Sammy adalah jurnalis yang memiliki spesialisasi di bidang politik, sosial, ekonomi, dan olahraga. Dia meraih Anugerah Adinegoro secara dua kali beruntun pada 2012 dan 2013. Dia kini aktif sebagai pengamat ekonomi dan kolumnis di sejumlah media nasional.[1] Dia juga aktif menulis di sejumlah jurnal internasional.[2][3][4][5]
Pada 2012, dia meraih Adinegoro lewat artikel investigasi berjudul Putri di Belakang Istana. Sedangkan penghargaan Adinegoro kedua dia raih lewat artikel yang mengulas nasib buruh honorer yang dipekerjakan DPR.[6]
Alumni Universitas Indonesia ini mengawali kariernya sebagai reporter di Harian Republika dan Republika Online sejak 2009. Dia juga menjadi analis pada salah satu program acara sepak bola di stasiun televisi Berita Satu.
Nama dia mulai dikenal saat meletusnya polemik di tubuh PSSI. Saat itu, Sammy berkorespondensi langsung dengan FIFA untuk membahas soal dualisme organisasi. Surat yang dilayangnya kepada FIFA kemudian memaksa Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) untuk menunda kompentisi liga karena dianggap sebagai breakaway league (kompetisi ilegal).[7]
Sammy juga merupakan juru bicara dan Humas dari organisasi Rabithah Alawiyah, organisasi para habib se-Indonesia.[8]