Chung Ju-Yung (25 November 1915 — 21 Maret 2001) selalu diasosikan dengan grup Hyundai. Sebagai pelopor dalam globalisasi Korea, ia memainkan peranan penting dalam sejarah Korea modern.
Kehidupan awal
Chung Ju-Yung lahir sebagai anak petani dari 8 bersaudara, 6 laki-laki dan 2 perempuan di Asan-ri, Songjon-myun,Kangwon-do, pegunungan di utara Korea. Waktu itu, Korea sudah di bawah pemerintahan Kekaisaran Jepang sejak 1910.
Sebagai anak tertua, dia turut bekerja keras dan bertanggung jawab atas adik-adiknya. Ayahnya sendiri mendidik Ju-Yung sebagai petani dari kecil. Ia sendiri lulus dari sekolah dasar Songjon pada tahun 1931. Sembari sekolah dia memiliki hobi membaca surat kabar di kantor desa dengan harian Dong sebagai surat kabar satu-satunya yang bisa ditemui di tempatnya. Melalui surat kabar itulah Ju-yung mendapatkan lowongan kerja di bidang konstruksi di sebuah pelabuhan besar Chungji, kota dekat bekas wilayah Uni Soviet.
Tahun 1930-an
Chung Ju-Yung akhirnya meninggalkan keluarganya, bersama kawannya ia pergi ke Chungji untuk mencari pekerjaan. Di kota Wonsan, ia berharap kawannya di sana memberikan pekerjaan. Namun sayangnya dia tidak mendapatkan pekerjaan bahkan sampai harus tidur di ruang terbuka. Dalam perjalanannya ke Chungjin, dia mendapatkan pekerjaan sebagai buruh dalam pengerjaan rel kereta api. Namun dia dipanggil pulang oleh ayahnya. Kemudian dia mencoba lari dari rumah untuk mencari pekerjaan namun ayahnya berhasil membawanya pulang kembali ke rumah. Ju-Yung akhirnya membaca iklan untuk mengikuti pendidikan di sebuah sekolah akuntansi. Dia tertarik dan memutuskan untuk lari dari rumah ketiga kalinya dengan mengambil uang ayahnya sebesar 70 won dan pergi ke stasiun Chunglyanglee, pada tanggal 10 April 1932. Dia menggunakan uang itu untuk bekal sekolah. Dia sangat keras dan tekun untuk belajar selain itu juga hobi untuk membaca buku-buku perpustakaan dan membaca buku-buku terkenal seperti Biografi Napoleon Bonaparte (Life of Napoleon), Biografi Abraham Lincoln dan Kisah Tiga Kerajaan (The Three kingdoms), dan lain-lainnya. Chung Ju-Yung bersitegang dengan ayahnya ketika ayahnya berhasil menemuinya di pondokannya. Dia berkata "Saya tidak ingin pulang mencangkul, mengerjakan pekerjaan petani, saya tidak ingin melarat di pedesaan". Karena kondisi di pedesaan semakin parah, dia dan temannya melarikan diri lagi dari rumah namun berpisah di Seoul. Chung sendiri melanjutkan perjalanannya ke Inchon untuk mencari pekerjaan dan bekerja menjadi apa saja. Dia bekerja menjadi kuli bangunan. Tak betah, ia mengadu nasib ke Seoul. Di sana ia mendapat pekerjaan di toko Bokheung Firm dan bekerja sebagai pengirim barang ke konsumen dengan gaji bulanan. Saat itu, 1934 Chung sendiri masih berusia kurang dari 20 tahun.
Ternyata karier Chung di sana cukup baik, ia lalu dipercaya oleh pimpinannya. Dari gajinya yang ia kumpulkan, kemudian Chung membeli beberapa properti untuk keluarganya di Tongchon. Dan tak lama setelah itu, Chung Ju-Yung menikah dengan Byun Joong-Seok, gadis dari desa yang sama.
Tak lama setelah berkeluarga, Chung kembali ke Seoul dan menyewa rumah di Shintangdong, di situ dia juga membuka toko kelontongnya bernama Kyongil Firm. Dengan mengelola bisnis sendiri, ia belajar tentang manajemen bisnis. Sebagai hasilnya, kehidupan ekonominya cukup baik.
Pada tahun 1937, Jepang melancarkan agresi militer ke Cina. Sehingga untuk keperluan militer semua bahan dibutuhkan dan toko Chung menjadi pilihan untuk ditutup. Ini sangat menekan Chung dan akhirnya membuatnya bangkrut, dengan demikian dia akhirnya tinggal di desa bersama keluarganya untuk sementara.
Tahun 1940-an
Pada tanggal 1 Februari 1940 ia membuka bengkel mobil dengan nama "A do Service". Ia membeli tanah seharga 5.000 won baik dari tabungannya dan pinjaman dari konsumennya. Namun baru lima hari dibuka, bengkelnya sudah terbakar. Tak kenal menyerah, Chung meminjam 3.000 won dari konsumennya kembali dan menjalankan A do Service-nya di tempat baru dengan 50 pekerja. Namun ia sering mendapat masalah dengan polisi Jepang. Untuk menghindari masalah, ia menarik hati para polisi itu dan usahanya kembali berjalan lancar.
Bengkelnya juga menerapkan strategi baru yang menerapkan efisiensi kerja dan ketetapan waktu sehingga mampu menangani pekerjaan lebih cepat dari rivalnya. Strategi ini kemudian diterapkan menjadi kode rahasia Hyundai dan sekaligus menjadi fondasi dalam mengembangkan Hyundai Motor Company nantinya.
Pada akhir 1941, Jepang memulai perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya atau Dai toa senso) dalam Perang Dunia II. Di sini Jepang mengerahkan dan memobilisasi segala sumber daya Korea. Banyak perusahaan Korea mengalami gulung tikar termasuk perusahaan Chung Ju-Yung yang terpaksa harus merger dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Ini merupakan cobaan berat untuk Chung.
Tahun 1950-an
Pada 15 September 1950, prajurit Amerika Serikat (AS) mendarat di Inchon dan mengarah ke utara dan terlibat dalam Perang Korea. Prajurit AS banyak membutuhkan pengerjaan-pengerjaan dalam bidang konstruksi. Chung Ju-Yung melibatkan diri di dalamnya dan dibantu oleh seorang letnan AS bernama McAllister. Namun suatu hari Ju-Yung mengerjakan proyek di Jembatan Golyong (Golyong Bridge) di atas sungai Nakdong yang dimulai pada bulan Oktober 1953 dan selesai pada Mei 1955 dengan anggaran 50 juta Won namun dia mengalami kerugian 70 juta Won. Defisit sangat tinggi ini hampir membuat Hyundai bangkrut. Di sini ia tidak menyerah, dia mengatakan "Ini bukan kekalahan tetapi percobaan baru". Di sinilah saatnya untuk menetapkan reputasi perusahaan yang lebih baik sebagai salah satu strateginya. Hyundai memenangkannya sekalipun diperlukan 20 tahun untuk membayar utang-utangnya.
Tahun 1960-an
Pada bulan Desember 1966, dua tahun sebelum memulai proyek jalan raya Seoul-Pusa, lahirlah Hyundai Motor Company di Seoul. Sebelum itu, mobil-mobil di Korea diimpor dari Jepang dan waktu itu, permintaan mobil sangat kecil di pasar sekitar 30 ribu per tahun. Dan sangat tidak memungkinkan untuk mendirikan industri mobil di Korea. Tetapi Ju-Yung bersikeras untuk membuat industri mobil di sana. Bermodal pengalaman mendirikan bengkel mobil serta keyakinan bahwa "kemakmuran sebuah negara berjalan bersamaan dengan mobilitas dan fleksibilitas di mana sejarah perkembangan manusia tentang mobilitas dari berkuda sampai menggunakan mobil, membuktikan hal tersebut". Maka kemudian Hyundai menjelma menjadi pabrikan mobil dengan output satu juga unit per tahun yang menempatkannya sebagai pabrikan mobil terkuat di dunia. Sekiranya Chung Ju-Yung tidak mengambil inisiatif, niscaya Industri Otomotif di Korea hanyalah tinggal angan-angan.
Tahun 1970-an
Kemudian Hyundai dan Ford menjalin kontrak dalam teknologi perakitan dalam tempo dua tahun di mana Ford menginvestasikan sebesar 79 % sementara Hyundai 21%. Setelah kesepakatan 2 tahun ini selesai, Hyundai menawarkannya dengan besaran 50:50. Karena Ford tidak berencana melanjutkan bisnis di Korea, negosiasi itu berakhir di tengah jalan. Chung akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perakitan mobil itu sendiri atas nama Korea. Dia kemudian mempercayakan Hyundai Motors itu kepada adiknya Chung Se-Yung dan belatar ke Italia untuk teknologi otomotif advance. Model pertama Hyundai yang keluar dari jalur perakitan adalah Hyundai Pony pada Januari 1976 yang menjadi mobil pertama yang keluar dari pabrikan Korea. Produksinya bertepatan dengan membaiknya kondisi Ekonomi Korea dan mulai selesainya proyek jalan-jalan. Produksi lokal ini kemudian menjadi sangat sukses. Chung akhirnya menghentikan kooperasi dengan Ford dan menjalankan perusahaan mobil sendiri.
Berbasis dari Hyundai Pony, Hyundai kemudian melanjutkan dengan mobil-mobil generasi selanjutnya. Lahirlah kemudian model seperti Hyundai Excel yang sangat sukses di pasar Amerika Serikat. klien Amerikanya sangat terkejut dengan imajinasi para pembuatnya. Mereka tidak tahu kalau pembuat mobil ini awalnya hanyalah anak miskin dari pegunungan Korea.
Hyundai grup akhirnya berkembang menjadi perusahaan yang tidak hanya berbasiskan pada mobil. Terdapat pula perusahaan elektronik, industri-industri berat, Miscellaneous, Konstruksi serta Finance & Services.