Gedung Pakuwon adalah bangunan cagar budaya yang terletak di Kelurahan Kalicacing, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Bangunan ini merupakan saksi sejarah Perjanjian Salatiga antara Raden Mas Sahid atau biasa disebut Pangeran Sambernyowo, Pakubuwono II, dan pemerintah Kolonial Belanda pada 17 Maret 1757. Perjanjian ini merupakan penyelesaian dari serentetan pecahnya konflik perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Hamengkubuwono I dan Pakubuwono III melepaskan beberapa wilayahnya untuk Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa). Ngawen di wilayah Yogyakarta dan sebagian Surakarta menjadi kekuasaan Pangeran Sambernyawa.
Perjanjian ini dinamai perjanjian Salatiga. Ketika terjadi perselisihan antara R.M. Said dengan Sunan Pakubuwana yang berlangsung dari tahun 1746 sampai 1757, pihak Belanda berusaha meredam pertempuran tersebut. Belanda mengajak R.M. Said dan Sunan Pakubuwono III berunding tahun 1755 dan 1757. Perundingan tahun 1955 menghasilkan Perjanjian Giyanti, sedang perundingan tahun 1757 menghasilkan Perjanjian Salatiga. Perjanjian Salatiga selanjutnya melahirkan Kadipaten Mangkunegaran.
Perjanjian Salatiga dilangsungkan di sebuah gedung bernama Gedung Pakuwon yang terletak di Jl. Brigjen Sudiarto. Di lahan ini sekarang berdiri bangunan rumah tinggal yang dibangun pada awal abad XX. Porch bagian depan bangunan menjadi ciri khas bangunan ini. Bangunan rumah tinggal ini merupakan sisa-sisa peninggalan kolonial di Kawasan Kepatihan.
Dari segi gaya, rumah tinggal ini tidak memperlihatkan keistimewaan. Sekarang, bangunan ini dapat menjadi penanda sebuah tempat dimana dilaksanakan Perjanjian Salatiga. Bangunan ini juga mewakili gaya bangunan rumah tinggal yang berkembang di Kota Salatiga.[1]
Lihat pula
Rujukan
Daftar pustaka
Buku
- Prakosa, Abel Jatayu (2017). Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917-1942. Semarang: Sinar Hidoep. ISBN 978-602-6196-60-6.
- Supangkat, Eddy (2014). Salatiga: Sketsa Kota Lama. Salatiga: Griya Media. ISBN 978-979-7290-68-9.
Pranala luar