Benzaiten (弁才天, 弁財天code: ja is deprecated , juga disebut Benten) adalah nama Jepang untuk Dewi Saraswati dalam kepercayaan Hindu. Pemujaan Benzaiten hadir di Jepang selama abad ke-6 hingga ke-8, terutama melalui penerjemahan Sutra Cahaya Emas dari bahasa Tionghoa, yang ada pembahasan mengenainya. Dia juga disebut dalam Sutra Teratai dan sering digambarkan memegang biwa, semacam kecapi tradisional Jepang, berbeda dengan Saraswati yang memegang alat musik petik yang dikenal sebagai veena. Benzaiten adalah entitas yang sinkretis dengan ajaran Buddha maupun Shinto.
Transfer dari India ke Jepang
Disamakan dengan Sarasvatî Devî dalam bahasa Sanskerta, maka Benzaiten adalah dewi bagi segala sesuatu yang mengalir: air, kata, ucapan, pidato, musik, bahkan pengetahuan. Kanji yang dipakai untuk menuliskan namanya terdiri dari tiga huruf (辯才天) yang masing-masing bermakna "pembicaraan" (辯), "keahlian" (才), "dewa" (天); dibaca "Biancaitian" menurut cara baca Tiongkok, dan "Bensaiten" menurut cara baca Jepang. Penulisan namanya mencerminkan perannya sebagai dewi kefasihan berbicara. Karena Sutra Cahaya Emas menjanjikan perlindungan, maka di Jepang ia menjadi dewi pelindung, pertama bagi negara dan kemudian bagi rakyatnya. Akhirnya, ia menjadi salah satu Tujuh Dewa Keberuntungan dan huruf Tionghoa-Jepang (kanji) yang dipakai untuk menuliskan namanya berubah menjadi 弁財天 (Benzaiten) terdiri dari tiga huruf yang bermakna "kelopak",[1] "kekayaan", "dewa"; menekankan perannya dalam melimpahkan keuntungan finansial. Kadang kala ia disebut Benten (弁天code: ja is deprecated ) meskipun nama ini biasanya merujuk kepada Dewa Brahma.
Dalam kitab Regweda (6.61.7) Sarasvati dipuji atas pemusnahan Wretra yang berkepala tiga, dikenal pula sebagai Ahi ("ular"). Kemungkinan ini merupakan salah satu sumber mengenai keterkaitan antara Saraswati/Benzaiten dengan ular dan naga di Jepang. Ia dibuatkan kuil di sejumlah tempat di seluruh Jepang; contohnya, Pulau Enoshima di Teluk Sagami, Pulau Chikubu di Danau Biwa dan Pulau Itsukushima di Laut Pedalaman Seto (Tiga Kuil Besar Benzaiten di Jepang); dan ia beserta naga berkepala lima adalah figur utama dalam Enoshima Engi, sejarah kuil-kuil di Enoshima yang ditulis oleh biksu Jepang Kōkei (皇慶) tahun 1047 M. Menurut Kōkei, Benzaiten adalah putri ketiga dari Raja Naga Munetsuchi (無熱池code: ja is deprecated , secara harfiah berarti "danau tanpa panas"), dalam bahasa Sanskerta disebut Anawatapta, danau yang terbentang di pusat dunia menurut sudut pandang kosmologi Buddhis kuno.
Benzaiten sebagai kami
Benzaiten adalah kami wanita menurut kepercayaan Shinto dengan nama Ichikishima-hime-no-mikoto (市杵島姫命code: ja is deprecated ).[2] Selain itu ia diyakini oleh sekte Buddha Tendai sebagai esensi kamiUgajin, yang simbolnya selalu dibawanya di atas kepala bersama sebuah torii.[3] Maka dari itu, ia dapat disebut sebagai Uga (宇賀code: ja is deprecated ) Benzaiten atau Uga Benten. Paviliun kuil dapat disebut Benten-dō atau Benten-sha (弁天社code: ja is deprecated ), dan bahkan seluruh kuil Shinto dapat didedikasikan kepadanya, contohnya di Kuil Zeniarai Benzaiten Ugafuku (Kamakura) atau Kuil Kawahara (Nagoya).
Catatan kaki
^Kanji 弁 dapat pula berarti "katup", "memberi", "membedakan", "diskriminasi", "bicara", "pidato".[1][pranala nonaktif permanen]