Ada dua buah rumah tinggal di Toentang weg yang desainnya memakai menara, keduanya dalam posisi berseberangan. Rumah pertama adalah rumah tinggal yang pernah menjadi milik Nitisemito, pengusaha besar rokokkretek dan yang kedua adalah rumah yang sekarang dipakai untuk kantor Bank Central Asia. Bedanya menara di rumah Nitisemito merupakan bangunan bertingkat sedangkan rumah di seberangnya hanya merupakan bangunan satu lantai. Selain itu, memiliki rumah dua lantai dengan menara tersebut Nitisemito juga memiliki rumah dan bangunan lain yang luas dan membentang di sepanjang jalan Monginsidi sekarang, di sisi timur mulai dari Kodim ke Selatan.
Awalnya rumah ini adalah milik warga Belanda, tetapi akhirnya dibeli oleh Nitisemito, konglomeratpribumi di bidang rokok kretek yang pernah mengalami masa jaya pada zaman Belanda. Dari sisi kepemimpinan rumah yang satu ini mengalami beberapa kali pergantian. Setelah dari Nitisemito rumah berpindah menjadi milik keluarga Djajadi, kemudian ke keluarga Soekardjo, lalu ke pemilik sekarang ini. Sementara itu dari sisi fungsi juga telah terjadi beberapa kali pergantian, mulai dari rumah tinggal ke apotek (dengan nama apotek Van der Heide), lalu berganti menjadi hotel (dengan nama hotel Tanjung) dan terakhir sebagai rumah kost untuk pegawai dan mahasiswa.
Secara umum rumah ini bisa dikatakan masih seperti yang dulu. Namun, bila dilihat lebih detail sudah ada beberapa perubahan yang dilakukan oleh pemiliknya. Pagar halaman sudah mengalami perubahan, detail menara di lantai satu sudah berubah, kemudian teras rumah yang semula terbuka dengan pagar pendek telah hilang karena diblok dengan dinding berkeramik.
Saat ini rumah tersebut tercatat sebagai BangunanCagar Budaya di Salatiga. Selain usianya yang sudah tua, dari sisi desain rumah ini termasuk rumah yang langka. Bahkan hanya satu-satunya rumah dengan menara berlantai dua di Salatiga. Oleh karena itu, bila bangunan tersebut masih bisa bertahan setelah dari 100 tahun melewati lorong waktu di Salatiga, itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri.
Harnoko, Darto, dkk (2008). Salatiga dalam Lintasan Sejarah. Salatiga: Dinas Pariwisata, Seni, Budaya, dan Olah Raga Kota Salatiga.
Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917–1942. Semarang: Sinar Hidoep.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Raap, Olivier Johannes (2015). Kota di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Rahardjo, Slamet, dkk (2013). Sejarah Bangunan Cagar Budaya Kota Salatiga. Salatiga: Pemerintah Daerah Kota Salatiga.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Supangkat, Eddy (2019). Gedung-Gedung Tua yang Melewati Lorong Waktu Salatiga. Salatiga: Griya Media.
Supangkat, Eddy (2012). Salatiga: Sketsa Kota Lama. Salatiga: Griya Media.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Hatmadji, Tri, dkk (2009). "Cagar Budaya Salatiga". Klaten: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)