M. Jusuf
Andi Muhammad Jusuf Amier (23 Juni 1928 – 8 September 2004) atau lebih dikenal dengan nama M. Jusuf adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang berpengaruh dalam sejarah kemiliteran Indonesia. Ia juga merupakan salah satu keturunan bangsawan dari suku Bugis—hal ini dapat dilihat dengan gelar Andi pada namanya—tetapi melepaskan gelar kebangsawanannya itu pada tahun 1957 dan tidak pernah menggunakannya lagi. Prinsip yang beliau pegang, tak semua kebenaran harus diketahui publik. Keutuhan, ketahanan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia selalu jadi dasar pengambilan keputusan seluruh pejabat negara. Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan Keamanan pada periode 1978–1983. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada periode 1964–1974 dan juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 1983–1993. Riwayat HidupMasa mudaJusuf lahir di Kajuara pada 23 Juni 1928. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal Jusuf selain fakta ia adalah seorang Bugis bangsawan seperti yang disaksikan oleh nama tituler "Andi" di depan namanya. Jusuf kemudian mencela latar belakang aristokrat dengan menjatuhkan Andi dari namanya. Karier MiliterRevolusi Nasional IndonesiaKetika para pemimpin Nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jusuf menunjukkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS). Menjelang akhir tahun 1945, dengan Belanda Pemerintah mempersiapkan untuk merebut kembali Indonesia, Jusuf dan rekan-rekannya sesama anggota KRIS berlayar untuk Java untuk bergabung dalam pertempuran. Jusuf sebenarnya mulai karier militernya di Angkatan Laut, menjadi ajudan dari Angkatan Laut Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Angkatan Laut ke-10 Staf Komando kantor pusat di Yogyakarta. SulawesiPada 1949, Jusuf telah beralih ke Angkatan Darat, menjadi bagian dari Polisi Militer sebelum menjadi anggota Komisi Militer Indonesia Timur. Pada tahun 1950, Jusuf menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KO-TT VII/Wirabuana yang keamanan singkat menutupi seluruh Indonesia Timur. Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Jusuf kemudian melanjutkan karier militernya, melayani sebagai Kepala Staf Resimen di Manado, sebuah Operasi Asisten Panglima KO-TT VII/Wirabuana, dan Kepala Cadangan Umum. Selama pertengahan 1950-an ada kekhawatiran di kalangan masyarakat Sulawesi bahwa Pemerintah Pusat di Jakarta tidak melayani kebutuhan mereka. Mereka panggilan dibuat untuk desentralisasi dalam semua aspek Pemerintahan, mulai dari pembangunan ekonomi terhadap keamanan. Menjadi seorang prajurit, Jusuf tertarik desentralisasi urusan keamanan dan bersama dengan rekan-rekan yang berpikiran sampai pada kesimpulan bahwa Sulawesinese harus bertanggung jawab atas keamanan di wilayah mereka sendiri. Jusuf juga menunjukkan keprihatinan oleh fakta bahwa KO-TT VII/Wirabuana singkat keamanan mencakup seluruh Indonesia Timur sedangkan Kodam di Indonesia Barat memiliki area spesifik untuk menutupi. Perhatian terhadap desentralisasi memuncak dalam pernyataan Permesta yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh penting di Sulawesi (termasuk Jusuf) pada tanggal 2 Maret 1957. Pernyataan itu juga menyatakan keadaan darurat di Indonesia Timur. Pada saat ini, Jusuf menjadi perwira operasi untuk Permesta. Itu tidak Namun lama, sebelum Jusuf meninggalkan gerakan. Pada Mei 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution, resmi pembentukan empat Kodam di Indonesia Timur untuk menutupi keamanan Sulawesi. Dengan permintaannya telah terpenuhi, tidak ada alasan untuk Jusuf untuk tinggal dengan Permesta. Sebaliknya, Jusuf menjadi mata-mata, melaporkan hasil pertemuan kepada Pemerintah Pusat yang curiga bahwa Permesta adalah gerakan separatis. Kodam Sulawesi Selatan dan TenggaraJusuf menjatuhkan sandiwara dengan Permesta pada Mei 1958 dengan pengangkatannya sebagai Panglima Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara. Dari posisinya, Jusuf dibantu Pemerintah Pusat dalam memadamkan gerakan Permesta. Pada Oktober 1959, Jusuf dipindahkan ke Kodam XIV/Hasanuddin menjadi Komandan nya. Sebagai Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Jusuf bertanggung jawab atas keamanan Sulawesi Selatan dan Tenggara. Menteri PerindustrianPada tanggal 27 Agustus 1964, Jusuf diangkat sebagai Menteri Perindustrian. Meskipun ini adalah pos sipil, itu tidak mengherankan bahwa Jusuf diangkat ke posisi ini karena Soekarno memiliki anggota lain dari ABRI dalam kabinetnya untuk alasan lain selain pertahanan dan keamanan (Contoh: Letnan Jenderal Hidayat sebagai Menteri Telekomunikasi dan Ali Sadikin dari Marinir menjabat sebagai Menteri Perhubungan). SupersemarPada tanggal 11 Maret 1966, Jusuf menghadiri pertemuan Kabinet di Istana Presiden, yang pertama sejak Soekarno reshuffle kabinet pada akhir Februari. Pertemuan tidak berlangsung lama sebelum Sukarno, setelah menerima surat dari Komandan Pengawal, tiba-tiba meninggalkan ruangan. Ketika pertemuan itu selesai, Jusuf dan Menteri Urusan Veteran, Basuki Rachmat, pergi ke luar Istana Presiden untuk bergabung dengan Amir Machmud Panglima KODAM V/Jayakarta. Jusuf kemudian diberitahu apa yang terjadi bahwa Soekarno telah pergi ke Bogor dengan helikopter karena situasi yang tidak aman di Jakarta. Jusuf kemudian menyarankan bahwa mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral kepada Soekarno. Ketiganya kemudian pergi ke kediaman Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat yang telah membentuk posisi sebagai lawan politik terkuat Soekarno. Menurut Amir Mahmud, Soeharto meminta ketiga Jenderal ini untuk memberitahu Soekarno kesiapan untuk memulihkan keamanan, namun Presiden harus memintanya. Di Bogor, ketiganya bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan keamanan dan dengan desakan Amirmachmud bahwa semuanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan ketiga Jenderal sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana dia bisa mengurus situasi. Jusuf dan Basuki diam, tetapi Amirmachmud bahwa Soekarno memberi Soeharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan, Soekarno mulai mempersiapkan Keputusan Presiden. Itu senja ketika Keputusan yang akan menjadi Supersemar akhirnya siap dan menunggu tanda tangan Soekarno. Soekarno memiliki beberapa keraguan menit terakhir tetapi Jusuf, bersama dengan dua jenderal dan lingkaran dalam Soekarno dalam Kabinet yang juga telah membuat perjalanan ke Bogor mendorongnya untuk menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani dan menyerahkan Supersemar Basuki akan diteruskan kepada Soeharto. Ada kontroversi mengenai peran Jusuf di Supersemar. Satu akun menyatakan bahwa Jusuf datang ke Bogor dengan folder merah muda dengan Supersemar sudah pre-prepared pada kertas dengan logo Angkatan Darat di atasnya dan bahwa ada empat Jenderal bukan tiga, makhluk Umum keempat Maraden Panggabean. Soekarno kemudian diintimidasi di titik pistol oleh Basuki dan Panggabean sebelum menandatangani Supersemar yang telah disiapkan. Jusuf juga berhasil mendapatkan memegang salinan Supersemar. Pada 13 Maret, Soekarno memanggil Jusuf, Basuki, dan Amir Machmud. Soekarno marah karena Soeharto telah melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengatakan bahwa Supersemar tidak mengandung instruksi tersebut. Soekarno kemudian memerintahkan agar membuat sebuah surat untuk menjelaskan isi Supersemar namun surat itu tidak pernah muncul selain dari salinan yang dikumpulkan oleh mantan Duta Besar RI untuk Kuba, AM Hanafi. Orde BaruSebagai pimpinan bangsa berubah dari Soekarno ke Soeharto, Jusuf melanjutkan sebagai Menteri Perindustrian. Itu juga dicatat bahwa meskipun memegang jabatan sipil, karier militer Jusuf melanjutkan sambil terus menerima promosi dari posisi ini. Komandan ABRIPada bulan April tahun 1978, Jusuf diangkat ke posisi Panglima ABRI saat bersamaan mengambil posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan. Sebagai Komandan, Jusuf ditugaskan oleh Suharto untuk memulai proses mengintegrasikan (Memanunggalkan) ABRI dengan rakyat. Jusuf nanti akan mengatakan bahwa ia tidak yakin apa urutan ini berarti, tetapi mengambil hal itu berarti bahwa ia membuat ABRI netral dalam politik, bukan menggunakan Golkar samping. Dalam hal ini ia berhasil seperti dalam Pemilu Legislatif 1982, Golkar tidak mendapatkan dukungan aktif dari ABRI yang dinikmati di dua sebelumnya Pemilu Legislatif yang berkompetisi masuk Jusuf juga bertanggung jawab atas ABRI Memasuki Desa (ABRI Masuk Desa). Dalam program ini, ABRI dikirim ke daerah pedesaan untuk membantu dengan pembangunan infrastruktur. Selama masa jabatannya sebagai Panglima ABRI, Jusuf mengembangkan reputasi sebagai Jenderal yang memperhatikan kesejahteraan anak buahnya. Ia secara rutin berkeliling daerah untuk mengunjungi tentara dan menanyakan tentang keluarga dan kondisi mereka. Hal ini membuatnya sangat populer di jajaran ABRI dengan mengorbankan hubungannya dengan Soeharto, yang mulai melihat Jusuf sebagai ancaman. Pada tahun 1982, sebuah pertemuan para pejabat tinggi diadakan dan dihadiri oleh Soeharto, Jusuf, dan Amirmachmud yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam pertemuan tersebut, Amirmachmud mengomentari popularitas Jusuf dan memintanya untuk menjelaskan dirinya kepada Soeharto. Merasakan tuduhan tersebut, Jusuf kehilangan kesabaran dan berjanji kepada Soeharto bahwa dia tidak pernah punya ambisi untuk kekuasaan dalam melakukan tugasnya. Kecurigaan Soeharto tampaknya telah menyakiti Jusuf dan sehingga dia tidak pernah menghadiri pertemuan Kabinet sampai ia diberhentikan dari posisinya di April 1983. Karier PolitikDari tahun 1983 sampai tahun 1993, Jusuf menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah pekerjaan dari mana ia diperkirakan akan mencapai hal-hal besar, mengingat pendahulunya, Umar Wirahadikusumah yang kemudian menjadi Wakil Presiden. Namun, itu adalah akhir dari keterlibatannya dengan Pemerintah. Jusuf memiliki hubungan dekat dengan Jusuf Kalla dan pada satu tahap dianggap menunjukkan Kalla salinan Supersemar yang ia diambil dari tahun 1966. Jusuf berubah pikiran dan menunjukkan Kalla sebagai versi fotokopian gantinya. Ketika Jusuf mengumumkan niatnya untuk menghasilkan memoar pada hidupnya, ada harapan luas tentang apa pandangannya tentang Supersemar akan seperti (dari 3 jenderal yang menyaksikan penandatanganan Supersemar, hanya Amirmachmud telah menghasilkan akunnya). Pada awalnya, Soeharto dipercaya Jusuf untuk menerbitkan memoar sendiri tetapi berubah pikiran, meminta Jusuf agar Sekretariat Negara mempublikasikannya. Jusuf menolak tawaran ini. Dalam kehidupan pensiunan nya, Jusuf aktif dalam kegiatan sosial dan Dipimpin dasar bertugas menjalankan sebuah masjid juga memberikan kontribusi untuk menjalankan rumah sakit. M Jusuf merupakan purnawirawan perwira tinggi ABRI teladan yang banyak menginspirasi juniornya di satuan TNI yang dianggap jujur dan memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugas. Salah satu juniornya yang mengidolakan M Jusuf adalah Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto. Diakui Prabowo, sosok Jenderal asal tanah Bugis ini banyak memberikan pelajaran hidup dan membentuk karakternya selama dinas militer.[2] KematianM. Jusuf meninggal pada tanggal 8 September 2004 [3] dalam usia 76 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan. KeluargaDi dalam tubuh Jendral Purnawirawan Muhammad Jusuf, mengalir darah para Wali dan raja besar dan pejuang hebat. Ayahnya bernama Andi Tappu Amier Arung Kajuara. Ibunya bernama Andi Buba Petta Bunga. Kakeknya yang bernama La Upe Arung Tarasu adalah cucu langsung Raja Bone ke-24 bernama Sultan Isma’il Muhtajuddin La Mappatunru Dato Isma’il Matinroe ri Lalebbata yang merupakan keturunan ke-12 Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati cucu Maulana Husain Jamaluddin Al-Akbar Al-Azhmatkhan Al-Husaini Jumadil Kubro Wajo dan Prabu Siliwangi. Beliau juga keturunan dari Syaikh Yusuf Abul Mahasin Hadiyatullah Tajul Khalwatiyah Tuanta Salamaka ri Gowa dan Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke-16. Ia juga memiliki saudara tiri (satu ayah lain ibu) dengan Andi Gappa. Beliau memiliki istri 2 (dua) orang. Istri pertama beliau, Siti Maisaroh Hilaladalah, cucu pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan dan memiliki seorang anak yang kemudian memiliki 3 (tiga) orang cucu. Istri kedua beliau, Elly Saelan yang merupakan adik kandung Emmy Saelan Pejuang Asal Makassar Sulawesi Selatan dan memiliki seorang anak yang sudah meninggal dunia bernama Jaury Jusuf Putra. Elly Saelan (Saeli) adalah adik kandung dari Emmy Saelan dan Maulwi Saelan Bermacam-macamMeskipun Amirmachmud dengan halus menuduhnya ambisius, Jusuf tetap menjadi teman dekat dengan sesama saksi Supersemar tersebut. Sebelum Amirmachmud meninggal, ia meminta agar Jusuf menghadiri pemakamannya. Namun, Jusuf tidak dapat menghadiri pemakaman Amirmachmud ini. Jusuf juga menerima surat rahasia dari Amirmachmud. PendidikanUmumMiliter
KarierMiliter
Sipil/Menteri
SupersemarM. Jusuf merupakan salah satu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amirmachmud. PenghargaanTanda Jasa
Referensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia