Peran wanita di Hungaria telah berubah secara signifikan selama 200 tahun terakhir. Secara historis, di wilayah Hungaria kini, wacana tentang peran, hak, dan akses politik perempuan, bersamaan dengan gerakan feminis, yang telah berkembang dalam konteks peran gender yang sangat tradisional dipengaruhi oleh Katolik Roma, Lutheranisme dan Calvinisme. Baru-baru ini, doktrin Komunis pada tempat perempuan di masyarakat juga berpengaruh. Era pasca-Komunis di Hungaria telah menghasilkan sejumlah organisasi untuk memenuhi kebutuhan perempuan dalam memobilisasi pemilih perempuan, serta beberapa universitas yang kini memiliki program studi gender. Di abad ke-21, keikutsertaan dalam Uni Eropa telah menghasilkan budaya yang lebih 'kebarat-baratan'.
Sebelum Perang Dunia I
Pada tahun 1790 seorang pria bernama Péter Bárány mengajukan petisi kepada Pertemuan Nasional Pemberontak Hungaria untuk memberi hak kepada para bangsawan perempuan dalam mematuhi proses Pertemuan. Dia berpendapat bahwa wanita-wanita ini akan lebih siap dalam mengangkat anak-anak yang secara patriotik dan aktif secara politis, tetapi majelis tersebut tidak menerima petisinya.[4] Organisasi wanita pertama yang dibentuk di Hungaria merupakan Pester Women's Charitable Society, yang didirikan pada tahun 1817; Pada akhir abad kesembilan belas terdapat beberapa ratus organisasi serupa di seluruh kerajaan, walaupun, pada sebagian besar, mereka hanya memiliki sedikit keterlibatan dalam bidang politik.[4] Ketika perempuan memperoleh akses pada pendidikan menengah di pertengahan abad ke-19, kehadiran kelompok-kelompok wanita aktif membantu siswa mengenyam kurikulum yang lebih akademis, daripada hanya berfokus pada menjadi istri dan ibu. Pada tahun 1895, wanita pertama kali diizinkan untuk belajar filsafat, kedokteran, dan farmasi di tingkat universitas.[4]
Selain advokasi kelompok perempuan, kemajuan ini sebagian disebabkan oleh dorongan Hungaria untuk mengangkat statusnya sebagai kekuatan di Kekaisaran Austria-Hungaria, dan hadir sebagai daerah yang semakin modern.
Pada tahun 1904, Rózsika Bédy-Schwimmer (Rosika Schwimmer), yaitu seorang aktivis pasifis dan hak perempuan, mendirikan Asosiasi Kaum feminis.[4] Kelompok tersebut mendorong hak pilih perempuan dan membantu membawa masalah ini dalam pemungutan suara parlemen dalam tiga kesempatan yang terpisah, walaupun masing-masing usaha tidak berhasil. Liga Pria untuk Hak Wanita didirikan pada tahun 1910, dan pada tahun 1913 Kongres ke-7 Aliansi Hak Pilih Perempuan Internasional bertemu di Budapest.[4] Asosiasi Feminis bekerja sama dengan dewan kota Budapest untuk mendirikan kantor bantuan wanita dan pusat penitipan anak; mereka juga menerbitkan sebuah jurnal tentang isu-isu perempuan yang membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah perempuan.[4] Kelompok lain yang aktif di awal abad ke-20 termasuk anggota perempuan Sosial Demokrat, dan Federasi Nasional Pekerja Wanita, mengupayakan perbaikan hak-hak profesional perempuan.[4]
Antara perang
Setelah Perang Dunia I, Hungaria yang telah merdeka mulai mendefinisikan dirinya dalam "kerangka nasional", dan gerakan perempuan beralih ke kerangka kerja baru secara efektif.[5]
Setelah perebutan kekuasaan Komunis oleh Béla Kun pada tahun 1919, kelompok feminis, dan organisasi lainnya dianggap revolusioner, menjadi lebih kecil, terselubung, dan kurang berpengaruh; yang menemukan diri mereka dalam situasi yang sama, beberapa feminis, komunis, dan radikal lainnya membentuk hubungan kerja. Wanita Hungaria mendapatkan hak pilih parsial dan hak untuk bertugas di parlemen, sementara munculnya sistem partai pemerintah memberi perempuan jalan baru supaya diterima dan dikenali secara sosial. Perempuan sangat aktif di Partai Persatuan Nasional dan Kamp Wanita Kristen.
[5] Seiring berkembangnya peluang politik mereka, wanita Hungaria secara bersamaan mendapatkan perhatian dan dukungan dalam peran yang sangat tradisional: sebagai ibu dan pengasuh anak-anak bangsa.[5] Pada tahun 1941, kelompok perempuan mulai mengambil jalur yang lebih jauh, terutama karena peristiwa politik yang menjelang Perang Dunia II.[5]
Hak pilih dan politik
Perempuan memperoleh hak pilih terbatas pada tahun 1918 (memberikan suara untuk pertama kalinya pada tahun 1922); dan hak pilih penuh pada tahun 1945,[6] Tetapi seperti halnya di negara komunis lainnya, hak sipil baik laki-laki maupun perempuan bersifat simbolis, karena sistemnya bersifat otoriter. Selama era komunis, perempuan adalah anggota parlemen (mereka membentuk 18% anggota pada tahun 1949 dan 30% pada tahun 1980), tetapi hal ini hanya bagian permukaan, karena mereka memiliki sedikit kekuatan dalam praktik, dengan para pemain kunci yang menentukan kebijakan. Hungaria mengadakan pemilihan bebas pertamanya setelah jatuhnya komunisme, dan hanya 7% anggota terpilih adalah seorang perempuan pada tahun 1990.[6] Pada tahun 2014, proporsi perempuan di parlemen berjumlah 10,1%.[7]
Era Komunis
Perempuan dipandang sebagai bagian penting dari produktivitas negara, baik sebagai ibu dan istri pekerja laki-laki, dan sebagai pekerja itu sendiri. Meskipun perempuan dimasukkan ke dalam angkatan kerja dengan cara yang lebih setara di bawah pemerintahan komunis, mereka umumnya ditempatkan di bawah kontrol negara yang lebih besar yang berkenaan dengan kebebasan pribadinya, terutama mengenai hak reproduksi, seksualitas, dan kehidupan keluarga.[8] Meskipun ada wacana resmi tentang kesetaraan, rezim komunis tidak berusaha secara tulus menangani struktur sosial subordinasi gender yang mendalam. Meskipun demikian, perempuan memang melihat beberapa keuntungan di bawah komunisme, meski tetap berada di bawah laki-laki; mereka mendapat akses lebih besar terhadap pendidikan menengah dan universitas, terutama di bidang teknik.[9]
Era pasca-komunis
Di awal tahun 1989, kelompok perempuan dan feminis membentuk dan mendirikan organisasi kuat yang telah bekerja dalam memenuhi kebutuhan wanita Hungaria. Ekonomi pasca-komunis sangat sulit dilakukan pada wanita kerah biru yang, selain memberikan pendapatan, juga bertanggung jawab dalam memelihara rumah dan merawat keluarga. Isu penting lainnya bagi perempuan di awal 1990-an adalah pembatasan hak aborsi oleh partai politik konservatif. Jaringan Feminis, yang muncul di bulan Mei 1990, telah menjadi pemimpin dalam membawa pada gerakan kesetaraan perempuan, dan Federasi Demokrat Muda yang telah menjadi partai politik penting bagi gerakan pemuda dan gerakan perempuan.[10] Isu seperti KDRT merupakan perhatian publik selama dua dasawarsa terakhir; perubahan penting yaitu penghapusan perkosaan dalam pernikahan dari hukum pemerkosaan pada tahun 1997.[11] Hungaria juga telah meratifikasi Konvensi Dewan Eropa tentang Aksi Perdagangan Manusia pada tahun 2013.[12]
Kehidupan keluarga, kesuburan dan kesehatan reproduksi
Seperti di kebanyakan negara Eropa lainnya, pada abad ke-21, dinamika keluarga menjadi lebih liberal, dengan pertumbuhan kumpul kebo yang semakin populer, serta hubungan antara kesuburan dan pernikahan yang menurun. Pada tahun 2015, 47,9% kelahiran adalah bagi wanita yang belum menikah.[13] Hungaria memiliki tingkat kesuburan yang berada di bawah tingkat yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah populasi; yaitu Angka Kesuburan Total (AKT) di mana 1.43 anak yang lahir/perempuan pada tahun 2015.[14] Angka kematian maternal di Hungaria adalah 21 kematian/100,000 kelahiran hidup (hingga tahun 2010).[15]
^ abcdAndrea Peto, “Hungarian women in politics, 1945-51,” in Power and the People: A Social History of Central European Politics, 1945-56, eds. Eleonore Breuning, Jill Lewis, and Gareth Pritchard (Manchester University Press, 2005), chapt. 16.
^Laszlo Kürti, “Hungary,” in Eastern Europe: Politics, Culture, and Society Since 1939, ed.Sabrina Ramet (Bloomington: Indiana University Press, 1998), 76-77.
^Sharon L. Wolchik, “Women and the Politics of Gender in Communist and Post-Communist Central and Eastern Europe,” in Eastern Europe: Politics, Culture, and Society Since 1939, ed. Sabrina Ramet (Bloomington: Indiana University Press, 1998), 286.
^Chris Corrin, Magyar Women: Hungarian Women’s Lives, 1960s-1990s (New York: St.Martin’s Press, 1994), 7-8.