Anwar Sutan Saidi
Anwar Sutan Saidi (19 April 1910 – 1 Juni 1976) adalah pengusaha dan aktivis pergerakan kemerdekaan asal Indonesia. Dia merupakan salah satu dari sedikit konglomerat Indonesia sebelum masa kemerdekaan. BisnisAnwar hanya menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar 5 tahun di Payakumbuh. Tak sempat melanjutkan pendidikannya, Anwar terjun ke dunia bisnis pada usia 16 tahun. Pada mulanya ia bekerja dengan pamannya, kemudian ia terus mengembangkan usahanya sendiri. Salah satu usahanya adalah mengumpulkan hasil kerajinan tangan masyarakat Agam Tuo (Oud Agam). Pada tahun 1930, dia mendirikan bank,[1] yakni Bank Tabungan Saudagar di Bukittinggi. Bank ini kemudian berubah nama menjadi Bank Nasional Abuan Saudagar, yang pada akhirnya menjadi Bank Nasional.[2] Tahun 1938 ia memprakarsai berdirinya empat perusahaan, yaitu PT Inkorba, PT Bumi Putera, PT Andalas, dan PT Fort de Kock. Di Bukittinggi, ia juga mendirikan perusahaan penerbitan NV Nusantara. Perusahaan ini banyak menerbitkan buku-buku sastra yang menjadi bacaan wajib anak-anak sekolah. Bersama putranya Rustam Anwar, ia mengelola penerbitan ini hingga menjadi salah satu yang terbesar di Sumatra. Anwar juga membangun Hotel Minang di Bukittinggi dan Danau Singkarak (Nagari Batu Taba). Pada tahun 1964 ia mengaktifkan kembali pabrik Tenun Padang Asli yang sudah lama ditutup. Setelah Anwar wafat, perusahaan-perusahaannya banyak yang mundur. Pada akhir 1990-an, gubernur Hasan Basri Durin menjual aset Bank Nasional kepada Grup Bakrie dan Aminuzal Amin. Kelompok itu kemudian mengubah nama Bank Nasional menjadi Bank Nusa Bakri.[3] PergerakanPada tahun 1940, Anwar pernah mengirim 3 orang pemuda untuk belajar kepada Mohammad Hatta. Pada masa itu, Mohammad Hatta memang mengajar ketiga pemuda tersebut dan seorang pemuda yang memang asli berasal dari Banda Neira.[1] Masuknya Anwar Sutan Saidi ke dalam dunia pergerakan disebabkan oleh kakaknya Djamaluddin Ibrahim, yang menjadi guru Sumatra Thawalib sekaligus aktivis Partai PARI. Anwar adalah aktivis pergerakan yang anti-Jepang. Dia tidak sepaham dengan Muhammad Sjafei dan Chatib Sulaiman, yang mendirikan Gyugun (Laskar Rakyat) untuk membantu Jepang. Namun setelah Gyugun diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Anwar aktif memberikan dukungan dana kepada organisasi militer tersebut. Pada masa kemerdekaan, Anwar duduk sebagai Dewan Eksekutif Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera Barat, mendampingi Sutan Mohammad Rasjid dan Dr. Djamil. Tahun 1960 Anwar ditunjuk menjadi anggota Depernas (Dewan Perancang Nasional) sebagai tenaga ahli, dan kemudian diangkat pula menjadi anggota MPRS. Catatan kaki
|