Kabuh adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Jombang yang terletak di utara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Lamongan. Secara geografis, Kabuh berada di kawasan Pegunungan Kendeng yaitu pegunungan kapur yang membentang di utara Pulau Jawa. Bagian timur dan barat dari Kabuh banyak ditanami pohon jati dan ditengah hutan jati tersebut dapat ditemukan kampung-kampung terpencil berpenduduk sedikit seperti Desa Marmoyo dan Dusun Ngapus di Desa Sumberaji. Bahkan sekolah dasar di Dusun Ngapus (SDN Sumberaji 2) hanya memiliki 9 siswa pada tahun 2024, dengan 1 siswa baru di kelas satu.[1][2] Selain perkebunan jati, Kabuh juga dikenal sebagai penghasil tembakau terbesar di Kabupaten Jombang.[3][4]
Kabuh dilewati jalan provinsi Jombang-Ploso-Babat yang strategis sehingga di tepi jalan tersebut terdapat banyak pabrik-pabrik serta Pasar Kabuh yang ramai.[5] Tempat terkenal lain di Kabuh antara lain Satuan Radar 222TNI AU. Bangunan bekas radar yang tidak lagi berfungsi di Desa Manduro sering dikunjungi oleh masyarakat.[6] Kabuh juga memiliki tempat wisata seperti Kedung Sewu dan Sendang Tlimo yang lokasinya tersembunyi di tengah hutan jati.[7]
Secara geografis, Kabuh terletak di Pegunungan Kendeng yang membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Kawasan ini berupa pegunungan kapur yang cenderung tandus sehingga lebih banyak ditanami komoditas seperti jati dan tembakau. Batas wilayah Kabuh yakni sebagai berikut:[3]
Taman Thoriqoh Shiddiqiyyah dan Makam Kiai Ahmad Sanusi Abdul Ghofar di Desa Kauman
Kebudayaan
Kabuh terkenal dengan adanya kesenian bernama Sandur Manduro yang terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda IndonesiaKementerian Kebudayaan pada tahun 2017. Sandur Manduro adalah seni pertunjukkan dari Desa Manduro yang banyak warganya merupakan keturunan Orang Madura yang menetap di Pegunungan Kendeng sejak lama dan sampai sekarang masih memakai Bahasa Madura, namun mereka juga fasih berbahasa Jawa terutama untuk berkomunikasi dengan warga luar daerah. Nenek Moyang mereka dahulu adalah mantan laskar Trunojoyo yang menyelamatkan diri dari kejaran gabungan pasukan VOC dan Mataram semenjak kekalahan Trunojoyo pada tahun 1679.[8]
Komponen alat musik yang digunakan mengiringi kesenian Sandur Manduro terdiri dari kendang, trompet, kendang cimplong, dan gong tiup. Selain alat musik, atribut lainnya adalah topeng yang ada sejak dulu dengan beragam karakter. Disamping itu juga pakaian yang mempunyai pasangannya sendiri dengan topeng yang ada. Sandur pernah mengalami masa kejayaan yaitu pada tahun 1970-an.[8]