Istilah Bedar (di Terengganu disebut "bedor") merujuk pada beberapa jenis perahu di pesisir timur Malaysia yang membawa 1 atau 2 layar jung dan tidak mempunyai buritan transom (persegi) seperti pada perahu pinas. Perahu-perahu ini biasanya dibuat di daerah Terengganu. Buritan bedar berbentuk "canu" atau "buritan kapal pinky", yang mirip pada kedua ujungnya, mirip seperti sekoci kapal modern, dengan haluan dan buritan yang tajam. Mereka ada yang berukuran kecil — disebut anak bedar.[1]:112 dan 114 Yang terbesar dapat mencapai sepanjang 90 kaki (27,4 m) panjang geladaknya (LOD — Length Over Deck). Kebanyakan bedar biasanya sebesar 45 sampai 60 kaki (13.7–18.3 m) panjang LOD-nya. Bedar, seperti perahu Terengganu lainnya, dibuat dengan kayu Chengal oleh orang Melayu sejak abad ke-19 (1800-an ke atas) dan berlayar di laut China Selatan dan lautan di sekitarnya sebagai kapal tradisional yang layak laut.
Etimologi
Kata Melayu bedar berarti paruh yang memanjang dan pipih, yang melebar ke arah ujung (misalnya seperti paruh platipus).[2]
Deskripsi
Bedar adalah jung layar yang kebanyakan dibuat di kuala sungai Terengganu.[3] Bedar-bedar terbesar mencapai hingga hingga 90 kaki (27 m) panjangnya, digunakan untuk berlayar ke pelabuhan yang jauh; mereka juga terbiasa menggantikan kapal kargo Tiongkok yang bepergian antara Singapura atau dari Cina. Sebagian besar bedar membawa dudukan di atas bagian buritan yang tajam yang disebut "dandan" yang membawa kabin bundar yang terbuat dari bambu, rotan dan anyaman dan berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para kru dan sebagai tempat perlindungan bagi para juru mudi . Bedar di bawah 45 kaki LOD membawa kabin bundar hanya belakang tiang utama sedangkan yang lebih besar memiliki dek siram dengan dua lubang pemuatan.[butuh rujukan] Bedar-bedar yang lebih kecil dan berukuran menengah sering memiliki haluan miring dari berbagai panjang dan yang pendek di buritan yang dibangun mirip. Layar cucurnya berada atas proyeksi ke depan ini yang disebut sudu (Artinya sendok / paruh angsa / paruh bebek).[4]
Yang dilengkapi dengan sudu disebut sebagai bedar luang sudu (dari kata Melayu sudu: sendok, atau sudu itek: paruh bebek).[4] Bagian sheer bedar juga bervariasi. Yang lebih kecil dengan proyeksi panjang memiliki lebih banyak sheer dan yang lebih besar dilengkapi dengan sudu pendek dan sheer pendek. Bedar di atas 70 kaki (21 m) jarang membawa sudu yang panjang tetapi memiliki stempost dan sternpost yang hampir lurus, sangat mirip dengan bedar "Dapat".[5]
Seperti pinas, bedar di atas 45 kaki/13.7 m LOD, membawa dua tiang, satu di haluan, yang disebut "tiang topan", sedikit tersapu ke depan; Tiang utamanya, yang disebut "tiang agung" ditempatkan agak ke depan dari tengah perahu. Bedar itu memiliki tiang cucur yang sangat panjang, sedikit ditekuk ke bawah oleh bobstay.[5] Kedua tiang itu membawa layar jung. Layar ini tidak terbuat dari kain tetapi dari bahan anyaman yang disebut "tikal" yang juga digunakan untuk anyaman lantai dan keperluan lainnya. Seperti kebanyakan layar jung, tulangnya terbuat dari bambu, biasanya membuat 6 panel individu untuk berlayar.[5]
Layar depan diletakkan di sisi kiri tiang topan dan layar utama di sisi kanan tiang agung. Jib yang relatif kecil dipasang pada tiang cucur. Semua bedar, bahkan yang lebih dari 80 kaki (24 m) panjangnya dikemudikan oleh sebuah kemudi dengan sistem blok katrol yang mengurangi ketegangan pada kemudi engsel konvensional yang bergantung pada sternpost. Kemudi ini dioperasikan dari dalam kabin bundar di dandan di atas buritan.[5]
Kapal-kapal ini berlayar paling baik dengan angin di seperempat atau di belakang buritan. Karena layarnya sepenuhnya bertulang dan dapat diatur hampir pada sudut tertentu ke kapal, mereka dapat mengatur layar topan berlayar ke arah angin, berlayar dari sayap ke sayap, segera setelah angin sudah jauh dari sisi kapal. Pergi ke arah angin bukanlah kelebihan dari kapal-kapal jung, karena jung berkinerja kurang efisien ke arah angin. Lambung kapal Bedar dipengaruhi oleh dhow Arab dengan stempost panjang mereka dan dhow kebanyakan merupakan kapal berujung ganda.[5]
Teknik pembangunan
Kapal bedar Terengganu dibangun menggunakan teknik asli Malaysia untuk membangun perahu kayu. Mereka membangun tanpa rencana, lambung terlebih dahulu, rangka kemudian. Papannya dibengkokan dengan api dan bergabung tepi di tepi menggunakan basok (pasak) kayu yang terbuat dari kayu besi Penaga (Mesua ferrea). Alih-alih menggunakan dempulan gaya Eropa yang memalu alur antara papan, sepotong kulit gelam[6] dari spesies Melaleuca ditempatkan di atas pasak kayu sebelum papan baru di palu. Lapisan 1–2 mm ini memiliki sifat menutup yang baik.[5] Itu adalah teknik pembangunan yang kuno, permulaanya bisa dirujuk ke migrasi Melayu tua yang bermukim di kepulauan ribuan tahun lalu.[butuh rujukan]
Sejarah
Tradisi membangun perahu kayu di Malaysia modern mencapai jauh ke masa lalu, melibatkan perdagangan luar negeri, penangkapan ikan, pembajakan, dan melakukan perjalanan menyusuri banyak sungai. Untuk setiap tujuan mereka mengembangkan desain khusus.[7]
Dengan Melaka menjadi pusat perdagangan utama untuk rempah-rempah yang datang dari Kepulauan Maluku (Indonesia), semenanjung Malaya berubah menjadi tempat peleburan peradaban: India dan Cina, Arab dan Indonesia, Vietnam dan Thailand, Burma, Eropa dan yang lain, mereka semua tiba dengan kapal khas mereka, menginspirasi pembuatan kapal Melayu.[7]
Dua perahu besar[8] Terengganu, pinas dan bedar adalah hasil dari pertukaran budaya. Jib dan bowsprit (tiang cucur) berasal dari Barat, kapal jung hampir tidak memilikinya.[5]
Keinginan untuk kapal yang lebih cepat dan gesit menggabungkan sisi positifnya dan menciptakan jung jenis ini. Pembuat kapal Terengganu kembali ditemukan saat Perang Dunia 2 oleh angkatan laut Jepang yang membuat kapal penyapu ranjau dibuat disana oleh para tukang kayu disana.[7]
Semenjak saat itu orang Melayu berhenti membuat kapal layar untuk digunakan sendiri; Mereka tetap membuat kapal pukat ikan dan kapal ferry dengan teknik lama. Harga kayu yang naik dan kurangnya permintaan menyebabkan tutupnya bisnis perkapalan, jadi tradisi ini sekarang sudah hampir punah, dengan sangan sedikit orang yang bisa melakukan teknik pembangunan kuno yang tua ini.[butuh rujukan]Setelah PD 2, perkapalan pulau Duyong sekali lagi menikmati pesanan perahu tradisional yang dipesan oleh negara Barat.[butuh rujukan] Ada 5 bedar yang dibuat untuk orang Barat semenjak 1945:[9]
Nama perahu
Pembangun (galangan kapal)
LOD
Tahun dibangun
Pemilik asli
Negara
Foxy Lady
Haji Nik
36 ft (11 m)
1949
Dominique
Perancis
Burong Bahri
Che Man
32 ft (9,8 m)
1976
Jerry Williams
Selandia Baru
Anak Duyong
Che Man
36 ft (11 m)
1980
Steven Bisset
Australia
Naga Pelangi
Che Ali bin Ngah
45 ft (14 m)
1981
Christoph Swoboda
Jerman
Raja Laut
Che Ali bin Ngah
45 ft (14 m)
1982
Uli Horenkohl
Jerman
Galeri
Bedar Naga Pelangi pada 6 knot, Terengganu, 1998
Bedar Naga Pelangi 45 kaki/ 13,7 m (LOD) berlayar sayap ke sayap dekat Pulau Perhentian di lepas pantai Terengganu, 1998
Bedar Naga Pelangi sebelum diluncurkan, pulau Duyong, 1981
Burong Bahri, bedar sepanjang 32 kaki/ 9,7 m (LOD) berlabuh di Pulau Kapas, 1980
Bedar Burong Bahri milik Jerry Williams
Jusa Laut, bedar sepanjang 28 kaki/ 8.5 m (LOD), dilayari oleh Michael Munro di lepas pantai Terengganu, 1994
Salah satu bedar angkut asli terakhir sepanjang 45 kaki (LOD) berlayar ke Thailand, 1981
Salah satu bedar terakhir sepanjang 45 kaki (LOD) bermanuver di pelabuhan dengan layar topan saja, 1980
Cinta Jaya, sebuah bedar sepanjang 45 kaki (LOD) yang bekerja di muara sungai Terengganu, 1980
Cinta Jaya, 1980, di depan Pulau Duyong
Dua bedar yang bekerja, keduanya sekitar 45 kaki LOD di depan pecinan di Kuala Terengganu, menunggu untuk menurunkan muatan mereka, 1980
Bedar yang sangat tua (28 kaki) menunggu untuk diperbaiki, pulau Duyong, 1979
Dua bedar yang bekerja (keduanya sekitar 45 kaki LOD) menunggu musim untuk berlayar ke Thailand membawa garam, Terengganu, 1980
Detail bagian buritan dari bedar kerja tradisional, "Dapat". 86 kaki / 26 m LOD, 1980
Membangun bedar Naga Pelangi, memasangkan rangka, Duyong, 1981
Pemilik Naga Pelangi sedang membantu, Duyong, 1981
Hasni Ali membangun bedar Naga Pelangi, Duyong, 1981
^Gibson-Hill, C. A. (June 1949). "Cargo Boats of the East Coast of Malaya". Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. 22: 106–125 – via JSTOR.
^Smyth, H. Warrington (May 1902). "Boats and Boat Building in the Malay Peninsula". Journal of The Society of Arts. 50: 569–588 – via JSTOR.