Budaya Bugis

Suku Bugis berada di Provinsi Sulawesi Selatan banyak tersebar daerah pegunungan dan bagian lainnya, teluk dan teluk Bone di sebelah Timur, dan selat Makassar di sebelah Barat. Di daerah ini terdapat dua buah gunung yang cukup tinggi yaitu Gunung Latimojong dan gunung Rantekombola. Terdapat dua buah danau yaitu danau Tempe dan danau Sidenreng.

Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang dikelilingi oleh berbagai macam pulau. Wilayah kepulauan tersebut membuat Sulawesi Selatan memiliki banyak keunikan tradisional, salah satunya adalah budaya. Suku yang banyak mendiami di Sulawesi Selatan. Terdapat beberapa kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Bugis, seperti pakaian adat, rumah tradisional, tari tradisional, alat musik tradisional, senjata tradisional, dan lagu daerah tradisional.[1]

Pakaian adat.

Pakaian adat Sulawesi Selatan memiliki corak khas ketimur-timuran dengan dipadukan corak khas lokal masyarakat setempat. Tiap-tiap pakaian adat memiliki keunikan masing-masing dapat dikenakan pada acara tertentu. Pakaian-pakaian adat yang beragam sering dikenakan oleh berbagai kalangan suku, etnis, dan kelompok tertentu di wilayah tersebut dan menjadi kebanggan tersendiri untuk memakainya.

Suku Bugis merupakan suku yang banyak tersebar di kepulauan Sulawesi Selatan.Pakaian adat Bugis yang ada di Sulawesi Selatan memiliki corak dan motif khas ketimur-timuran dengan dipadukan dengan corak dan motif khas lokal masyarakat setempat. Masing-masing pakaian adat memiliki keunikan tersendiri yang dapat dikenakan pada acara-acara tertentu.[2]

Pakaian Adat untuk perempuan.

Untuk pakaian adat bagi perempuan menggunakan baju bodo, yaitu sejenis baju kurung berlengan pendek dengan ujung ketat. Untuk pakaian bagian bawah digunakan kain lipa dengan warna yang serasi dengan pakaian yang digunakan. Sedangkan untuk kelengkapan bagian kepala ada mahkota atau disebut juga saloko. Sementara rambut disanggul atau disasak diberi hiasan bunga yang bertangkai disebut kembang goyang. Dulunya baju bodo adalah baju khas wanita suku Makassar sekarang Sudah dijadikan baju khas wanita Sulawesi Selatan.

Berdasarkan adat Bugis, setiap warna baju bodo memiliki arti tersendiri yang menunjukkan berapa usia serta martabat dari pemakainya, yakni sebagai berikut:

· Jingga, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.

· Jingga dan Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah anak perempuan yang berusia sekitar 10 hingga 14 tahun.

· Merah, memiliki arti yaitu pemakai adalah perempuan berusia sekitar 17 sampai 25 tahun.

· Putih, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan pembantu dan dukun.

· Hijau, memiliki arti yakni pemakai ialah perempuan dari kalangan bangsawan.

· Ungu, memiliki arti yakni pemakai ialah seluruh janda yang bertempat tinggal di Sulawesi Selatan.

Aksesoris pendukung.

1. Untuk laki-laki

Akseseoris pendukung untuk laki-laki terdiri dari , gelang (potto naga), potto naga adalah gelang terbuat dari bahan emas yang motif seperti naga. Keris Passatimpo

adalah sebuah jenis keris terlihat seperti mewah dan indah, selempang yang terbuat dari kain senada dengan warna pakaian yang dihiasi dengan benang sulam emas, dan

 rante sembang sebuah kalung yang bermotif burung dikalungkan sepanjang dada.

2. Untuk Perempuan

Aksesoris pendudukng untuk perempuan terdiri dari anting panjang yang disebut bangkarak , sima’ yaitu pengikat ujung lengan pakaian, bando sebagai hiasan mahkota di

kepala, gelang, cincing dan kalung yang terdiri dari tiga jenis yaitu kalung berantai ( geno ma’bule), kalung panjang (rantekote) dan kalung besar (geno sibatu)[3]

Rumah Tradisional.

Rumah adat Bugis memiliki nilai arsitektur dan keunikan tersendiri dengan rumah adat lainnya. Bentuk rumah Bugis biasanya memanjang ke belakang, dengan tambahan disamping bangunan utama dan bagian depan. Masyarakat Bugis menyebut bagian ini dengan sebutan lego-lego Bugis. Secara arsitektur bangunan rumah adat Bugis memiliki beberapa bagian penting seperti tiang utama alliri, Bugis. Tiang utama terdiri dari empat batang disetiap barisnya. Rumah adat Bugis biasanya memiliki kolong-kolong sehingga dikenal dengan nama Rumah Panggung.

Tari Tradisional.

Sebuah tarian yang dilakukan oleh masyarakat Bugis, memiliki makna tersendiri.

Tari Paddupa merupakan tarian tradisional Bugis yang ditujukan untuk memberikan sambutan kepada tamu atau pejabat yang hadir dalam suatu acara. Tari

Paddupa ini dibawakan oleh tujuh orang. Tarian ini dapat pula ditarikan pada acara pernikahan dan pesta adat. Masyarakat Bugis percaya bahwa tarian Paddupa

merupakan simbol dari penghormatan dan keterbukaan terhadap perubahan tanpa menghilangkan nilai estetika moral dan etika suku Bugis.

Alat Musik Tradisional.

Alat musik tradisional,merupakan alat musik khusu yang dimiliki oleh suku Bugis . Biasanya alat musik tradisional ini dimainkan ketika waktu senggang atau waktu istirahat sekedar menghibur diri, atau dimainkan ketika ada acara atau pesta adat tertentu. Berbagai macam alat musik tradisional yang dimiliki oleh suku Bugis , diantaranya :

Mandoling

Mandoling atau yang lazim oleh orang Bugis-Makassar disebut Mandali’ merupakan alat musik tradisional petik dan tindis. Alat musik ini terbilang khas dan unik, karena diduga diciptakan atas pengaruh budaya Cina.

Untuk petiknya terdiri atas tiga senar sedangkan tindisnya terdiri atas dua puluh tujuh nada, yang mesti dimainkan bersamaan layaknya gitar, hanya saja petikan dan tindisan Mandoling terpasang pada papan berbentuk persegi panjang.

Saat ini alat musik tradisional ini terancam punah mengingat tak banyak lagi yang bisa memainkannya.

Begitupun dengan alat musik Mandoling yang tak lagi diproduksi, malah hanya satu dua orang yang memiliki kemampuan membuatnya. Di Minasatene Pangkep, terdapat satu sanggar seni yang menggabungkan irama musik Mandoling dengan alat musik tradisional lainnya saat tampil. Namun sangat disayangkan bahwa alat musik Mandoling itu sendiri tinggal lima orang yang merumahkannya, salah satunya adalah M Farid W Makkulau, mantan jurnalis yang kini banyak aktif dalam kegiatan seni budaya dan sastra daerah.

Senjata Tradisional.

Salah satu senjata tradisional yang dikenal adalah Gecong. Oleh masyarakat Bugis lebih mengenal senjata ini dengan sebutan Gecong , selain sebagai senjata, Gecong juga menjadi perlambang status pemiliknya. Jawaki memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya ;

- Gecong lamalomo sugi, adalah gecong yang bermotif kaitan pada bilahnya dan digunakan sebagai senjata. Gecong ini juga dipercaya memiliki kekuatan berupa dapat memberikan

kekayaan dan kesejahteraan bagi pemiliknya.

- Gecong lataring Tellu, adalah badik yang memiliki motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku. Gecong ini dipercaya memiliki nilai dan kekuatan yang akan membawa

keberuntungan bagi pemiliknya. Orang yang memegang gecong ini dianggap tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Gecong ini dianggap

sangat cocok bagi mereka yang berprofesi sebagai petani. - Gecong Lade’ Nateyai, adalah jenis badik yang memiliki pamor bulatan kecil pada bagian pangkal dan guratan bejajar dibagian matanya. Gecong bede’ nateyai memiliki motif berbentuk gala pada pangkalnya. Gecong ini dipercaya memiliki kekuatan dalam mendatangkan rezeki bagi pemiliknya.

Lagu Daerah Tradisional.

Beberapa lagu tradisional suku Bugis yang terkenal


- Indo Logo “ (Suku Bugis) Dua bulu' samanna mate tongeng, Indo' Logo Dua bulu' samanna mate tongeng, Indo' Logo Kegasi samanna rionroi, ala rionroi Palla bu' sengereng
Sengeremmu samanna pada bulu', Indo' Logo Sengeremmu samanna pada bulu', Indo' Logo Adammu samanna silappae, ala silappae Buttungeng manengngi[4]


- Bulu alauna Tempe ” (suku Bugis)

Bulu' Alua'na Tempe (2x)

Madeceng Ri Copponge, Alla Matiro Walie


Utiro toni lagosi (2x)

Kulira' lira toni ,Alla tengngana tosora Ritosara mana' mita Patennung tali benang, Alla natea makkalu Makkalu si sabe bura Pakessi batang loka Alla topanre adae
Panre adammu naritu (2x)

Mu lengeng lepa-lepa, Alla temmu ri tonangi Lepa-lepa makkacicu (2x) Masere dua tau, Alla natellu pa'bisena Mauni tellu pabisena Nabolo palopinna Alla natea nalureng
Tunru ko nalureng toto

Aja mu lega-lega Alla nabolloangmako[5]


- Ana Mali’e (Suku Bugis)

U kucapu kucampa’ko

Paraddeni ro nyawamu

Hooo ana aja’ muteri

Kupakkuru sumange’mu 2x


U kucapu kucampa’ko

Paredde’ni ro nyawamu

Hooo ana’ku mamasewe

Ana tabbe ri ambo’na 2x


Mabelani ro pale, ambo’mu rilaona

Lao temma ringngerang, nawelai wijanna

Iyatonaro pale, pawale’na decengnge

Ulao manrurui namelle peru mua

Hooo ana’ malie


Kucapu kucampa’ko

Sukkuni ro pabbere taooo ana’ku mamasewe

ana mali ri linoe 2x[6]

Referensi

  1. ^ Name, No (1988). Pewarisan Nusantara. Jakarta: Direktorat Jenderal Pariwisata. hlm. 168. 
  2. ^ Darmapoetra, Juma. Suku Makassar, Pewaris Keberanian Leluhur. Makassar: Arus Timur. hlm. 85. ISBN 978-602-9057-72-0. 
  3. ^ Pangestu, Yoga (2019). "Pakaian Adat Sulawesi selatan". yogsalhafidz. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Name, No (5 Desember 2014). "/lagu-daerah-sulawesi-selatan-bugis". https://lagu2daerah.com. Diakses tanggal 5 Desember 2014.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Heriansah, Erik (21 Nopember 2013). [/2013/11/lirik-lagu-bugis-bulu-alauna-tempe.htmlhttps://www.attoriolong.com "/lirik-lagu-bugis-bulu-alauna-tempe"] Periksa nilai |url= (bantuan). https://www.attoriolong.com. Diakses tanggal 21 Nopember 2013.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  6. ^ Name, No (27 Agustus 2019). "lirik-lagu-bugis-ana-malie/". https://www.telukbone.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-02. Diakses tanggal 27 Agustus 2019.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)