Entikong memiliki jalur perbatasan darat dengan negara Malaysia khususnya Sarawak sehingga jalur darat sering disebut jalur sutera karena bisa dilewati langsung oleh bus baik dari Indonesia maupun dari Malaysia tanpa harus menyebari sungai maupun laut, oleh sebab itu banyak TKI yang berasal dari Jawa dan Sumatra yang menggunakan jalur perbatasan Entikong.
Sejarah
Asal mula nama Entikong berasal dari kata "En" yang berarti "sungai" dan "Tikong" yang berarti "tikungan atau berkelok", jadi Entikong diartikan sebagai sungai yang banyak tikungannya atau berkelok. Sungai Entikong yang bermuara di sungai Sekayam adalah merupakan wilayah pemukiman masyarakat Entikong pada waktu dahulu yang kemudian pada tahun 1970 oleh dinas sosial warga masyarakatnya disuruh pindah ke lokasi pemukiman baru yang sudah disediakan oleh Dinas Sosial pada saat itu yakni lokasi pemukiman yang sekarang. Pada saat itu Entikong masih termasuk ke dalam wilayah pemerintahan kecamatan Sekayam yang pusat pemerintahannya berada di Balai Karangan yang dipimpin oleh seorang camat yang bernama Bapak Karim. Sejak saat itu semua masyarakat Entikong pindah ke "Kampung Baru" (lokasi saat ini) dan jumlah penduduknya mulai berkembang pesat hingga sekarang dan menjadi salah satu desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yakni Tebedu, Malaysia.
Kecamatan Entikong terbentuk secara resmi pada tanggal 17 Juni1996 yang dilaksanakan secara terpusat di Sanggau berdasarkan PP No. 39 Tahun 1996 tentang Pembentukan 16 (Enam Belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pontianak, Sanggau, Sambas, Sintang, Ketapang dan Kapuas Hulu Dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat. Kecamatan Entikong pada awalnya merupakan bagian dari Kecamatan Sekayam.
Berdasarkan data Kominfo Kabupaten Sanggau tahun 2019 mencatat tentang data keagamaan penduduk kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Adapun data keberagaman pemeluk agama di kecamatan ini dari 20.334 jiwa penduduk, yakni pemeluk agama Kristen sebanyak 13.730 jiwa atau 67,53%, dimana Katolik 10.296 jiwa (50,64%) dan Protestan sebanyak 3.434 jiwa (16,89%). kemudian Islam 6.579 jiwa (32,35%), kemudian kepercayaan sebanyak 14 jiwa (0,07%), Budha 10 jiwa (0,05%), dan Hindu 1 jiwa.[1]
Mata Pencarian
Mata pencaharian penduduk adalah petani padi,sahang (Lada),kakao,Karet dan sebagaian adalah tambang emas secara tradisional.