Buano Utara adalah sebuah negeri adat di Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Sejarah
Negeri Buano Utara atau dikenal dengan nama adat Hena Puan terbentuk dari lima nuru atau hena. Berdasarkan cerita yang dituturkan secara turun-temurun, wilayah tersebut dikuasai dan dipimpin oleh seorang "Latu" yang bernama Alim Syahrim dengan gelar "Latu Kasila" yang pada awalnya berkedudukan di Hena Hatu Putih pada saat itu Hena Hatu Putih telah memiliki masyarakat yang banyak, masyarakat tersebut tergabung dalam satu soa yang dikenal nama Soa Nanililette. Sementara itu beberapa nuru yang berada di negeri Buano Utara saat itu tinggal di pedalaman pulau Buano dan di daerah pegunungan.
Diantaranya Nuru Na’ani menempati pegunungan Eliopit, Nuru Eti menempati pegunungan Si I’tu Rihena, Nuru Ola menempati menempati pegunungan Hatu Putih, sedangkan Nuru Nani menempati Tanjung Pamaali, dan Nuru Huhuni menempati Pua Huhuni. Nuru-nuru tersebut tersebar di seluruh wilayah pulau Buano yang dalam bahasa setempat dikenal dengan istilah "a’si tapina". Nuru-nuru atau hena-hena tersebut pada saat itu sudah memiliki masyarakat yang begitu banyak, dan telah memiliki struktur pemerintahan secara adat yang berjalan dalam soa masing-masing. Hena-hena yang terpisah ini, membuat masyarakat memiliki hubungan yang tidak terlalalu erat sehingga akan menimbulkan konflik antara hena/nuru yang satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu diadakan rapat antara nuru di daerah pesisir pantai yang sekarang merupakan negeri Buano Utara. Lahirlah gagasan yang diusulakan oleh Upu Alia, Upu Manu dan Upu Lessy Imam untuk membentuk sebuah kampung yang menggabungkan seluruh hena yang tersebar di sana. Oleh karena itu diutuslah seorang latu yang bernama Alim Syahrim "Latu Kasila", untuk pergi mengajak dan membujuk mereka yang berada di pegunungan untuk turun ke pesisir pantai agar dapat membentuk sebuah kampung disebelah timur. Masyarakat pada saat itu kemudian menuruti permintaan Latu Kasila untuk turun ke pesisir pantai dan menggabungkan seluruh hena/nuru menjadi satu, dengan sebutan "Hena Puan". Dalam bahasa Buano ""hena" adalah "kampung" dan "puan" adalah "asli" jadi "Hena Puan" adalah "kampung asli".
Sebelum turun ke pesisir pantai masyarakat kemudian mengangkat seorang moyang yang bernama Abdullah Korkaijang menjadi seorang latu dengan gelar latu puan. Latu Kasila yang pada saat itu menjadi seorang latu kemudian menyerahkan tahtanya kepada latu puan atau disebut juga "latu suku", karena memimpin semua suku yang ada dalam tiap-tiap hena/nuru tersebut. Peristiwa turunnya masyarakat yang berada di tiap-tiap hena ke pesisir pantai disebut dengan bahasa setempat dengan sebutan "tanu manana hatu putih" (turun dari gunung) setelah itu mereka kemudian membagi masing-masing marga pada tempatnya untuk mendirikan rumah-rumah mereka dan menempati daerah Buano sekarang.
Fam
Terdapat 30 fam/marga yang digabungkan dalam lima nuru yang berada di Hena Puan atau negeri Buano Utara. Fam berikut ini tergabung kedalam lima nuru diantaranya adalah;
- Nuru Na’ani; marga-marga yang terdapat dalam nuru ini adalah:
- Fam Tamalene (Numa Rinjani)
- Fam Tamalene (Numa Aroha)
- Fam Tipaheuw
- Fam Husemahu
- Fam Poipessy
- Fam Sombalatu
- Fam Loupatan
- Fam Salasela
- Fam Tambipessy
- Nuru Etti; terdapat tiga marga berikut:
- Fam Tuhuteru (Tumbilangan)
- Fam Tuhuteru (Surikamba)
- Fam Tuhuteru (Salayure)
- Nuru Ola; terdapat beberapa marga diantaranya sebagai berikut:
- Fam Nanilette
- Fam Palirone
- Fam Sahitumbi
- Fam Salekota
- Fam Titalouw
- Fam Tohalisa
- Nuru Naini; marga yang terdapat dalam marga ini adalah:
- Fam Hitimala
- Fam Mahilatu
- Fam Lukaraja
- Fam Tombalisa
- Fam Tuheitu
- Fam Tamarele
- Nuru Huhuni; terdapat marga:
- Fam Nurlette
- Fam Sombalatu
- Fam Nanilouw
- Fam Loupari
- Fam Toramahu