Wiru
Wiru, lele hitam, atau lele moma (Clarias meladerma) adalah spesies lele yang banyak terdapat di Sungai Mekong serta perairan tawar di Indonesia dan Filipina. Seperti juga ikan lele lain, wiru bisa bertahan bernapas di luar air. Ciri dan perilakuSebagaimana ikan lele lainnya, tubuhnya berbentuk memanjang dan silindris. Ikan ini memiliki sirip punggung panjang di sepanjang punggungnya, terlihat memanjang dari tengah tubuh hingga ekor. Sirip dada juga berkembang dengan baik, membantu kemampuan manuver. Duri yang menonjol di rahang atas merupakan organ sensorik yang membantu ikan menavigasi lingkungannya. Ciri yang mudah dibedakan dari ikan lele lain adalah tepi anterior tulang belakang dada bergerigi kuat, panjang kepala (dari ujung moncong hingga ujung proses oksipital) 4,0-4,3 kali dalam SL, serta warna tubuh kehitaman dengan sedikit bercak lebih terang, sehingga memudahkannya bersembunyi di air keruh. Ikan ini bisa mencapai panjang 35 cm, bahkan dalam kasus khusus bisa hingga 1 meter.[2][3] Ikan ini juga memiliki kebiasaan mengubur diri di endapan air. Selain itu karena merupakan ikan karnivora, keberadaannya bisa mengontrol populasi ikan lain yang menjadi hama. Ikan ini lebih memilih hidup menyendiri, namun bila dibiasakan diberi makan, bisa saja menjadi berkumpul dalam kelompok kecil. Sebagai pemburu oportunistik, ikan ini memanfaatkan kelebihan kulitnya yang gelap dengan aktif berburu makanan pada malam hari. Saat musim penghujan dan permukaan air naik, biasanya wiru akan mulai melakukan perkawinan dan akhirnya bertelur. Jantannya sangat teritorial dan ikut menjaga telur yang dihasilkan.[3] Ikan ini kurang disukai untuk budidaya karena pertumbuhan pada masa larva yang lambat dan sering mengalami kematian. Namun hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan mengatur pakan yang diberikan.[4] Habitat dan distribusiIkan ini banyak terdapat di perairan tawar yang tenang. Ikan ini banyak terdapat di Sungai Mekong serta perairan tawar Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.[5] PredatorBiasanya anakan wiru menjadi mangsa bagi ikan besar, burung, dan mamalia karnivora. Di kalangan nelayan, menangkap ikan ini dianggap sebagai simbol keberuntungan. Penangkapan ikan ini secara berlebihan ikut mengancam populasinya.[3] Referensi
|