Darah yang dijadikan makanan berasal dari berbagai jenis hewan, umumnya mamalia besar yang diternakkan seperti sapi, babi, domba, dan sebagainya. Di Asia, darah unggas juga umum dikonsumsi (misal Tiết canh asal Vietnam). Darah dapat disajikan sebagai makanan dengan dijadikan sosis, puding, panekuk, sup, hingga dikonsumsi mentah.[1] Di Tibet, darah yak yang dikentalkan merupakan makanan tradisional warga setempat.[2] Masyarakat Inuit mengkonsumsi darah anjing laut secara langsung dengan meminumnya karena diyakini mengembalikan kekuatan para pemburu dan dipercaya mampu menyehatkan badan.[3][4] Masyarakat Maasai juga mengkonsumsi darah sapi secara langsung di perayaan tertentu.[5]
Darah yang akan dijadikan makanan dimasak terlebih dahulu hingga mengental lalu ditambahkan bahan pengisi hingga menjadi padat. Bahan pengisi dapat berupa tepung jagung, suet, daging, dan serealia.
^Davidson, Alan. The Oxford Companion to Food. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2006., p. 81-82.
^Ma Jian, Stick Out Your Tongue Chatto and Windus London, 2006.
^Searles, Edmund. "Food and the Making of Modern Inuit Identities." Food & Foodways: History & Culture of Human Nourishment 10 (2002): 55–78.
^Borré, Kristen. "Seal Blood, Inuit Blood, and Diet: A Biocultural Model of Physiology and Cultural Identity." Medical Anthropology Quarterly 5 (1991): 48–62.