August Mohri
August Friedrich Mohri adalah seorang misionaris Jerman yang merintis misi Kristen Protestan di Silindung bersama dengan Peter Hinrich Johannsen dan Ingwer Ludwig Nommensen. Mohri bertugas menjadi misionaris di Sipoholon, Pearaja, dan Huta Barat berturut-turut. Buah pekerjaannya selama 36 tahun sebagai misionaris di Tanah Batak adalah pargodungan (stasi-stasi zending) yang kelak bergabung sebagai satu gereja mandiri, yakni Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Karya di SilindungPada tahun 1874, August Mohri, Ingwer Ludwig Nommensen, dan Peter Hinrich Nommensen mendirikan sebuah sekolah yang dinamai Sikkola Mordalan-dalan (bahasa Indonesia: sekolah keliling). Sekolah (sebagai lembaga pendidikan, bukan bangunan) ini dididik oleh tiga guru di tempat yang berbeda-beda di kawasan Silindung sehingga selalu berpindah-pindah setiap hari. Sekolah ini terdiri dari 20 murid terbaik dari setiap sekolah dasar seantero Silindung.[1] Nommensen mengajar di setiap hari Senin dan Selasa tentang latar belakang Alkitab, kotbah, sejarah, ilmu alam, dasar pengobatan, dan bahasa Jerman. Nommensen mengajar para murid di Sait Ni Huta. Johannsen mengajar di setiap hari Rabu tentang studi Alkitab, geografi, sejarah dunia, sejarah gereja, aritmetika, dan katekismus. Johannsen mengajar para murid di Pansur Napitu. Mohri mengajar di setiap hari Jumat tentang sejarah Islam, dogmatika, bahasa Melayu, dan musik. Mohri mengajar para murid di Sipoholon. Pada tahun 1877, karena hasil yang memuaskan, Sikkola Mardalan-dalan akhirnya diputuskan untuk menjadi sebuah sekolah yang permanen di satu tempat, yaitu di Pansur Napitu. Sekolah ini menjadi Seminarium Pansur Napitu dengan Peter Hinrich Johannsen sebagai pengajar utamanya. Seminarium Pansur Napitu, di kemudian hari, dipindahkan oleh Johannes Warneck ke sebuah lokasi yang lebih luas di Sipoholon. Seminarium baru inilah yang dikenal sebagai Seminarium Sipoholon. Referensi
|