Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus.
Atmakusumah Astraatmadja (20 Oktober 1938 – 2 Januari 2025) adalah pemenang Penghargaan Ramon Magsaysay tahun 2000 untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif untuk perannya dalam meletakkan fondasi profesional dan kelembagaan bagi era baru kemerdekaan pers di Indonesia.[1] Atmakusumah memperoleh Penghargaan Kebebasan Pers 2008 dari Aliansi Jurnalis Independen[2] karena dinilai menunjukkan dedikasi dan komitmennya dalam memperjuangkan pers di Indonesia dan Lifetime Achievement dalam Anugerah Dewan Pers 2023[3] atas pengabdian dan jasanya kepada dunia pers.
Karier Atmakusumah sebagai wartawan muda dimulai setamat sekolah menengah atas pada usia 19 tahun di Harian Indonesia Raya Minggu pada 1957. Kariernya di sini sangat pendek karena setahun kemudian harian ini dibredel pemerintahan Soekarno.[4] Kehilangan pekerjaan, Atmakusumah sempat berkuliah, berpindah-pindah kerja dan, karena merasa tidak aman berada di bawah pengawasan sensor militer,[5] akhirnya memutuskan meninggalkan Indonesia untuk bekerja di Australia dan Jerman.
Sesudah pergantian rezim pemerintahan, pada 1968, pemimpin redaksi Mochtar Lubis mengajaknya menerbitkan kembali Harian Indonesia Raya.[6] Atmakusumah setuju dan di harian ini kariernya berkembang sampai ia diangkat menjadi redaktur pelaksana. Namun demikian, pada 1974 harian ini kembali dibredel, kali ini oleh pemerintahan Soeharto, terkait pemberitaan peristiwa Malari.[7]
Masuk ke dalam daftar hitam, tidak bisa bekerja sebagai wartawan atau penulis,[8] Atmakusumah bekerja di kedutaan besar Amerika Serikat sebagai Asisten Pers sampai pada 1992 wartawan senior Djafar Assegaff memintanya mengajar di Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) dan dua tahun kemudian ia menggantikan Djafar sebagai direktur eksekutif.[9][10]
Pada awalnya Atmakusumah menulis dengan nama samaran tetapi beberapa tahun setelah masuk daftar hitam ia mencoba menulis dengan nama asli dan ternyata baik dirinya maupun media yang memuat tulisannya tidak dapat peringatan atau ancaman apapun dari pihak pemerintah atau militer.[8] Semenjak itu Atmakusumah mulai menulis lagi di berbagai media, misalnya, antara lain, di harian Kompas, Sinar Harapan, The Jakarta Post, Republika, Suara Karya; majalah Tempo, D & R (Demokrasi & Reformasi), Prisma, Optimis, Femina, X-tra, Intisari, Editor, Forum Keadilan, Independen Watch, Trust; surat kabar mingguan edisi akhir pekan Media Indonesia Minggu, Bisnis Indonesia Minggu; media Internet Tempo Interaktif (Jakarta), dan majalah Reflexie (Den Haag, Nederland).
Atmakusumah dapat disebut sebagai peletak dasar prinsip kebebasan pers melalui pembentukan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.[11][12] Setelah kejatuhan Soeharto, pada tahun 1999, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah menunjuk Atmakusumah, bersama Azkarmin Zaini dan Sabam Leo Batubara, menjadi narasumber pemerintah untuk turut serta menyusun rancangan undang-undang tentang pers dan mendiskusikannya dengan anggota parlemen.[13][14] Melewati perdebatan yang alot, Undang-Undang Pers yang mengubah drastis undang-undang sebelumnya dan sangat melindungi kebebasan pers ini akhirnya disahkan oleh Presiden B. J. Habibie.[15][16][17]
Dengan Undang-Undang Pers yang baru ini penerbitan pers tidak lagi memerlukan izin sehingga pemerintah tidak punya lagi kekuasaan untuk menyensor dan membredel media pers.[18][19]Undang-Undang Pers juga mengubah Dewan Pers, yang dulunya selalu dipimpin oleh Menteri Penerangan, menjadi lembaga negara independen yang ketuanya dipilih secara demokratis oleh organisasi wartawan, perusahaan pers, dan tokoh masyarakat. Pada tahun 2000 Atmakusumah terpilih menjadi Ketua Dewan Pers independen pertama sampai masa jabatannya berakhir pada 2003.[20][21]
Selama 30 tahun terakhir kehidupannya ia berbicara pada seminar dan lokakarya tentang jurnalisme serta kebebasan pers dan berekspresi di sekira 40 kota besar dan kecil di Indonesia.[22][23][24] Sampai akhir hayatnya, Atmakusumah diperkirakan telah mendidik 20.000 wartawan di Indonesia dan Timor Leste.[25][26]
Kebebasan Pers dan Arus Informasi di Indonesia (1981).
Mengangkat Masalah Lingkungan ke Media Massa (1996, penyunting bersama Maskun Iskandar dan Warief Djajanto Basorie)
Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers (2004, penyunting bersama Maskun Iskandar)
Kebebasan Pers dan Ekspresi: Tuntutan Zaman (2009)
Pers Ideal untuk Masa Demokrasi (2018).
Membangun Pers Independen (2023)
Penyunting beberapa buku, di antaranya, "Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX," "Mochtar Lubis: Wartawan Jihad," dan "Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya (jilid 1, 2, & 3)."
Selain itu, tulisan-tulisannya tentang jurnalisme, media pers, dan kebebasan pers dimuat dalam 30 buku.
Pemimpin rubrik komunikasi massa dan kontributor untuk Ensiklopedi Nasional Indonesia (18 jilid; pemimpin umum Dr. B. Setiawan, pemimpin redaksi dr. E. Nugroho; penerbit PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1988–1991).
^Luwarso, Lukas (2008). Menjaga Kebebasan Pers: 70 Tahun Atmakusumah Astraatmadja. Jakarta: Lembaga Pers Dr. Soetomo. ISBN9789799551849.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^McCoy, Mary E. (2019). Scandal and democracy: media politics in Indonesia. Ithaca: Southeast Asia Program Publications, an imprint of Cornell University Press. ISBN978-1-5017-3105-1.
^Lim, Louisa; Moser, David; Horvat, Andrew; McCurry, Justin; Seo, Hyunjin; Huang, Jaw-Nian; Venkiteswaran, Gayathry S.; Coronel, Sheila S.; Pavin Chachavalpongpun (2020). Burrett, Tina; Kingston, Jeff, ed. Press freedom in contemporary Asia. London New York, NY: Routledge, an imprint of the Taylor & Francis Group. ISBN978-0-429-50569-0.
^George, Cherian; Asian Media Information and Communication Centre; Nanyang Technological University, ed. (2008). Free markets free media? reflections on the political economy of the press in Asia. AMIC Asian communication series. Singapore: AMIC ; Nanyang Technological University. ISBN978-981-4136-09-9.