Ayahnya, Solomon Bandaranaike adalah seorang menteri pemerintahan yang kemudian menjadi Perdana Menteri Sri Lanka. Ayahnya terbunuh pada 1959, ketika Chandrika berumur 14 tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya, Sirimavo Bandaranaike menjadi Perdana Menteri wanita pertama di dunia pada tahun 1960.
Chandrika terpilih sebagai PM pemerintahan Aliansi Rakyat pada 19 Agustus1994, dan sebagai Presiden pada pemilu yang diadakan pada November dalam tahun yang sama. Ibunya dilantik sebagai penggantinya dalam jabatan PM. Pada masa awal pemerintahannya, ia mencoba upaya damai terhadap kelompok separatis Macan Tamil namun gagal, dan sejak saat itu menggunakan strategi yang lebih berbau militer terhadap mereka.
Ia kehilangan kemampuan penglihatan di mata kanannya saat seorang pengebom bunuh diri mencoba membunuhnya saat berkampanye untuk pemilu pada tahun 1999. Hubungannya dengan lawan politiknya Ranil Wickremasinghe, yang menjadi PM baru pada tahun 2001, berlangsung tidak harmonis. Perlakuan Wickremasinghe yang lebih terbuka terhadap kelompok Macan Tamil tidak disukai Chandrika.
Ia kembali menang dalam pemilu tahun 2004 bersama dengan Front Rakyat Pembebasan (JVP) yang membentuk koalisi UPFA dengan partainya. Namun pada Juni 2005, kedua pihak tersebut berselisih pendapat soal mekanisme bersama dengan Macan Tamil untuk membagi dana bantuan asing yang akan digunakan untuk membangun kembali daerah yang dilanda tsunami akibat gempa bumi Samudra Hindia 2004. Pemerintahnya menjadi minoritas dalam parlemen.
Kumaratunga digantikan perdana menterinya, Mahinda Rajapakse, setelah Rajapakse memenangkan pemilu presiden pada November 2005.