Catch and killDalam dunia jurnalisme, istilah catch and kill (bahasa Indonesia: tangkap dan bunuh) merujuk kepada praktik yang digunakan oleh surat kabar dan media untuk mencegah seseorang mengungkapkan informasi yang merugikan pihak ketiga secara publik. Hal ini biasanya dilakukan untuk melindungi reputasi seseorang, mencegah skandal, atau menutupi tindakan ilegal.[1] Sebuah media atau pihak tertentu akan membeli hak atas sebuah berita atau informasi dari seseorang dengan tujuan agar tidak dipublikasikan, atau dengan kata lain, "membunuhnya".[2] Orang yang memiliki informasi tersebut sering kali tidak menyadari jika sebenarnya media bermaksud untuk menyembunyikan informasi yang dimilikinya alih-alih menerbitkannya. Praktik ini secara teknis berbeda dengan penggunaan uang tutup mulut, di mana seseorang disuap oleh pihak ketiga untuk secara sengaja menyembunyikan informasi yang merugikan, meski maksud dan tujuannya sama. MotifMotif utama dari praktik catch and kill adalah untuk melindungi kepentingan seseorang, organisasi, atau kelompok tertentu dengan cara mencegah informasi sensitif atau merugikan untuk dipublikasikan.[1] Praktik ini sering digunakan untuk mempertahankan citra positif seseorang atau kelompok yang berpengaruh, terutama tokoh publik, perusahaan besar, atau politisi. Dalam konteks politik, motifnya adalah menghindari skandal yang dapat merusak reputasi atau menggagalkan karier politik.[3] Sementara itu, dalam dunia bisnis atau hiburan, praktik ini dilakukan untuk melindungi citra merek atau popularitas yang berpotensi terganggu akibat pemberitaan negatif.[4] Selain itu, pihak media yang melakukan catch and kill sering kali memiliki kepentingan finansial atau relasional dengan pihak yang dilindungi, seperti kerjasama bisnis atau kedekatan personal. Dengan menyembunyikan informasi dari publik, praktik ini memanipulasi persepsi publik dan menghambat transparansi, sehingga agenda tertentu dapat terus berjalan tanpa gangguan atau pertanggungjawaban. EtikaPraktik catch and kill sangat bertentangan dengan kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik menekankan pada beberapa prinsip dasar, seperti kebenaran, akurasi, independensi, akuntabilitas, dan transparansi.[5] Catch and kill melanggar hampir semua prinsip ini. Pertama, dengan menyembunyikan informasi penting dari publik, praktik ini menghalangi hak publik untuk tahu dan mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang. Kedua, praktik ini seringkali melibatkan kesepakatan rahasia dan perjanjian kerahasiaan (NDA), yang bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.[6] Ketiga, catch and kill seringkali digunakan untuk melindungi pihak-pihak yang berkuasa atau memiliki kepentingan tertentu, yang merusak independensi jurnalisme dan menciptakan bias dalam pemberitaan.[3] Keempat, praktik ini dapat mengabaikan kepentingan korban atau pihak yang dirugikan dengan menutupi fakta-fakta yang seharusnya diungkapkan kepada publik.[1][4] Praktik catch and kill bukan hanya sekadar penyembunyian informasi, tetapi juga merupakan bentuk manipulasi informasi yang merusak kepercayaan publik terhadap media dan menghambat penegakan keadilan. Contoh kasusPada tahun 2016, American Media dituduh membayar sebesar $150.000 kepada Karen McDougal untuk informasi tentang hubungannya dengan Trump, tanpa bermaksud menerbitkan cerita tersebut. American Media melakukan "perjanjian hak informasi orang hidup" yang mencakup "kepemilikan eksklusif atas informasinya tentang hubungan romantis, pribadi, atau fisik apa pun yang pernah dimilikinya dengan 'pria yang saat itu sudah menikah'". Sebagai tanggapan, America Media menyatakan bahwa kesepakatan tersebut mencakup elemen lain seperti kolom reguler dari McDougal, dan memutuskan untuk tidak menggunakan informasi tersebut. CEO American Media, David Pecker, adalah teman Trump.[7][8] Referensi
|