Abdullah Muzakir Walad
Letnan kolonel TNI (Purn.) Abdullah Muzakir Walad (lahir 20 Agustus 1920) adalah seorang tentara, guru, kepala sekolah, pebisnis, konsultan, dan penasihat yang menjabat sebagai Gubernur Aceh kesepuluh dari tahun 1968 sampai tahun 1978. Kehidupan awalAbdullah Muzakir Walad dilahirkan di Lubok Sukon pada 20 Augustus 1920. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di HIS Sigli pada tahun 1935. Selanjutnya, ia meneruskan pendidikan menengahnya di MULO dan lulus tahun 1939. Abdullah Muzakir melanjutkan pendidikan tingginya di Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta dan lulus tahun 1941.[1] KarierSetelah lulus dari sekolah keguruan, ia memulai kariernya sebagai guru dan kepala sekolah di Sekolah Rakyat VI dari tahun 1942-1946. Selama menjadi guru dan kepala sekolah, ia juga bergabung dengan dinas kemiliteran. Pada tahun 1942, dia bergabung dengan Stadswacht, pasukan patroli bentukan KNIL. Setahun kemudian, Abdullah Muzakir mendapatkan pendidikan semi militer di sekolah guru buatan Jepang.[1] MiliterPasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Abdullah Muzakir bergabung dengan Lasykar Rakyat cabang Ingin Jaya dan menjabat sebagai kepala kompi. Ia menjabat sebagai kepala kompi sembari menjadi guru dan kepala sekolah.[1] Kemudian, ia mengundurkan diri dari kariernya di bidang pendidikan dan bergabung dengan dunia militer. Ia mengikuti Latihan Opsir Polisi Tentara Sumatera di Bukit Tinggi dan lulus pada tahun 1946 dengan pangkat kapten karena menjadi lulusan terbaik.[2] Pada tanggal 25 April 1947, Abdullah Muzakir bergabung dengan Divisi X/TRI dan menjabat sebagai Komandan Seksi-VIII/Polisi Tentara.[1] Pada bulan Juni 1947, Daud Beureuh membentuk TNI di Daerah Kemiliteran Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dan Abdullah Muzakir ditunjuk sebagai Komandan Polisi Tentara Divisi X Kutaraja. Pada saat itu, Abdullah Muzakir berpangkat sebagai mayor. Setelah itu, Abdullah Muzakir menjabat berbagai posisi kemiliteran yaitu Komandan Corps Polisi Militer Langkat dan Tanah Karo dan Komandan Batalion IV CPM Sumatera.[1] Karier militer Abdullah Muzakir berhenti pada tahun 1952 ketika ia dihentikan secara hormat dengan pangkat terakhirnya yaitu Letnan Kolonel.[1][3] Meskipun begitu, Abdullah Muzakir masih dipercaya untuk menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan militer seperti menjadi anggota Delegasi 28 yang bertugas untuk melakukan perundingan dengan Daud Beureuh demi mengakhiri pemberontakan DI/TII di Aceh.[1] BisnisMengundurkan diri dari dinas kemiliteran, Abdullah Muzakir memutuskan untuk berkecimpung ke dunia bisnis. Ia berpinfah ke Jakarta dan memulai karier bisnisnya sebagai Manajer NV Permai dari tahun 1953-1960.[1] Kemudian, dia kembali ke Aceh dan menjadi direktur PT Panca Usaha dari tahun 1961-1967. Selama menjabat sebagai direktur PT Panca Usaha, Abdullah Muzakir mengemban posisi lainnya yaitu Direktur Fa. H.M. Amin, Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia Sementara (GPEIS), Ketua Badan Musyawarah Pengusaha Nasional Swasta (BAMUNAS) Aceh, Direktur Seksi Perdagangan BAPIPDA, dan Kuasa Direksi Badan Otorita Jalan Raya Aceh.[1] Gubernur Aceh (1968–1978)Pada tanggal 23 Maret 1968, Presiden Soeharto mengangkat Abdullah Muzakkir Walad sebagai Gubernur Aceh dengan didampingi oleh Marzuki Nyakman sebagai wakilnya. Saat menjadi Gubernur Aceh selama 10 tahun, ia memiliki jabatan lain yaitu Anggota MPR Utusan Daerah pada tahun 1972 dan 1977 dan Ketua Dewan Pembina Kokarmendagri Aceh dan Korpri Tingkat I Aceh (1968-1978).[1] Selama menjadi gubuernur Aceh, makam Johan Harmen Rudolf Köhler dipindahkan ke Kerkhoff, Banda Aceh atas usulannya setelah mendengar kabar bahwa Pemakaman Tanah Abang akan digusur.[4] Selain itu juga, Abdullah Muzakir menghapus kewedanan di seluruh Aceh pada 18 November 1974.[5] Pada masa kepemimpinannya, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh berdiri pada tahun 1977.[6] Kehidupan selanjutnyaSetelah selesai menjabat sebagai Gubernur Aceh, Abdullah Muzakir menjabat sebagai Penasihat Mobil Oil Indonesia dan Konsultan PT Arun LNG.[1] Referensi
|