untuk mencari dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya sendiri. Dalam hal matematika, Froebel menekankan pada ilmu hitung.
Bahasa filosofi nya adalah melalui bahasa seorang anak belajar bagaimana menyatakan sifat dan makna kehidupan.Belajar membaca, menulis, menambah perbendaharaan kata, mengarang cerita yang berasal dari pengalaman anak (menyampaikan gagasan). Adalah bentuk-bentuk pendidikan bahasa bagi anak sekolah dasar.
Seni dan karya seni-> melalui menggambar, mengecat dan membuat benda-benda dari tanah liat, anak diajar untuk mengungkapkan perasaannya. Bidang ini sama bobotnya dengan bidang pelajaran yang lain karena melalui pengalaman belajar seni ini anak mampu mengekspresikan pemahaman dan pengetahuannya.
Metodologi
Ada beberapa jenis metode yang dipakai Froebel untuk mengembangkan seseorang sesuai tabiatnya, yaitu: berdoa, percakapan, menghafalkan (walaupun hanya tahap sekunder), mengucapkan jawaban secara bersama-sama (secara berirama), bermain, swakaji (guru tidak berceramah), meninjau dan memeriksa, pelaporan (lisan maupun tertulis), bertanya, mengajarkan berdasarkan pola-pola (khusunya dalam vak bahasa), bercerita, latihan dan ulangan.
Peranan Guru
Di sini Froebel menekankan pada pentingnya peranan guru untuk mempersiapkan pengalaman belajar, merencanakan pengalaman belajar selengkap mungkin tetapi bersedia terus mengevaluasi rencana itu demi pengalaman belajar yang lebih dalam bagi si anak didik.
Oleh karena tugas dan peranan guru yang tidak sesederhana itu, Froebel menitik beratkan pada panggilan hidup seorang guru ketimbang hanya pada bakatnya saja.
Peranan Keluarga
Di sini Froebel kembali mengangkat peranan ayah yang sama pentingnya dengan pernan Ibu dalam proses perkembangan dan pendidikan anak. Keluarga harus menjadi wadah yang mampu mengembangkan semua kemungkinan yang tersirat dalam tabiat anak sebagai mahluk yang diciptakan segambar dengan Allah.
Froebel melihat orang tua / keluarga adalah kunci untuk memperbaharui pendidikan, hal ini terwujud dalam bentuk buku pegangan bagi kaum ibu.
Kesimpulan
Froebel dapat dikatakan sebagai “rasul hak anak untuk mengembangkan kekayaan yang terdapat dalam masa kanak-kanak”. Bagaimana ia meletakkan dasar-dasar yang terinci mempersiapkan anak pra sekolah (di bawah 6 tahun sekarang) memasuki dunia pendidikan yang sesungguhnya.[4]
Banyak sekali pemikiran dan metode –metode pendidikan anak pra sekolah yang ditawarkan Froebel, masih dipakai hingga saat ini, misalnya seperti urutan pemakaian kotak-kotak pemberian (gifts), bernyanyi dengan menggerakkan anggota badan, kerajinan tangan dll. Walaupun sudah tidak sama persis tetapi urutan cara berpikir dan konsepnya masih sama.
Rujukan
^ abcdefghBoehlke, Robert. R; "Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak", dalam Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Boehlke" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
^Fröbel, F. (1826) Pada Pendidikan Manusia (Die Nenschenerziehung), Keilhau / Leipzig: Wienbrach.
^Friedrich Froebel 1826 Die Nenschenerziehung, hal. 2
^“Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak”, dalam Boehlke, Robert. R; Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktik Pendidikan Agama Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). Hal. 272-367
Bacaan Lanjutan
Berger, Manfred: 150 Jahre Kindergarten. Ein Brief an Friedrich Fröbel. Frankfurt 1990
Berger, Manfred: Frauen in der Geschichte des Kindergartens. Ein Handbuch. Frankfurt 1995
Fröbel, Friedrich (1900) The Student's Froebel: adapted from "Die Erziehung der Menschheit" of F. Froebel, by William H. Herford. 2 vols. London: Isbister, 1900-01. pt. 1. Theory of education—pt. 2. Practice of education (Substantially a translation of Froebel's work, with editorial comments and annotations)
Hebenstreit, Sigurd: Friedrich Fröbel - Menschenbild, Kindergartenpädagogik, Spielförderung. Jena 2003. ISBN 978-3-934601-58-1
Heiland, Helmut: Die Konzeption des Sachunterrichts bei Fröbel (1782–1852). In: Kaiser, A./Pech, D. (Hrsg.): Geschichte und historische Konzeptionen des Sachunterrichts. Baltmannsweiler 2004, S. 69-72
Heiland, Helmut: Friedrich Fröbel in Selbstzeugnissen und Bilddokumenten. Reinbek 1982
Heiland, Helmut: Die Schulpädagogik Friedrich Fröbel. 1993
Wollons, Roberta. L., (Ed). Kindergartens and cultures: the global diffusion of an idea. New Haven, CT, Yale University Press, 2000