Untuk ayahnya yang bernama sama, lihat
Talasa.
Wongko Lemba Talasa atau Talasa (13 Mei 1914 – 3 Februari 1985), adalah seorang politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan juga Raja Poso yang menjabat pada tahun 1947 hingga 1985, menggantikan ayahnya Talasa. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat oleh Jepang menjadi Suco Poso pada tahun 1943. Ia juga menjadi pelopor pembentukan Gerakan Merah Putih untuk mengkoordinir kaum pergerakan di Poso.
Dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur, Talasa adalah salah satu dari empat wakil Sulawesi Tengah di Parlemen NIT. Ia juga adalah Wakil Ketua Dewan Raja-raja se-Sulawesi Tengah, yang pada akhirnya membentuk Daerah Otonom Sulawesi Tengah. Dengan posisi tersebut, ia dikenal luas sebagai salah satu pendiri provinsi Sulawesi Tengah.[2]
Kehidupan pribadi
Talasa bersekolah di sekolah Frater Katolik di Manado. Kemudian ia melanjutkan ke OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren) di Makassar. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya, ia dipanggil oleh ayahnya untuk magang di pemerintahan wilayah Luwuk dan digaji oleh —Talasa Tua— ayahnya sendiri.
Talasa menikah dengan Intje Ragompi, dan memiliki 5 orang anak. Putri pertama, Iwanah Marianne Talasa, memperoleh penghargaan Satyalancana Karya Satya 20 tahun dari Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Anak-anaknya yang lain; Tini Rosdiana Talasa, Jenny Lusaeni Talasa, Ezra Dalelino Talasa dan putra bungsunya Robert Rimbulangi Talasa mendapatkan penghargaan sebagai Dokter Teladan untuk tingkat nasional pada tahun 1991 dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat itu, Adhyatma.
Karier
Pada tanggal 21 Agustus 1945, Jepang menyerahkan kendali pemerintahan di Sulawesi Tengah terhadap raja-raja setempat. Di Poso, kekuasaan diberikan kepada Talasa. Kemerdekaan negara yang masih sangat rapuh, diantisipasi oleh Talasa dengan membentuk barisan sukarela yang dipimpin Jacob Lamadjuda. Pada bulan Mei 1947, ia ditunjuk menjadi Wakil Ketua Dewan Raja-raja Sulawesi Tengah oleh Ida Anak Agung Gde Agung yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur (NIT). Pada tanggal 13 hingga 14 Oktober 1948, Dewan Raja-raja Sulawesi Tengah melaksanakan sidang di Tentena, dan ia bertindak sebagai sebagai Sekretaris Sidang. Sebulan kemudian, pada tanggal 27 sampai tanggal 30 November 1948 diadakan pertemuan lanjutan Dewan Raja di kota Parigi. Talasa menghadiri pertemuan ini sebagai Raja Poso.
Saat pendudukan Permesta di Poso, Talasa secara tegas menolak Permesta dengan mengatakan bahwa seluruh masyarakat Poso masih setia terhadap NKRI. Penolakan ini membuatnya diasingkan ke Manado, dan kemudian dipaksa oleh mereka untuk ikut bergerilya di hutan dan ditempatkan di bawah pengawasan Panglima Komando Daerah Pertempuran Minahasa (KDPM) Kolonel D.J. Somba. Pada tahun 1958, TNI melakukan operasi militer dan berhasil membebaskan Talasa.[5]
Talasa sempat menjabat sebagai Kepala Inspektorat Umum Kantor BKDH Kabupaten Poso. Selama tahun 1968 hingga 1970, ia diangkat menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah. Ia juga adalah anggota Dewan Pleno Legiun Veteran Indonesia di Poso. Pada tanggal 14 September 1982, ia diangkat menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) utusan Sulawesi Tengah. Ia wafat pada tanggal 3 Februari 1985 di Poso, saat masih dalam masa tugas sebagai anggota MPR-RI (1982-1987).
Penghargaan
Karena Talasa adalah anggota Legiun Veteran Republik Indonesia, pemerintah kemudian menetapkannya sebagai salah satu anggota Veteran Pembela Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 28 Maret 2014, Wongko Lemba Talasa mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, bersama dengan 14 tokoh lainnya.
Referensi
Daftar pustaka