Cadar (bahasa Arab: نِقاب, niqāb) adalah kain penutup kepala atau wajah bagi perempuan.[1]Niqab adalah istilah syar'i untuk cadar yaitu sejenis kain yang digunakan untuk menutupi bagian wajah. Cadar dikenakan oleh sebagian kaum perempuan Muslimah sebagai kesatuan dengan jilbab (hijab). Cadar banyak dipakai wanita di negara-negara Arab sekitar Teluk Persia seperti Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab. Biasanya juga ditemukan dan digunakan oleh wanita di negara Pakistan, dan beberapa wanita Muslim di negara Barat.
Dalam hukum Islam
Terdapat perbedaan dalam mazhab-mazhab fikih Islam (terutama Sunni) mengenai hukum penggunaan cadar bagi wanita. Perselisihan pendapat antara ahli fikih umumnya berkisar mengenai pengunaannya, apakah hal tersebut wajib (fardu), disarankan (mustahab), ataukah sekadar boleh. Perbedaan pendapat tersebut tidak bertentangan dan tidak perlu saling dibenturkan, karena tidak ada mazhab Islam yang mengharamkannya. Sebagai contoh mazhab Syafi'i, mazhab yang dianut oleh mayoritas umat muslim di Asia Tenggara, memiliki pendapat yang mu’tamad. Dalam mazhab Syafi’i menyatakan bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan oleh pihak lain (bukan mahram) adalah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Konsekuensinya adalah ia wajib menutupi kedua telapak tangan dan memakai cadar untuk menutupi wajahnya.[2]
“Bahwa perempuan memiliki tiga aurat. Pertama, aurat dalam shalat dan hal ini telah dijelaskan (sebelumnya). Kedua aurat yang terkait dengan pandangan orang lain terhadapnya, (auratnya) yaitu seluruh badannya termasuk wajah dan kedua telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad...”
— Lihat Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani, Bairut-Dar al-Fikr, juz, II, h. 112
Kriminalisasi dan pelarangan
Cadar atau niqab menuai kontroversi di Dunia Barat. Di Prancis, meski tidak disasar secara individu, cadar masuk dalam peraturan perundang-undangan yang melarang benda-benda religius baik dari Kekristenan, Yahudi, Islam, dll. di sekolah-sekolah negeri (tidak termasuk perguruan tinggi) serta pelarangan penutup wajah, termasuk topeng atau helm full-face kecuali saat berkendara.
Pada 2004, lembaga parlemen di Prancis mengesahkan undang-undang untuk mengatur "tata cara penggunaan simbol keagamaan dalam lembaga pendidikan publik".[3] Peraturan tersebut melarang penggunaan simbol-simbol yang dengan jelas melambangkan keyakinan tertentu di sekolah-sekolah negeri.[3] Peraturan ini diajukan karena komisi penegak sekularisme di Prancis, Stasi Commission, memaksa untuk menanggapi persoalan berkaitan dengan tutup kepala di sekolah negeri Prancis, karena orang yang tidak mempraktikannya tidak paham apa fungsi dan tujuannya dan merasa tidak nyaman.[3]
Meski Prancis juga menentang simbol-simbol keagamaan tersebut – tidak hanya tutup kepala Islami – debat internasional banyak berpusat pada dampaknya terhadap muslim karena bertumbuhnya populasi Muslim di Eropa, khususnya Prancis, serta bertumbuhnya Islamofobia.[3]
Pada Juli 2010, Majelis Nasional Prancis mengesahkan Loi Interdisant La Dissimulation Du Visage Dans L'espace Public, (Undang-Undang tentang Larang Penyembunyian Wajah di Muka Umum). Undang-undang melarang setiap orang mengenakan tutup wajah di muka umum.[4] Setiap pelanggar ketentuan peraturan perundang-undangan ini dipidana dengan pidana denda paling banyak 150 Euro dan wajib mengikuti kelas pendidikan kewarganegaraan Prancis.[5] Setiap orang yang memaksa wanita untuk mengenakan cadar di Prancis akan dipidana 2 tahun penjara dan/atau denda paling banyak €60.000.[5]
Pada Oktober 2018, Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa pelarangan Prancis tersebut mengancam hak wanita untuk menjalankan perintah agama, dan berdampak pada "pengurungan diri di rumah, hak akses mereka ke layanan publik, serta marginalisasi."[6]