Efek Beragun Aset (EBA) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Asset-backed security adalah efek (surat berharga) yang terdiri sekumpulan aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial seperti tagihan kartu kredit, pemberian kredit, termasuk kredit pemilikan rumah, apartemen, kredit mobil, efek bersifat utang yang dijamin oleh pemerintah, sebagai sarana peningkatan kredit, serta aset keuangan yang setara maupun aset keuangan lain yang berkaitan dengan aset keuangan dan arus kas. Dalam prosesnya, kreditor awal (originator) mengalihkan aset keuangannya kepada para pemegang EBA.[1]
Aset keuangan yang dikumpulkan menjadi satu ini menjadikan aset yang kecil dan tidak berharga menjadi bernilai, juga dengan adanya diversifikasi tersebut mengurangi tingkat risiko. Sekuritisasi aset ini membuat aset-aset ini dapat menjadi sarana investasi dari para investor.
Keterlibatan bank sentral dalam perdagangan EBA juga telah dilakukan di Jepang di mana dengan likuiditas perbankan yang besar, tetapi dana tersebut hanya berputar di perbankan saja tidak mengalir ke sektor riil, maka Bank of Japan (BOJ) kemudian langsung membeli surat yang diterbitkan. Demikian pula dengan Bank Indonesia yang melakukan satu terobosan besar dengan turut membeli EBA melalui pasar sekunder dan hal ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Bank Indonesia (BI) yang memperbolehkan BI membeli surat berharga di pasar sekunder.
Manfaat EBA bagi investor-investor Indonesia
Dari sisi investor ada beberapa manfaat yang didapatkan melalui pembelian instrumen ini yakni:[2]
- Sebagai suatu alternatif pendanaan jangka panjang yaitu untuk masa 3 tahun hingga 10 tahun, di mana Kontrak investasi kolektif EBA akan lebih menarik bagi investor dibanding dengan surat utang yang lain seperti obligasi dan promes,karena didukung dengan aset yang likuid dengan risiko yang relatif kecil.
- Meski penerbit EBA (originator) pailit, tagihannya akan senantiasa tetap ada. Ini berbeda dari pembeli obligasi atau promes, yang akan kehilangan dananya kalau perusahaan penerbit obligasi atau promes yang bersangkutan mengalami kepailitan.
- EBA memberikan keuntungan bagi investor karena akan memperoleh klaim langsung pada aset yang menjadi dasar EBA serta mendapat default rate yang rendah karena terbaginya aset piutang ke dalam banyak debitur.[3]
Beberapa keunggulan dari EBA
- Biaya dana yang murah, para penerbit EBA akan mengeluarkan biaya yang lebih murah di mana dengan meningkatnya rating atas kualitas piutang yang dijaminkan yang berarti terjaminnya pasokan arus kas dari EBA sehingga dapat ditawarkan dengan tingkat pengembalian rendah untuk investor dan investornya menyukainya karena investasinya lebih aman.
- Efisiensi penggunaan modal dengan adanya EBA maka struktur neraca perusahaan akan semakin besar daya ungkitnya (leverage) di mana pengelolaan manajemen keuangan perusahaan akan semakin pruden, taat asas dan efisien dalam menggunakan dana yang dimiliki karena relatif tingginya struktur daya ungkit (leverage) sebagai akibat dari adanya EBA tersebut.
- Diversifikasi sumber pembiayaan bukan hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar tetapi juga oleh perusahaan kecil atau perusahaan non-investasi.
- Sumber likuiditas khususnya untuk perusahaan menengah kecil yang sering menghadapi masalah peminjaman secara tradisional maka sekuritisasi sangat membantu perkembangan perusaahaan tersebut.
- Keterbukaan informasi publik yang lebih minim daripada metode pembiayaan lain, di mana meskipun EBA ditawarkan untuk umum, sisi keterbukaan dari penerbit (issuer) tidak dituntut seperti halnya tuntutan keterbukaan pada emiten dari efek yang lain.
- Di Indonesia, EBA salah satu instrumen yang dipersamakan dengan surat berharga negara (SBN) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 36 Tahun 2016.[4]
Risiko yang mungkin ditimbulkan oleh EBA
- Risiko suku bunga, di mana EBA akan mengalami fluktuasi harga akibat pengaruh dari perubahan suku bunga, harga EBA akan turun bila terjadi peningkatan suku bunga.
- Pelunasan lebih awal (early call) akan memengaruhi yield yang diterima bila terjadi pelunasan lebih awal.
- Gagal bayar, pemegang EBA akan mengalami kerugian apabila debitur dari asset jaminan mengalami kebangkrutan atau tidak mampu membayar tepat pada waktunya atas bunga dan pinjaman pokok.
Perdagangan EBA
Amerika
Di Amerika, EBA ini disebut juga Asset backed security proses penerbitan EBA adalah sama dengan proses penerbitan surat berharga lainnya seperti obligasi perusahaan serta tunduk kepada peraturan-peraturan berdasarkan Undang-undang Surat Berharga Amerika 1933 (Securities Act of 1933) dan perubahan Undang-undang Pasar Modal 1934 (Securities Exchange Act of 1934). Penerbitan EBA yang diperdagangkan di pasar modal harus memenuhi standar ketentuan pendaftaran yang dikeluarkan oleh badan pengawas pasar modal di Amerika ( Securities Exchange Commission - SEC) serta pengungkapan informasi kepada publik serta menerbitkan laporan keuangannya secara berkala.[5]
Proses perdagangan EBA di pasar sekunder juga sama dengan proses perdagangan obligasi perusahaan di mana kebanyakan perdagangan dilakukan pada pasar perdagangan over-the-counter (perdagangan di luar bursa) sehingga tidak pernah diketahui nilai pasti perdagangan EBA di pasar sekunder ini.[5]
Sebuah penelitian oleh Asosiasi Pasar Obligasi menunjukkan data bahwa pada akhir tahun 2004 di Amerika dan Eropa terdapat 74 sarana perdagangan elektronis untuk perdagangan obligasi pendapatan tetap dan derivatif di mana di antaranya 5 di Amerika dan 8 di Eropa adalah merupakan sarana perdagangan EBA.[5]
Harga EBA ini biasanya ditentukan berdasarkan kurs swap. Misalnya EBA berbasiskan tagihan kartu kredit dengan jatuh tempo 2 tahun, oleh penerbit EBA dapat dinilai dengan 5 basis poin (atau kurang) di atas kurs swap.[5]
Indonesia
Pada saat ini, di Indonesia belum ada suatu Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang sekuritisasi ataupun sarana khusus[6] untuk itu, kecuali yang tersurat dan tersirat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya.
Berdasarkan ketentuan pasar modal Indonesia, sarana khusus yang digunakan dalam proses penerbitan EBA atau yang juga dikenal dengan proses sekuritisasi adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset(KIK EBA), yang bukan merupakan badan hukum akan tetapi suatu perjanjian yang dibuat oleh manajemen investasi dan bank kustodian yang relatif unik karena juga mengikat para pemegang EBA.
Penjualan EBA kepada investor dapat dilakukan melalui penawaran umum di pasar modal Indonesia atau dijual kepada investor strategis. Apabila akan dijual melalui penawaran umum, maka wajib mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal, sedangkan efek beragun aset yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum cukup dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Arus kas pelunasan EBA dari debitur dilakukan kepada penyedia jasa dan kemudian oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset disalurkan kepada pemegang EBA sesuai janjinya.
Pada tanggal 12 Februari 2009, untuk pertama kalinya telah diterbitkan Efek Beragun Aset melalui penawaran umum dan dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia. Bank Tabungan Negara sebagai kreditur awal menjual aset Kredit Pemilikan Rumah kepada KIK EBA yang dikelola oleh Danareksa Investment Management sebagaimanajer investasi dan Bank Rakyat Indonesia sebagai Bank Kustodian. Efek ini bernama Efek Beragun Aset Danareksa SMF[7] I - KPR BTN (DSMF01).
Peraturan EBA di Indonesia
Beberapa ketentuan yang secara langsung berkaitan dengan Efek Beragun Aset di Indonesia:
- Peraturan Bapepam Nomor V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi berkaitan dengan Efek Beragun Aset;
- Peraturan Bapepam Nomor VI.A.2 tentang Fungsi Bank Kustodian berkaitan dengan Efek Beragun Aset;
- Peraturan Bapepam Nomor IX.C.9 tentang Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset;
- Peraturan Bapepam Nomor IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk Dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset;
- Peraturan Bapepam Nomor IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset; dan
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-147/PJ/2003 tanggal 13 Mei 2003 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Dan Para Investornya.
- Peraturan No. IX.K.1 - Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-493/BL/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities)
- Peraturan II-F - Keputusan Direksi PT BEI Nomor KEP-00011/BEI/02-2009 Tahun 2009 tentang Perdagangan Efek Beragun Aset (EBA) di Bursa
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2014 Tahun 2014 tentang Laporan Bulanan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2014 Tahun 2014 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2015 Tahun 2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK 04/2014 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi dalam rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
Prancis
Perdagangan EBA di Prancis diatur berdasarkan Undang-undang mengenai efek beragun aset no 88-1201 tanggal 23 Desember 1988 yang dikenal dengan nama the Securitization Law, tersebut lahirlah apa yang kemudian dikenal sebagai Special Purpose Vehicle (SPV) Prancis, yang dalam bahasa Prancis disebut dengan Founds Comune de Crěances (FCC). Adanya amendemen dari negara Prancis pada tahun 1999 terhadap peraturan sekuritisasi yang berlaku di negara tersebut ditujukan lebih kepada peningkatan kualitas SPV, hal ini karena sebelum amendemen dilakukan, keadaan iklim sekuritisasi di Prancis sendiri sudah memuaskan.
Di Prancis, sebuah SPV bisanya di tujukan untuk credit default swap guna menjamin risiko timbulnya gagal bayarnya kredit (bagi pembeli).
Jepang
Di Jepang,pasar sekuritisasi belum terlalu berkembang pesat jika dibandingkan dengan kondisi yang ada di Amerika. Namun dengan adanya manfaat dan keuntungan yang tergambar jelas dari instrumen ini, ada beberapa kendala yang melingkupi praktik praktik sekuritisasi di Jepang antara lain:
- Proses transfer asset dari sekuritisasi aset ini biayanya sangat mahal.
- undang-undang perusahaan di Jepang mengkondisikan sekuritisasi menjadi sesuatu hal yang mahal dalam membentuk Special Purpose Entity (SPE) sebagai sarana atas sekuritisasi asset dimaksud di mana pembentukan SPE ini mensyaratkan modal minimum 10 juta yen.
- Struktur pengaturan dari pasar modal yang kompleks dan tidak fleksibel
Korea Selatan
Korea Selatan pada bulan September 1998,menerbitkan paket perundang-undangan mengenai restrukturisasi lembaga keuangan yang
juga sekaligus memperkenalkan konsep Efek Beragun Aset dan reksadana.
Pada akhir tahun 1998 tidak lama setelah dikeluarkannya peraturan tentang EBA, Korean Export Import Bank (KEXIM) melakukan sekuritisasi atas tagihannya senilai total USD 265 juta yang terdiri dari wesel tagih (surat sanggup bayar) dan EBA yang diterbitkan ini mendapatkan rating AAA dengan suku bunga 1.5% di atas London Inter Bank Offered Rate (LIBOR).
Pada tahun 1999 Korea Selatan juga mengeluarkan Unddang-undang sekuritisasi EBA (Mortgage Backed Securitisation Law) yang memberikan keleluasaan bagi perusahaan Korea Selatan untuk mengembangkan dan memperdagangkan mortgage-back certificates, mortgage bond, dan real estate investment trust (REIT)
Pada tahun 1999 tersebut pula, pemerintah Korea mendirikan mortgage securitization body yang bernama Korea Mortgage Corp (KOMOCO) yaitu badan usaha milik pemerintah yang bergerak dibidang sekuritisasi tagihan-tagihan kredit perumahan, yang merupakan usaha patungan dengan International Finance Corporation (IFC) yang merupakan anak perusahaan Bank Dunia.
Jerman
Penjualan EBA pertama kali dilakukan oleh kelompok perbankan yang beroperasi secara internasional pada bulan November 1990 yang melakukan transfer sebagian dari portofolio pinjaman hire-purchasenya untuk dijual dalam SPV yang ada di luar negeri.
Catatan kaki
Lihat pula
Pranala luar
Bacaan lanjutan
- Jason H. P. Kravitt, Securitization of Financial Assets, Second Edition, Aspen Publishers, New York, New York, 2005.
- Steven L. Schwarcz, Structured Finance A Guide to the Fundamentals of Asset Securitization, November 1990, Second Printing, Practicing Law Institute.
- McLean, Bethany (2007). "Asset Backed Securities: The Dangers of Investing in Subprime Debt", Fortune.