Berita palsu di India

Berita palsu di India tersebar terutama digunakan dalam berbagai media untuk melakukan propaganda dan penyebaran rumor khususnya selama masa pemilihan umum di India. Penyebab utama penyebaran berita palsu di India ialah penerusan pesan secara emosional akibat sentimen nasionalistik dan sentimen agama. Peningkatan kecepatan penyebaran berita palsu di India terutama akibat dari penggunaan media sosial khususnya WhatsApp. Berita palsu di India ada yang tidak berbahaya dan ada yang berbahaya hingga mengakibatkan insiden hukuman gantung massal pada masa Pandemi Covid-19 di India. Pada bulan Februari 2021, Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi India telah menerbitkan Peraturan Teknologi Informasi (Pedoman Perantara dan Kode Etik Media Digital) dengan tujuan mengharuskan perantara dan penerbit konten berita mengatasi masalah disinformasi dan misinformasi yang ditimbulkan oleh berita palsu di India.

Penggunaan

Pembuatan berita palsu di India telah digunakan sebagai propaganda dan penyebaran rumor dalam berbagai media. Peningkatan penggunaan berita palsu untuk propaganda terjadi pada Pemilihan Umum India 2014. Selama Pemilihan Umum India 2014, berita palsu juga digunakan untuk penyebaran misinformasi dan disinformasi.[1]

Penyebaran

Penyebab penyebaran

Pada bulan November 2018, BBC World Service merilis sebuah hasil studi berjudul Tugas, Identitas, Kredibilitas: ‘Berita Palsu’ dan Warga Biasa di India sebagai bagian dari program Beyond Fake News. Dalam hasil studi ini disebutkan bahwa penyebab utama tersebarnya pesan berisi berita palsu di India karena orang India sering meneruskan pesan berdasarkan emosi dan bukan karena kebenaran fakta. Emosi utama yang menyebabkan penerusan pesan berupa berita palsu di India adalah sentimen nasionalistis, sedangkan emosi lainnya terutama sentimen agama.[2]

Kecepatan penyebaran

Kecepatan penyebaran berita palsu di India didukung oleh teknologi digital. Peningkatan penyebaran berita palsu di India melalui internet terjadi pada media sosial. Berita palsu terutama menyebar sangat cepat di India melalui penggunaan WhatsApp.[1]

Tingkat bahaya

Berita palsu di India tersebar dalam lingkup kehidupan sehari-hari hingga ke lingkungan sosial. Ada berita palsu yang tidak membahayakan kehidupan manusia di India dan ada pula yang membahayakan kehidupan manusia di India. Contoh berita palsu di India yang tidak membahayakan kehidupan manusia berupa lelucon. Sedangkan contoh berita palsu di India yang membahayakan kehidupan manusia berupa rumor yang menyebabkan histeria dan kemarahan.[1] Pada masa Pandemi Covid-19 di India, berita palsu di India telah mengakibatkan serentetan insiden hukuman gantung massal yang berujung pada kasus Tehseen S. Poonawalla v. Union of India dengan pengadilan oleh Mahkamah Agung India.[3]

Perundang-undangan

Para politikus dan lembaga kebijakan publik di India telah merupakan salah satu pemerintah di dunia yang memberikan tanggapan terhadap disinformasi dan misinformasi yang dihasilkan melalui penyebaran berita palsu.[4] Pada bulan Februari 2021, Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi India telah menerbitkan Peraturan Teknologi Informasi (Pedoman Perantara dan Kode Etik Media Digital). Penerbitan peraturan tersebut merupakan hasil dari pembahasan penyebaran berita palsu di Parlemen India sebagai permintaan dari Mahkamah Agung India. Peraturan Teknologi Informasi (Pedoman Perantara dan Kode Etik Media Digital) tidak membahasa berita palsu secara langsung, tetapi mengharuskan perantara dan penerbit konten berita untuk menerapkan tindakan kepatuhan dasar tertentu untuk mengatasi masalah berita palsu dan misinformasi. Perantara berita yang termasuk dalam peraturan tersebut ialah platform media sosial.[5]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c Dodda, T. P., dan Dubbudu, R. (2019). Countering Misinformation Fake News in India: Solutions & Strategies (PDF) (dalam bahasa Inggris). Factly Media & Research (Factly) and The Internet and Mobile Association of India (IAMAI). hlm. 26. 
  2. ^ Chaturvedi, U., dan Dwivedi, R. (2019). Chaturvedi, Udita, ed. Fighting Fake News: Whose responsibility it is?: Based on survey results collected from 3000-odd people across 11 states (PDF) (dalam bahasa Inggris). Digital Empowerment Foundation. hlm. 8. 
  3. ^ Jain, dkk. 2022, hlm. 1.
  4. ^ Ambardi, K., dkk. (ed.). Jurnalisme, “Berita Palsu’’, & Disinformasi: Buku Pegangan untuk Pendidikan dan Pelatihan Jurnalisme [Journalism, ‘Fake News’ & Disinformation]. Diterjemahkan oleh Wendratama, Engelbertus. Paris: Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. hlm. 21–22. ISBN 978-92-3-000076-9. 
  5. ^ Jain, dkk. 2022, hlm. 2.

Daftar pustaka