Ekspedisi Bengawan SoloEkspedisi Bengawan Solo memotret secara mendasar masalah-masalah sungai tersebut sedalam mungkin dari sejarahnya, bagaimana peran manusia di sekitar sungai, apa manfaat yang diperoleh dari sungai, hingga kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia di sekitar sungai. [1] Pada tahun 2007, Kompas melakukan Ekspedisi Bengawan Solo: Laporan Jurnalistik Kompas. Dalam Ekspedisi yang digelar 20 Juni 2007, sedikit banyak telah menguak misteri di sungai [2] Dalam laporannya, Kompas mencatat dari segi budaya masyarakatnya, Bengawan Solo merupakan rumah bagi banyak mata pencaharian. Nelayan, penambang, petani, pembuat batu bata, dsb. Sedikitnya, tercatat ada 1.142 unit pompa irigasi, 363 unit tambang pasir, 269 unit industri batu bata, dan 122 lokasi penyeberangan perahu. Pada tahun 2018, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar Ekspedisi Bengawan Solo Hulu-Hilir. Tim Himapala Unesa melakukan Amati Pencemaran Sungai [3] M Syahrul Khoir, Ketua Pelaksana Ekspedisi tim mengungkapkan titik awal pengarungan dimulai di Bendungan Serbaguna Wonogiri pada 16 Juli 2018 dengan dilepas oleh pihak Perum Jasa Tirta. Tim yang berjumlah 10 mahasiswa ini menggunakan 1 unit perahu karet dan 1 unit perahu rakit berbahan pipa, juga melakukan penelitian kualitas air sekaligus mengamati pencemaran sungai sepanjang hulu-hilir Bengawan Solo hasilnya. Pencemaran ini ditemukan di sungai sejak daerah Sukoharjo, Jawa Tengah hingga daerah Ngawi Jawa Timur. Melalui analisa tim,[3] terbukti di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo masih menjadi sumber air induk untuk irigasi persawahan dan masih menjadi sumber air alami untuk warga di sekitaran Margomulyo, Bojonegoro. “Tambang pasir masih menjadi pencaharian utama bagi warga di sekitaran Sragen dan Bojonegoro. Perbedaan jelas terlihat antara kedua wilayah, penambang di daerah Sragen masih menggunakan alat manual untuk menambang pasir sedangkan di kawasan Bojonegoro sudah menggunakan mesin sedot untuk menambang pasir dari dasar sungai. Pada tahun 2022, Komunitas Stand Up Paddle Board Indonesia dan Yayasan Putra Nusantara melakukan Ekspedisi Bengawan Solo selama 30 hari, Ekspedisi ini berlangsung selama satu bulan dari 14 Juli hingga 14 Agustus 2022. Menempuh jarak sejauh 462 kilometer, melintasi 491 desa yang berada di 12 kabupaten di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Start dari pintu air Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah dan akan berakhir di Desa Bedanten, Gresik, Jawa Timur.[4] Misi ekspedisi ini mengusung konsep river side ecologycal society guna menggalang partisipasi masyarakat yang berada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo, dari kawasan hulu hingga ke hilir.[4] Penanggung Jawab Misi Aksi dan Mitigasi Ekspedisi Bengawan Solo, Tofan Ardi, mengatakan sungai ini kini sudah menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah industrial. Material kimia tersebut juga meracuni ekosistem yang ada di Bengawan Solo. [4] misi itu tak hanya mengajak masyarakat mengenang kejayaan sungai terpanjang di Jawa itu sebagai bagian dari pusat peradaban di tanah Jawa. [5] "Misi ini juga bertujuan menyajikan data mengenai kondisi terkini Bengawan Solo dan memetakan strategi konservasi, yang selaras dengan poin-poin dalam Sustainable Development Goals," katanya, saat singgah di Taman Sunan Jogo Kali di Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Solo, Sabtu (15/7/2022). [5] Referensi
|
Portal di Ensiklopedia Dunia