Epidemiologi gizi

Piramida gizi yang juga dikenal dengan piramida makanan.

Epidemiologi gizi adalah bidang penelitian medis yang relatif baru dalam mempelajari hubungan antara nutrisi dan kesehatan,[1] yang mengkaji faktor-faktor makanan dan gizi dalam hubungannya dengan peristiwa penyakit pada tingkat populasi.[2] Hal ini merupakan disiplin ilmu yang masih baru dalam bidang epidemiologi yang terus berkembang dalam relevansinya dengan masalah-masalah kesehatan masa kini.[1] Untuk penyakit dalam epidemiologi, nutrisi kurang mendapatkan perhatian bila dibandingkan dengan faktor risiko lainnya karena pola makan dan aktivitas fisik sulit diukur secara akurat.[2] Epidemiologi gizi menggunakan kajian dari ilmu gizi untuk menunjang pemahaman gizi manusia dan penjelasan tentang mekanisme pokok yang mendasarinya.[3] Informasi ilmu gizi juga diberdayakan dalam pengembangan studi epidemiologi gizi dan intervensi atau upaya untuk meningkatkan kesehatan, termasuk penelitian klinis, kasus-kontrol dan kohor.[4] Metode epidemiologi gizi telah dikembangkan untuk mempelajari hubungan antara pola makan dan penyakit. Temuan-temuan dari studi ini berdampak pada kesehatan masyarakat karena menjadi panduan dalam pengembangan rekomendasi pola makan, termasuk yang dirancang khusus untuk pencegahan penyakit, kondisi dan kanker tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh para peneliti barat[1][5] bahwa epidemiologi gizi harus menjadi komponen inti dalam pelatihan semua profesi layanan sosial dan kesehatan karena peningkatan relevansinya dan keberhasilan pada masa lalu dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di seluruh dunia.[4] Namun, juga dikemukakan bahwa studi epidemiologi gizi menghasilkan temuan yang tidak dapat selalu diandalkan karena tergantung kepada peran pola makan dalam kesehatan dan penyakit, yang diketahui sebagai paparan yang rentan terhadap kesalahan pengukuran yang cukup besar.[6]

Sejarah

Sebelum berkembang menjadi ilmu pokok dalam bidang epidemiologi, epidemiologi gizi pada awalnya sebagai cabang dari ilmu epidemiologi tahun 1980-an.[7] Ilmu ini berkaitan dengan peran paparan nutrisi dalam terjadinya gangguan terhadap kondisi kesehatan. Epidemiologi gizi terbentuk dari penilaian atas paparan ini dan penelitian hubungan antara paparan dan hasilnya.[7] Epidemiologi gizi menjadi lebih mapan, melalui pemahaman tentang bagaimana nutrisi dan vitamin mempengaruhi defisiensi dan penyakit pada awal abad kedua puluh.[8] Kemudian pada abad kedua puluh tersebut, epidemiologi gizi menjadi lebih penting ketika peran paparan penyakit kronis dapat dipahami dengan baik.[8] Sejak saat itu, penerapan informasi dari epidemiologi gizi telah menghasilkan terobosan sosial dan ilmiah yang signifikan.[9] Metode epidemiologi telah digunakan selama berabad-abad untuk mempelajari hubungan antara pola makan dan keterkaitannya dengan penyakit,[10] tetapi tidak dianggap sebagai hal yang definitif. Kemajuan cara-cara ketika paparan pola makan diukur untuk memunculkan keandalan data. Dimasukkannya faktor risiko genetik dalam model hubungan sebab akibat, telah membuat epidemiologi gizi menjadi bidang yang semakin interdisipliner atau antar disiplin ilmu.[11]

Ilmu gizi

Berbagai kapsul dan tablet obat

Ilmu gizi adalah bidang studi multidisiplin yang berkaitan dengan peran nutrisi dalam kesehatan dan penyakit di sepanjang usia manusia.[12] Epidemiologi gizi dan ilmu gizi adalah dua bidang yang berbagi pengetahuan tentang interaksi gizi, konsumsi makanan dan tubuh manusia.[13] Pemahaman tentang prinsip-prinsip ilmu gizi diperlukan untuk memahami epidemiologi gizi.[6] Kedua bidang tersebut mengeksplorasi hubungan pola makan dan penyakit untuk memberikan tindakan pencegahan bagi masyarakat.[14] Penelitian dalam ilmu gizi juga memberikan dasar bagi aturan makan dan pedoman diet.[13] Pengetahuan dari ilmu gizi telah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hubungan antara pola konsumsi makanan dan kesehatan.[12] Beberapa contoh dari keberhasilan ilmu gizi yang telah berkontribusi pada temuan-temuan yang meliputi hubungan antara kekurangan asam folat dengan risiko yang lebih tinggi atas cacat saraf bawaan, kekurangan vitamin C untuk penyakit skorbut, konsumsi lemak trans dengan risiko yang lebih tinggi terhadappenyakit kardiovaskular dan menghubungkan konsumsi ikan berlebih untuk mengurangi risiko kelahiran prematur.[15] Kejadian-kejadian ini terus ditemukan seiring dengan meningkatnya informasi dan bukti ilmiah yang mengarah kepada lebih banyak peluang yang berhasil untuk intervensi dan pencegahan.[15]

Penelitian epidemiologi gizi

Penelitian epidemiologi gizi membentuk dasar atas penemuan-penemuan hal yang terkait dengan nutrisi.[6] Kajian-kajian tersebut mengungkapkan hubungan antara gizi dan kesehatan, dengan fokus pada etiologi terhadap penyakit kronis.[6] Penelitian tersebut memberikan pandangan yang komprehensif tentang cara pola makan yang mempengaruhi atau mempertahankan kondisi kesehatan dan kesejahteraan pada individu dan penduduk. Kontroversi yang menonjol terletak pada kemampuan untuk mengukur eksposur secara andal dan akurat karena hal tersebut bergantung kepada kesalahan dan variasi pengukuran.[12] Desain penelitian epidemiologi gizi diperlukan untuk menetapkan hubungan definitif antara pola makan dan penyakit untuk dapat mengembangkan intervensi dan kebijakan yang akan diterapkan terhadap kesehatan masyarakat.[12] Terdapat penelitian observasional dan eksperimental yang memiliki desain penelitian yang berlaku, termasuk di dalamnya ekologi, cross-sectional, kohor, kontrol kasus, uji klinis dan komunitas.

Para peneliti dalam penelitian eksperimental memiliki kendali untuk menetapkan eksposur, sedangkan dalam penelitian observasional, eksposur hanya diamati tanpa intervensi.[16] Oleh karena itu, penelitian eksperimental dapat memberikan bukti yang lebih kuat atas efek paparan terhadap hasil, yang dianggap tidak layak dalam penelitian observasional, karena paparan dapat berbahaya.[6] Namun, penelitian observasional dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dan hemat biaya. penelitian observasional mampu mendeteksi temuan langka atau tidak biasa dalam jangka waktu yang lama (penyakit terkait pola makan yang berkembang dari waktu ke waktu). Namun sebaliknya, penelitian eksperimental akan membebani subyek dan menjadi lebih mahal bila dibandingkan dengan penelitian observasional.[16] Dalam epidemiologi gizi, penelitian eksperimental dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang menjadi penyebab (kausal) antara paparan pola makan dan pengaruhnya terhadap hasil kesehatan,[17] tetapi untuk beberapa hal yang berhubungan dengan penyakit terkait pola makan, terdapat pertimbangan yang layak.[16] Oleh karena itu, kombinasi temuan dari sumber-sumber untuk memastikan akurasi, reliabilitas dan validitas, menjadi acuan atas keputusan dan kebijakan nutrisi.[17]

Pengukuran paparan bergantung kepada pertanyaan dan desain penelitian.[6] Hal ini dapat diukur secara obyektif maupun subyektif pada individu atau populasi di masa lalu atau saat ini. Dalam penelitian epidemiologi gizi, hal ini mengacu kepada faktor-faktor seperti makanan termasuk nutrisi dan non-nutrisi dan lingkungan sosial.[18] Efek dari eksposur ini kemudian diukur sebagai hasil.[16] Dalam epidemiologi gizi, suatu hasil biasanya disebut sebagai kondisi penyakit atau keadaan antropometrik atau fisiologis di bawah salah satu variabel kontinu atau diskrit. Penelitian epidemiologi gizi bertujuan untuk memberikan bukti ilmiah dalam mendukung pemahaman tentang peran gizi pada penyebab dan pencegahan kesehatan yang buruk.[6] Penting untuk mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan, termasuk kualitas, kuantitas dan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi makanan setelah dikonsumsi. Langkah awal dalam penelitian epidemiologi adalah pengembangan tujuan penelitian dan target sasaran populasi yang spesifik, layak dan relevan.[18] Langkah kedua adalah seleksi dan penggunaan yang tepat dari metode pengukuran paparan dan hasil, kemudian diikuti dengan analisis yang ekstensif. Eksposur dan hasil yang diinginkan, diukur untuk memungkinkan keandalan hubungan yang dinilai. Penelitian yang dirancang dengan baik, memiliki dasar yang kuat, metodologi yang rinci dan diatur oleh prinsip-prinsip etika, akan memiliki kesimpulan turunan yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Semua langkah-langkah memerlukan pengetahuan tentang literatur pada masa lalu dan saat ini.[6]

Penelitian ekologi

Penelitian ekologi adalah penelitian observasional yang mempelajari tentang faktor-faktor pengubah risiko pada hasil kesehatan populasi, berdasarkan keadaan ekologi geografis dan/atau keadaan ekologi yang bersifat sementara. Penelitian ekologi berguna dalam mempelajari pola penyakit pada jumlah populasi yang besar namun mungkin tidak secara akurat dalam mencerminkan hubungan yang sesungguhnya antara individu di dalam populasi yang besar tersebut.[19] Penelitian ekologi menggunakan informasi geografis untuk memeriksa susunan spasial penyakit dan paparan, tetapi terdapat potensi perbedaan sistemik dalam bahasa klasifikasi.[16]

Penelitian potong-lintang

Penelitian potong-lintang adalah penelitan observasional-individu yang mengukur eksposur dan hasil pada masa sekarang. Dalam pemeriksaan hubungan antara penyakit dan pola makan, penelitian potong-lintang menyajikan gambaran tentang frekuensi penyakit dalam suatu populasi pada suatu titik waktu tertentu.[19] Penelitian potong-lintang memberikan manfaat seperti kemampuan untuk mengukur banyak hasil dan eksposur serta dalam perencanaan dan alokasi sumber daya kesehatan sebagaimana hal tersebut menilai beban penyakit pada populasi tertentu. Namun, hasil pengukurannya sangat bergantung pada jawaban atau tanggapan populasi. Hasil non-respons akan menghasilkan responden bias dan oleh karenanya, hasil tersebut tidak dapat diandalkan.[16]

Penelitian kasus kontrol

Penelitian kasus kontrol adalah penelitian observasional-individu yang ditentukan oleh hasil (yaitu mengukur hasil pada masa sekarang dan paparan masa lampau). Hal ini melibatkan dua kelompok kontrol dan kasus (penyakit), keduanya memiliki dua perlakuan; terpapar dan tidak terpapar.[16] Studi kasus-kontrol dapat digunakan untuk mempelajari penyakit yang jarang dan dalam jangka waktu yang lama, tetapi terbatas pada pemeriksaan satu hasil dan juga rentan terhadap efek bias jika kelompok kontrol yang dipilih tidak mewakili populasi, sehingga menimbulkan hasil yang keliru.[19]

Penelitian kohor

Penelitian kohor adalah studi observasional-individu yang mengukur paparan di masa sekarang selama jangka waktu yang lama dan hasilnya ditentukan pada masa yang akan datang.[19] Penelitian kohor memungkinkan beberapa hasil untuk diukur per satu paparan.[16] Dalam studi epidemiologi gizi, penelitian kohor bermanfaat dalam mengukur hasil yang terjadi setelah paparan dan dapat mengukur insiden dan prevalensi. Bagaimanapun juga, penelitian kohor mahal dan memerlukan waktu.[17] Karena hasil ditentukan pada masa yang akan datang, masalah apa pun yang berkaitan dengan pengumpulan informasi atau pembaur tidak dapat diselesaikan tepat waktu.

Uji klinis dan komunitas

Uji klinis dan komunitas adalah studi eksperimental yang melibatkan intervensi aktif baik pada individu (klinis) atau populasi (komunitas). Uji klinis sering kali melibatkan tes dan prosedur yang dilakukan pada subjek yang ditempatkan dalam kelompok perlakuan yang berbeda.[16] Uji klinis memungkinkan evaluasi terapi, obat dan prosedur baru. Namun uji klinis berisiko mengalami efek samping dan bahaya yang tidak disengaja dari intervensi karena itu hanya dapat dipertimbangkan ketika adanya bukti pendukung yang kuat.[19] Uji coba komunitas melibatkan penugasan kelompok individu dengan dan tanpa penyakit untuk intervensi yang berbeda. Hal ini memungkinkan untuk temuan skala yang lebih besar namun tanpa memperhitungkan variabilitas individu.[16]

Dampak sosial

Label Nutrisi pada Paket Makanan

Dampak epidemiologi gizi pada masa lampau telah menyebabkan perubahan sosial, fisik dan ekonomi. Temuan epidemiologi gizi menjadi acuan atas rekomendasi diet termasuk pencegahan penyakit dan kanker tertentu.[1] Temuan tersebut berperan dalam kebijakan tentang pola makan dan kesehatan, mengingat karya-karya tersebut diterbitkan berdasarkan bukti yang kuat.[5] Temuan observasi memungkinkan intervensi kesehatan seperti fortifikasi pangan dan pembatasan/pelarangan zat-zat tertentu dari makanan.[5] Perubahan yang diterapkan ini telah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia melalui upaya peningkatan dan pencegahan. Penelitian menunjukkan dampaknya secara khusus pada pasien kanker telah memberikan harapan.[1] Dukungan nutrisi terhadap beberapa keringanan dari efek samping, meningkatkan respon terhadap terapi dan mengurangi risiko kambuhnya kanker, yang secara keseluruhan meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.[1] Dampak progresif juga terlihat pada berbagai penyakit menular, penyakit kronis dan kelainan bawaan,[5] yang pada akhirnya menjadikan beban sistem perawatan kesehatan menjadi lebih baik dan mengupayakan fungsi yang optimal.

Epidemiologi gizi adalah dasar ilmiah di mana gizi kesehatan masyarakat dibangun.[6] Epidemiologi gizi bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang cara mengatasi ketidakseimbangan antara zat gizi penyebab penyakit seperti anemia, gondok dan hambatan pertumbuhan (stunting). Pemahaman tentang karakteristik paparan memerlukan pengukuran untuk memahami hubungan pola makan-penyakit. Kemampuan untuk menghubungkan paparan dengan langkah-langkah di jalur kausal meningkatkan nilai temuan dalam kaitannya dengan rekomendasi kesehatan masyarakat.[16]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Mccullough, Marjorie; Giovannucci, Edward (2006). Heber, David, ed. Nutritional Oncology (dalam bahasa Inggris). Academic Press. hlm. 85–96. doi:10.1016/B978-0-12-088393-6.X5054-4. ISBN 978-0-12-088393-6. OL 9449667M. 
  2. ^ a b Michels, Karen (1 Agustus 2003). "Nutritional epidemiology—past, present, future". International Journal of Epidemiology (dalam bahasa Inggris). 32 (4): 486–488. doi:10.1093/ije/dyg216alt=Dapat diakses gratis. PMID 12913011. 
  3. ^ Wilett, Walter (2012). Nutritional Epidemiology (dalam bahasa Inggris). New York: Oxford University Press. hlm. 1–13. ISBN 0-1997-5403-9. ISSN 0740-0845. OL 25253263M. 
  4. ^ a b Alpers, David H.; Bier, Dennis M.; Carpenter, Kenneth J.; McCormick, Donald B.; Miller, Anthony B.; Jacques, Paul F. (1 September 2014). "History and Impact of Nutritional Epidemiology123". Advances in Nutrition (dalam bahasa Inggris). 5 (5): 534–536. doi:10.3945/an.114.006353. ISSN 2161-8313. PMC 4188224alt=Dapat diakses gratis. PMID 25469385. 
  5. ^ a b c d Thornton, Kathryn; Villamor, Eduardo (2016). "Nutritional Epidemiology". Encyclopedia of Food and Health (dalam bahasa Inggris). Academic Press: 104–107. doi:10.1016/B978-0-12-384947-2.00494-3. ISBN 978-0-12-384953-3. OL 34493367M. 
  6. ^ a b c d e f g h i Margetts, Barrie M; Nelson, Michael (1997). Design Concepts in Nutritional Epidemiology (dalam bahasa Inggris). New York: Oxford University Press. doi:10.1093/acprof:oso/9780192627391.001.0001. ISBN 978-0-19-262739-1. OL 1003766M. 
  7. ^ a b Boeing, H. (2013). "Nutritional epidemiology: New perspectives for understanding the diet-disease relationship?". European Journal of Clinical Nutrition (dalam bahasa Inggris). 67 (5): 424–429. doi:10.1038/ejcn.2013.47alt=Dapat diakses gratis. ISSN 1476-5640. PMID 23443832. 
  8. ^ a b Lilienfeld, David E.; Stolley, Paul D. Foundations of Epidemiology (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505035-6. OL 21072487M. 
  9. ^ Jenab, Mazda; Slimani, Nadia; Bictash, Magda; Ferrari, Pietro; Bingham, Sheila A. (June 2009). "Biomarkers in nutritional epidemiology: applications, needs and new horizons". Human Genetics (dalam bahasa Inggris). 125 (5–6): 507–525. doi:10.1007/s00439-009-0662-5. ISSN 1432-1203. PMID 19357868. 
  10. ^ Selby, Joseph; Fitz-Simmons, Stacey; Newman, Jeffrey; Katz, Patricia; Sepe, Stephen; Showstack, Jonathan (1990). "The Natural History and Epidemiology of Diabetic Nephropathy: Implications for Prevention and Control". Journal American Medical Association (dalam bahasa Inggris). 263 (14): 1954–1960. doi:10.1001/jama.1990.03440140080036. PMID 2179596. 
  11. ^ Kumanyika, Shiriki K.; Obarzanek, Eva; Stettler, Nicolas; Bell, Ronny; Field, Alison E.; Fortmann, Stephen P.; Franklin, Barry A.; Gillman, Matthew W.; Lewis, Cora E.; Poston, Walker Carlos; Stevens, June (22 July 2008). "Population-based prevention of obesity: the need for comprehensive promotion of healthful eating, physical activity, and energy balance: a scientific statement from American Heart Association Council on Epidemiology and Prevention, Interdisciplinary Committee for Prevention (formerly the expert panel on population and prevention science)". Circulation (dalam bahasa Inggris). 118 (4): 428–464. doi:10.1161/CIRCULATIONAHA.108.189702alt=Dapat diakses gratis. ISSN 1524-4539. PMID 18591433. 
  12. ^ a b c d Satija, Ambika; Yu, Edward; Willett, Walter C; Hu, Frank B (7 Januari 2015). "Understanding Nutritional Epidemiology and Its Role in Policy12". Advances in Nutrition (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 5–18. doi:10.3945/an.114.007492. ISSN 2161-8313. PMC 4288279alt=Dapat diakses gratis. PMID 25593140. 
  13. ^ a b Penders, Bart; Wolters, Anna; Feskens, Edith F.; Brouns, Fred; Huber, Machteld; Maeckelberghe, Els L. M.; Navis, Gerjan; Ockhuizen, Theo; Plat, Jogchum; Sikkema, Jan; Stasse-Wolthuis, Marianne (September 2017). "Capable and credible? Challenging nutrition science". European Journal of Nutrition (dalam bahasa Inggris). 56 (6): 2009–2012. doi:10.1007/s00394-017-1507-y. ISSN 1436-6215. PMC 5579200alt=Dapat diakses gratis. PMID 28718015. 
  14. ^ Byers, Tim (1 June 1999). "The role of epidemiology in developing nutritional recommendations: past, present, and future". The American Journal of Clinical Nutrition (dalam bahasa Inggris). 69 (6): 1304S–1308S. doi:10.1093/ajcn/69.6.1304Salt=Dapat diakses gratis. ISSN 0002-9165. PMID 10359230. 
  15. ^ a b "Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases* A Report of the WHO Study Group on Diet, Nutrition and Prevention of Noncommunicable Diseases**". Nutrition Reviews (dalam bahasa Inggris). 49 (10): 291–301. 27 April 2009. doi:10.1111/j.1753-4887.1991.tb07370.x. ISSN 0029-6643. PMID 1749527. 
  16. ^ a b c d e f g h i j k Chidambaram, Ambika; Josephson, Maureen (2019). "Clinical research study designs: The essentials". Pediatric Investigation (dalam bahasa Inggris). 3 (4): 2272–2574. doi:10.1002/ped4.12166. PMC 7331444alt=Dapat diakses gratis. PMID 32851330. 
  17. ^ a b c Maki, Kevin C.; Slavin, Joanne L.; Rains, Tia M.; Kris-Etherton, Penny M. (1 January 2014). "Limitations of Observational Evidence: Implications for Evidence-Based Dietary Recommendations". Advances in Nutrition (dalam bahasa Inggris). 5 (1): 7–15. doi:10.3945/an.113.004929. ISSN 2161-8313. PMC 3884102alt=Dapat diakses gratis. PMID 24425715. 
  18. ^ a b Zeilstra, Dennis; Younes, Jessica A.; Brummer, Robert J.; Kleerebezem, Michiel (2018). "Perspective: Fundamental limitations of the randomized controlled trial method in nutritional research: The example of probiotics". Advances in Nutrition (dalam bahasa Inggris). 9 (5): 561–571. doi:10.1093/ADVANCES/NMY046. ISSN 2161-8313. PMC 6140446alt=Dapat diakses gratis. PMID 30124741. 
  19. ^ a b c d e Checkoway, Harvey; Pearce, Neil; Kriebel, David (2007). "Selecting appropriate study designs to address specific research questions in occupational epidemiology". Occupational and Environmental Medicine (dalam bahasa Inggris). 64 (9): 633–638. doi:10.1136/oem.2006.029967. ISSN 1351-0711. PMC 2092571alt=Dapat diakses gratis. PMID 17704203.