Eksistensi mendahului esensi

Gagasan bahwa eksistensi mendahului esensi (bahasa Prancis: l'existence précède l'essence) adalah klaim utama filsafat eksistensialisme, yang membalikkan pandangan filsafat tradisional bahwa esensi (kodrat) sesuatu itu lebih mendasar dan tak dapat diubah daripada eksistensi (keberadaan).[1] Bagi kaum eksistensialis, manusia melalui kesadaran mereka dapat menciptakan nilai mereka sendiri dan menentukan makna kehidupan mereka sendiri, karena manusia tidak memiliki identitas atau nilai yang melekat dengan dirinya. Identitas atau nilai ini harus diciptakan oleh individu. Dengan ini mereka dapat menjadikan keberadaan mereka lebih bermakna.[2][3]

Gagasan ini dikemukakan oleh Jean-Paul Sartre pada abad ke-20. Pernyataan ini bermula dalam sebuah kuliah yang ia sampaikan pada tahun 1945,[4] "L'existentialisme est un humanisme".

Catatan kaki

  1. ^ Plato, Timaeus; Aristotle, Metaphysics; St Thomas Aquinas, Summa contra Gentiles, Pars 3:1, Summa Theologiae, Pars 1:1, etc. Analysis of "existence before essence" in Etienne Gilson, The Christian Philosophy of Saint Thomas Aquinas, Introduction.
  2. ^ (Prancis) (Dictionary) "L'existencialisme" - see "l'identité de la personne"
  3. ^ (Prancis) Encyclopédie de la jeunesse, 1979, hlm.567
  4. ^ The lecture was delivered on Monday, October 29, 1945, although not published until 1946. "Existentialism is a Humanism." trans. Carol Macomber, preface by Arlene Elkaïm-Sartre, ed. John Kulka (New Haven: Yale, 2007), hlm. vii.