Rajapaksa bekerja di sebuah perpustakaan sebelum belajar hukum. Hal ini masih dilakukan meskipun terpilih sebagai anggota parlemen untuk Partai Kemerdekaan Sri Lanka (SLFP: Sri Lanka Freedom Party) untuk wilayah pemilihan Beliatta di Distrik Hambantota. Ayahnya juga pernah mewakili daerah pemilihan yang sama pada periode 1947-1960. Pada tahun 1974, ia memperoleh gelar hukum dari Colombo Law College dan tampil sebagai pengacara hak asasi manusia.
Ia telah mewakili distrik Hambantota di parlemen pada tahun 1970 dan kehilangan keanggotan parlemennya pada tahun 1977 karena SLFP kalah mutlak. Pada tahun 1980, ia menjadi Ketua Panitia Sri Lanka untuk Solidaritas Palestina hingga terpilih kembali ke parlemen pada tahun 1989. Ia mewakili Distrik Hambantota di bawah Perwakilan Proporsional dan menjadi seorang pemimpin menonjol bersama Manorani Saravanamuttu dari Mothers Front yang mengorganisasikan para ibu terhilang dalam teror putih pada periode 1988-1990.
Ia diangkat menjadi Profesor Emeritus oleh Universitas Visva Bharati (Calcutta, India) karena catatan keberhasilannya dalam hak-hak asasi manusia. Pada awal 1990-an, ia terpilih masuk ke Komite Sentral SLFP dan ikut berkampanye re-organisasi yang dipimpin oleh Anura Bandaranaike, Anil Moonesinghe, DM Jayaratne, dan Berty Premalal Dissanayake. Ia juga memimpin barisan Pada Yatra dari Colombo ke Kataragama untuk memprotes pemerintahan Partai Nasional Serikat (United National Party) hingga pemerintahan itu terjatuh.
Periode 1994-2001, ia menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Perikanan dalam Kabinet Presiden Chandrika Kumaratunga. Ia menimbulkan kontroversi ketika memperkenalkan Undang-undang Perburuhan. Sebenarnya, ia mengupayakan terwujudnya hak-hak serikat kerja, komisi perupahan, perlindungan kesejahteraan sosial, sebuah Lembaga Pelatihan Serikat Pekerja Nasional serta fasilitas bagi penyelesaian perselisihan perburuhan.
Reformasi perburuhannya dihambat oleh para pengusaha lewat permohonan kepada Presiden Chandrika Kumaratunga. Seketika, ia langsung dipecat dari jabatan itu, sehingga Undang-undang Perburuhan yang digagasnya tidak pernah terlaksana. Sebagai Menteri Perikanan, ia menciptakan desa-desa percontohan bagi nelayan dan memulai pembangunan rumah susun bagi mereka, karena selama itu para nelayan tinggal di gubuk-gubuk yang beratap daun kelapa.
Ia memulai suatu universitas bagi Kelautan dan mendirikan sebuah Unit Pengawal Pantai. Selain itu ia memegang jabatan untuk Pelabuhan dan Pelayaran serta Perikanan selama tiga bulan. Selama jangka waktu itu, ia mengagendakan pembangunan sebuah pelabuhan baru di Hambantota.
Perdana Menteri dan Presiden
Ketika Aliansi Persatuan Kemerdekaan Rakyat menang dalam pemilihan legislatif 2004, banyak orang berharap bahwa Presiden Chandrika Kumaratunga menunjuk Lakshman Kadirgamar sebagai perdana menteri. Tetapi karena ketidakpopulerannya atau karena ia seorang Tamil Sri Lanka yang beragama Kristen, presiden kemudian menunjuk Rajapaksa. Ia disumpah sebagai Perdana Menteri Sri Lanka yang ke-13 pada 6 April2004. Jabatan ini berakhir pada 21 November2005.
Di depan Anura Bandaranaike, Rajapaksa dipilih sebagai calon presiden dari SLFP untuk pemilihan presiden 17 November2005. Calon yang dihadapi adalah Ranil Wikremasinghe yang juga mantan Perdana Menteri Sri Lanka. Dengan 4,88 juta suara (50,3%) pemilih, ia menyisihkan calon presiden Ranil Wikremasinghe yang memperoleh 4,69 juta suara. Ketua Komisi Pemilu Dayananda Dissanayake menandaskan, Rajapaksa memenangi 180.786 suara lebih besar dari saingannya. Ia memperoleh 50% lebih, sehingga tidak perlu ada pemilu ulang. Pengumuman kemenangan tersebut dilakukan pada saat ulang tahunnya yang ke-60 pada 18 November2005 dan disumpah pada 19 November2005.
Pada 3 Februari 2007, ia mengajukan tawaran bergabung bersama pemerintah kepada para pemberontak Macan Tamil untuk melanjutkan perundingan damai secara langsung dan mengajak Aliansi Nasional Tamil (TNA) bergabung bersama pemerintah untuk memecahkan konflik berkepanjangan (4 Februari 2007). Ia juga meminta Macan mulai meletakkan senjata.