Abdul Manap
H. Abdul Manap (1908 – 28 Maret 1988) adalah seorang birokrat dan politikus asal Jambi. Ia menjabat sebagai Pejabat Sementara Gubernur Jambi dari tahun 1967 hingga 1968 dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari tahun 1971 hingga 1982. Riwayat HidupMasa kecil dan pendidikanAbdul Manap lahir pada tahun 1908 di Muara Talang, Batang Asai, Keresidenan Jambi, Hindia Belanda. Ia lulus dari pendidikan dasar pada tahun 1920 dan melanjutkan ke Sekolah Pamong Praja (Gouvernement).[1] Karier di birokrasiMasa Hindia Belanda dan pendudukan JepangSetelah menamatkan pendidikan pamong praja pada tahun 1923, Abdul bekerja sebagai pegawai magang pada Kantor Demang Jambi. Setahun kemudian, ia diterima sebagai pamong praja penuh. Ia lalu bekerja sebagai juru tulis di berbagai tempat, diantaranya di kantor Asisten Demang Muaro Bungo dari tahun 1924 hingga 1928, kantor Demang Muaro Bungo dari tahun 1928 hingga 1930, dan kantor Kontrolir Sarolangun dari tahun 1930 hingga 1934.[1] Usai berkiprah sebagai juru tulis di kantor pemerintah daerah, Abdul menempuh pendidikan sekolah mantri polisi. Setelah selesai menempuh pendidikan di sekolah mantri polisi, Abdul bekerja sebagai mantri belasting (pegawai pengumpul pajak) di Muaro Bungo dari tahun 1934 hingga 1938. Ia dipindahkan ke Kota Jambi dan menjabat sebagai mantri polisi di sana. Selain memegang kendali atas kepolisian di Kota Jambi, Abdul juga bekerja sebagai jurusita di Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi Negeri) dan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Jambi.[1] Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, Abdul disekolahkan ke Sekolah Polisi Singapura oleh otoritas Jepang dan lulus pada tahun yang sama. Ia kembali ke Jambi dan menjabat sebagai Kepala Kepolisian Jambi dan Muaro Bungo.[1] Masa kemerdekaan IndonesiaJepang mengakhiri kekuasaannya di Hindia Belanda pada tahun 1945 dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Abdul memprakarsai pembentukan sejumlah organisasi pertahanan seperti Laskar Rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat. Disamping itu, Abdul juga ditunjuk sebagai pemimpin dari berbagai organisasi. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Perjuangan Rakyat, Ketua Volksfront, dan penasehat untuk organisasi pemuda B.P.K. Ia juga didapuk untuk mewakili aspirasi rakyat setempat dan memperoleh kursi dalam Komite Nasional Daerah Jambi.[1] Masa Demokrasi LiberalSetelah Revolusi Nasional Indonesia berakhir, Abdul dipindahkan ke Kabupaten Batanghari untuk menjabat sebagai patih (sekretaris daerah) hingga tahun 1953.[1] Usai menjabat sebagai patih, Abdul ditunjuk sebagai pemangku jabatan bupati Batanghari selama beberapa bulan hingga tahun 1954. Abdul dan bupati-bupati pendahulunya dianggap berjasa dalam merintis pembangunan dan memperbaiki mekanisme pemerintahan daerah di kabupaten tersebut.[2] Ia lalu dipindahkan ke Kantor Keresidenan Lampung dan bekerja sebagai pegawai negeri dengan pangkat bupati.[1] Abdul ditunjuk untuk menjabat sebagai Bupati Merangin pada tahun 1956.[3] Pada masa pemerintahannya, Abdul memprakarsai sejumlah proyek perhubungan dan pengairan di Merangin, seperti jembatan penghubung sepanjang satu kilometer dan pembangunan fasilitas irigasi untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.[4] Pada bulan Desember 1956, sekelompok perwira militer di Sumatera Tengah yang tidak puas dengan perlakuan pemerintah pusat mendirikan Dewan Banteng. Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas, sejumlah tokoh agama dan pemerintahan ikut bergabung ke dalam dewan tersebut. Abdul Manap merupakan salah satu tokoh pemerintahan yang bergabung dan menjadi anggota Dewan Banteng.[5] Akibat keterlibatan Abdul Manap dalam Dewan Banteng, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri memberhentikan Abdul Manap dari jabatannya sebagai Bupati Merangin dan memindahkannya ke kantor Keresidenan Lampung mulai tanggal 15 Januari.[6] Pemberhentian Manap dari jabatan bupati ditanggapi dengan penolakan oleh masyarakat Merangin dan ratusan pernyataan terkait dengan penolakan tersebut dikirimkan kepada Kementerian Dalam Negeri, Territorium II, dan Dewan Banteng sendiri. Sekelompok rakyat Merangin juga mendatangi kantor Dewan Banteng untuk menyatakan keinginan mereka mempertahankan Manap dalam jabatannya sebagai Bupati Merangin.[7] Dalam pidatonya yang dibacakan pada tanggal 23 Januari 1957, Ketua Dewan Banteng Ahmad Husein menyatakan bahwa "pemindahan Bupati H.A. Manap dari Djambi ke Lampung adalah suatu tindakan jang tidak menstimuleer lantjarnja djalan penjelesaian". Namun, pemerintah pusat menolak untuk membatalkan keputusan tersebut dan Mohammad Keras, Patih Kabupaten Merangin, ditunjuk sebagai penjabat sementara Bupati Merangin.[6] Dewan Banteng yang sudah dibentuk bergabung dengan dewan-dewan lainnya di Sumatera dan melebur menjadi Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Pada tanggal 8 Februari 1957, Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein meresmikan pembentukan Provinsi Jambi yang terpisah dari Provinsi Sumatera Tengah dan melantik Djamin Datuk Bagindo sebagai penjabat sementara Gubernur. Abdul Manap lalu ditunjuk oleh Djamin sebagai staf gubernur.[8] Setelah Djamin digantikan oleh gubernur definitif, Joesoef Singedekane, pada bulan Desember 1959, Abdul Manap ditunjuk sebagai Wakil Wali Kota Jambi hingga tahun 1961. Ia naik jabatan menjadi Residen di Provinsi Jambi beberapa saat kemudian.[1] Pejabat Sementara Gubernur JambiPada tanggal 12 Mei 1966, Presiden Indonesia mengeluarkan keputusan yang memberhentikan Joesoef Singedekane dari jabatannya sebagai Gubernur Jambi. Sebagai gantinya, Abdul Manap ditetapkan sebagai Pejabat Sementara Gubernur Jambi.[9] Abdul Manap dilantik menjadi gubernur sebulan setelah surat tersebut dikeluarkan, yakni pada tanggal 16 Juni 1966.[3] Abdul memimpin provinsi tersebut selama kurang lebih setahun hingga ia digantikan oleh gubernur baru, Noer Atmadibrata, pada awal tahun 1968.[10] Selama menjabat sebagai Gubernur, Abdul memprakarsai penempatan anggota-anggota musyawarah pimpinan daerah (muspida) di dalam struktur presidium Universitas Jambi, yang merupakan perguruan tinggi satu-satunya di Jambi pada masa itu. Namun, penempatan muspida di presidium ini menjadi polemik karena para pejabat muspida tidak memberikan kontribusi yang jelas terhadap pengembangan Universitas Jambi dan kursi yang kosong di dalam presidium tersebut tidak segera diisi setelah para pejabat muspida satu persatu dipindahkan ke daerah lain.[11] Di samping keterlibatannya dalam Universitas Jambi, Abdul juga berperan dalam pendirian Institut Agama Islam Negeri Al-Djamiah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah (sekarang menjadi Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin). Perguruan tinggi tersebut berdiri sebagai hasil penggabungan dari Fakultas Tarbiyah dan Ushuluddin Yayasan Perguruan Tinggi Jambi. Manap lalu dipercayakan untuk menjabat sebagai penjabat rektor pertama pada tanggal 8 September 1967.[12] Abdul tetap memimpin institut tersebut setelah masa jabatannya sebagai penjabat gubernur habis. Ia menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Drs. H.A. Munir SA pada tahun 1971.[13] Anggota Dewan Perwakilan RakyatSetelah mengundurkan diri dari jabatan gubernur, Abdul Manap didapuk sebagai salah seorang sesepuh dan tokoh adat masyarakat Jambi dan menjabat sebagai Ketua Dewan Adat Pucuk Jambi IX Lurah pada tahun 1971. Ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Golkar pada pemilihan umum 1971. Di dalam dewan, ia mewakili Kabupaten Bungo Tebo.[1] Abdul kembali terpilih dalam pemilihan umum 1977 dan berkiprah di DPR hingga tahun 1982.[14] WafatAbdul Manap wafat pada pukul 02.00 dini hari tanggal 28 Maret 1988 di Jakarta. Jenazahnya dibawa ke Jambi beberapa jam kemudian untuk dimakamkan di sana.[15] KeluargaAbdul Manap menikah dengan Siti Hasanah.[16] Salah seorang anak mereka, Arifien Manap, terpilih sebagai Wali Kota Jambi untuk dua periode (1998 – 2008).[17] PeninggalanSebuah jalan di Kabupaten Bungo — kabupaten yang diwakilinya saat ia menjabat sebagai anggota DPR — diberi nama Jalan H.A. Manap.[18] Rumah Sakit Umum Daerah Kota Jambi menggunakan nama Abdul Manap sejak didirikan pada bulan Juni 2008.[19] Referensi
|