Nama Warembungan berasal dari bahasa Tombulu yaitu "Pahemungan" yang mengandung arti "tempat pertemuan".
Pada awalnya daerah ini hanyalah sebuah daerah perkebunan dan penduduk asli berasal dari Lota. Sekitar tahun 1834, ketika wabah penyakit malaria dan muntaber melanda Lota, para tonaas/dotu melakukan migrasi ke beberapa daerah seperti Kali dan Pineleng, termasuk ke Warembungan. Para tonaas/dotu yang menetap di daerah ini membentuk suatu perkampungan yang dinamakan "Paemungan" dan seiring perubahan zaman serta perkembangan bahasa kemudian berganti nama menjadi Warembungan.
NAMA-NAMA HUKUM TUA / KEPALA DESA
1.
Perintis 1850
DOTU RORI
DIAKUI OLEH MASYARAKAT
2.
Perintis 1850
DOTU TAMANDATU
DIAKUI OLEH MASYARAKAT
3.
Perintis 1850
DOTU MONTORORING
DIAKUI OLEH MASYARAKAT
4.
Perintis 1850
DOTU MARAMIS
DIAKUI OLEH MASYARAKAT
5.
Demografi
Suku Bangsa
Berdasarkan Suku ,pada umumnya penduduk Desa Warembungan berasal dari Suku Minahasa yang adalah penduduk asli wilayah tersebut, adapula suku pendatang seperti Sangir, Jawa dan Maluku.
Agama
Berdasarkan Data Kementerian Dalam Negeri Tahun 2024 Mayoritas Agama Di Desa Warembungan Adalah Kristen dan sebagian Lagi Beragama Islam dan Hindu dengan persentase beragama Kristen 98,8% (Protestan 57,89% & Katolik 40,91%), Islam 1,16% dan Hindu 0,04%
Menara salib setinggi 40 meter menjulang di Puncak Warembungan, dibangun di atas tanah seluas 2 hektar dan pada ketinggian ? meter di atas permukaan laut.
Menara salib ini awalnya dibangun oleh para pekerja Muslim asal Jawa dan Provinsi Gorontalo. Karena hal itu, menara salib ini disebut-sebut juga sebagai simbol kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara. Pembangunannya memakan biaya mencapai Rp 850 juta.[1]