Tumbang Nusa adalah sebuah desa di Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Indonesia. Di desa ini terdapat Jembatan Tumbang Nusa yang menghubungkan Palangka Raya dengan Banjarmasin, sebagai bagian dari Jalan Trans-Kalimantan.
Masyarakat Desa Tumbang Nusa seringkali menjadi perhatian publik dan para pengamat kebakaran baik di Indonesia maupun dunia. Masyarakat di desa tersebut dianggap sebagai masyarakat tahan bencana khususnya kebakaran hutan dan lahan.
Sejak kejadian kebakaran hutan dan lahan rawa gambut tahun 1997/1998 hingga 2015, masyarakat desa Tumbang Nusa bersama Desa Tanjung Taruna menderita gangguan asap selama kurang lebih 3 bulan setiap tahun.[1]
Akses
Akses ke ibu kota kecamatan bisa ditempuh selama ±1 jam perjalanan (20 km), dan ke ibu kota Kabupaten Pulang Pisau ditempuh selama ± 2 jam (62 km) perjalanan darat. Dari Desa Tumbang Nusa ke ibu kota Provinsi Palangkaraya dapat ditempuh selama ± 1,5 jam perjalanan darat (35 km).
Batas wilayah
Secara administratif batas Desa Tumbang Nusa sebagai berikut :
Utara
|
Desa Katunjung, Kapuas
|
Selatan
|
Kecamatan Sebagau
|
Timur
|
Desa Pilang
|
Barat
|
Desa Tanjung Taruna
|
Sejarah
Desa Tumbang Nusa berawal dari nama sebuah kampung yaitu Desa Kaleka (swadaya) yang asalnya bertempat di Pulau Salat sekitar 2 km dari pemukiman sekarang. Cikal bakal desa tersebut berada di bawah pemerintahan Desa Pilang sekitar tahun 1920. Pulau Nusa dipilih karena tempat itu cocok untuk mengembangkan usaha seperti malan (berladang), mencari ahas (rotan), bujungan (halatung), pantung dan damar/nyating setelah ikan dan berburu (mandup), mamuar ( mencari madu).[1]
Sudah ada warga yang tinggal di kampung ini bertahun-tahun lamanya dan pada 1911, dirasakan adanya kesulitan untuk memasarkan hasil alam dan juga sulit untuk mendapatkan kebutuhan hidup,akhirnya warga sepakat untuk pindah domisili ke Desa Tumbang Nusa sekarang ini.[1]
Pada 1940, dari Kaleka pindah ke desa saat ini karena pengaruh kapal barang yang tidak melintasi Kaleka saat itu, sebagian pindah ke Bereng Kujang, Tanjung Pusaka dan Tanjung Taruna dan terjadi pemboman di Pulau Nusa, dipimpin Kapten Khunter Plir.[2]
Awalnya penduduk tumbang nusa berasal dari desa Gohong/Pulau Petak, kemudian migrasi datang dari Banjar, Kahayan, Kapuas, Barito dan lain-lain. Pembuatan parit dan kebun karet muncul sejak kepemimpinan Inin Timbang 1946 - 1977, bahkan setiap penduduk yang datang diberikan tempat untuk membangun rumah agar mereka menetap. Pada masa kepemimpinan beliau, dibangunlah gedung sekolah rakyat dan dimulainya perkebunan karet dan purun.[1]
Sekolah Rakyat Tumbang Nusa pun dimulai pada 1953 dengan satu orang guru bernama Teteng atau Guru Alib.
Setelah itu pembangunan pun mulai terlihat seperti pembangunan akses menuju kebun purun (sungai Kaladan) yang bertujuan mempermudah warga mencari ikan dan perahu pada 1960-1970-an. Pembangunan pun dilanjutkan pada 1975-1990an dengan pembangunan parit dan jalan titian desa menggunakan kayu hutan biasa dan swadaya masyarakat.
Pada 1978, pertama kali dibangun Sekolah Dasar dengan kepala sekolah adalah Abel, dilanjutkan dengan Piterson, Clementin dan Mashud Majid.
Pada 1980, terdapat Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Arjuna Wiwaha dengan kontraktor Tanjung Raya yang mengusahakan jenis kayu Ramin dan Meranti. Hal ini membuat kehidupan masyarakat semakin makmur karena banyak lapangan kerja yang tersedia.
Pembangunan pada 1990 pun dilanjutkan dengan pembuatan jalan titian desa dari kayu ulin yang dananya berasal dari bantuan pemerintah kabupaten. Pada dekade ini juga sudah mulai ada pasar malam di Desa Tumbang Nusa.
Pada 1995 terdapat kebakaran hebat yang berlanjut di tahun 1997.
Etimologi
Nama Desa Tumbang Nusa berasal dari riwayat dan legenda orang terdahulu dimana “Tumbang” berasal dari bahasa Dayak Ngaju yang berarti muara sungai, sedangkan “Nusa” berasal dari nama seorang manusia ajaib yang dapat berubah menjadi Naga Besar namun kemudian mati terkapar di Pulau Salat Nusa, hingga sekarang dikenal dengan Hantasan Salat Nusa (Pulau Nusa).[1]
Pemerintahan
Adapun daftar kepala Desa Tumbang Nusa yang pernah menjabat adalah sebagai berikut:[1]
Urutan Kepala Desa Tumbang Nusa
Nama
|
Periode
|
Status
|
Keterangan
|
Laga (L), Bintang (P), dan Liwan (L)
|
1911-1920
|
Desa Kaleka (Swadaya)
|
|
Unjung
|
1920-1946
|
|
Kepala Desa Pilang
|
Inin Timbang
|
1946-1977
|
|
Pemilihan langsung
|
Abdul Sidik
|
1977-1997
|
|
Pemilihan langsung
|
Arsik J. Timbang
|
1997-2002
|
Kabupaten Kapuas
|
Demokrasi
|
Sukrinata, SH
|
2003-2008
|
Kabupaten Pulang Pisau
|
|
Gumerhat S.Liwan
|
2009-2012
|
|
Meninggal dunia
|
Udeng Sabransyah
|
2013
|
Pjs
|
Januari-Juni
|
Dio Abdul Sidik
|
2013-sekarang
|
|
|
Demografi
Desa Tumbang Nusa terdiri dari 4 RT di mana 1,2 dan 3 berada di Tumbang Nusa Bawah dekat sungai Kahayan, sedangkan RT 4 berada di Tumbang Nusa Atas yakni di jalan Trans Kalimantan. Adapun ketua RTnya adalah sebagai berikut:[1]
RT
|
Nama
|
RT 1
|
Taji P. Walis
|
RT 2
|
Edi Sani
|
RT 3
|
Hadi U
|
RT 4
|
Anggang.
|
Dusun Bereng Kajang
|
Dian P.Karau.
|
Agama
Mayoritas masyarakat Tumbang Nusa memeluk agama Islam, dimana jumlahnya mencapai 93%. Namun demikian, tradisi-tradisi ritual kepercayaan kaharingan masih tersisa yang ditandai dengan banyaknya bangunan-bangunan persembahan kepada nenek moyang di sebagian kecil depan rumah penduduk. Sisanya 7% penduduk adalah beragama Kristen.[1]
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian masyarakat di Desa Tumbang Nusa mengandalkan kehidupannya pada sektorb perikanan atau berprofesi sebagai nelayan. Sebagian kecil masyarakat berprofesi wirausaha, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bertani terutama berkebun karet, nenas, dan kelapa sawit serta usaha pembibitan tanaman jelutung, belangiran dan lain-lain. Diketahui bahwa masyarakat Tumbang Nusa memiliki keterampilan yang diidentifikasi sebagai berikut:[1]
Keahlian Dalam
Memanfaatkan SDA
|
Keterampilan
Menjual Jasa
|
Membuat perangkap ikan
tradisional
|
Dagang
|
Menganyam tikar
|
Membuat kue
|
Membuat perahu
|
Membuat rumah/Tukang
bangunan
|
Berternak
|
Ngojek
|
Pembibitan pohon
|
Bengkel kendaraan
|
Bercocok tanam
|
Buruh perusahaan
|
Menyadap getah karet
|
Fotokopi
|
Mengolah kayu menjadi
bahan bangunan
|
Rental ketikan
|
Dio Abdul Sidik
|
Buruh perusahaan
|
|
Cetak foto
|
|
Mencari ikan
|
|
Mengoperasikan komputer
|
|
Penambang emas
|
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya dan agama di masyarakat Desa Tumbang Nusa cenderung homogen karena pada dasarnya masyarakat di Desa Tumbang Nusa masih saling memiliki kaitan kekerabatan antara satu dengan lainnya. Adapun ritual upacara kematian Tiwah Hindu Kaharingan terakhir dilaksanakan pada 1982.
Masyarakat masih percaya jika punya hajat tertentu dan terkabul, mereka terbiasa meletakan kain kuning di pohon atau di tempat yang mereka anggap keramat. Masih ada kawasan-kawasan yang dianggap berbahaya disebut Pahewan yang merupakan kawasan sakral yang didalamnya menjadi habitat satwa liar dan diyakini masyarakat bahwa tempat tersebut berpenghuni makhluk astral yang disebut Hantuen.
Budaya gotong royong atau Handep masih cukup kental di masyarakat terutama dalam melaksanakan acara-acara perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan. Acara Mapas Lewu atau acara membersihkan kampung dari hal-hal buruk dilaksanakan hampir setiap tahun dan apabila ingin membuka kawasan yang dianggap ada Hantuen (makhluk gaib) masyarakat juga melakukan acara upacara Manyanggar.
Di beberapa lokasi RT 01 dan RT 02 juga terdapat 4 Pangantuhu, yaitu tempat keramat yang berisikan sesajen di bagian luarnya dan di bagian dalamnya terdapat batu-batuan yang biasanya berisi 10 buah batu. Menurut kepercayaan beberapa warga setempat, batu tersebut bisa bertambah dan berkurang dengan sendirinya. Selain Pangantuhu, ada juga warga yang memiliki Sandung di depan rumah mereka.[2]
Secara topografi wilayah Desa Tumbang Nusa berada pada ketinggian 10 m dpl. Curah hujan rata-rata 6000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar 23-300C. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dengan jenis tanah lahan rawa gambut. Musim genangan umumnya terjadi dari bulan Januari hingga Mei.
Kondisi hutan di sekitar Desa Tumbang Nusa sebelum terbakar tahun 2015, masih memiliki keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Hutan tersebut sebagian besar berada dalam kawasan KHDTK Tumbang Nusa yang dikelola oleh Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru.
Bencana
Bencana banjir dan kemarau yang melanda Desa Tumbang Nusa setiap tahun telah mengakibatkan masyarakat Tumbang Nusa sebagian besar berada dalam garis kemiskinan.[3]
Infrastruktur
Sarana dan prasarana yang ada di desa Tumbang Nusa adalah sebagai berikut:
Sarana/Prasarana
desa
|
Jumlah
|
Keterangan
|
Kantor Desa
|
1
|
Kondisi kantor masih memprihatinkan karena belum ada listrik dengan toilet tidak berfungsi akibat belum ada sarana air bersih. Belum tersedia meja dan kursi seperti layaknya sebuah kantor. Sedangkan kondisi bangunan sangat bagus.
|
Balai Desa
|
1
|
Masih berfungsi sebagai tempat pertemuan desa. Kondisi bangunan sudah tua ditandai cat yang telah pudar dan jendela masih ditutup papan secara darurat
|
TK
|
1
|
TK Nusa Indah adalah satu-satunya TK yang berdiri dengan dana PNPM sekitar tahun 2015 dan kondisinya masih sangat baik namun belum ada TK Alqur’an.
|
SD
|
2
|
Gedung cukup memadai, namun sarana bermain dan olah raga tidak terawat dan juga halaman sering tergenang
|
SMP
|
1
|
Masih sangat bagus
|
Masjid
|
2
|
Mssjid Nurul Huda di RT1 dengan kondisi bagunan masih bagus. Masjid di RT 4 dengan kondisi bangunan belum selesai walaupun fasilitas wudhu dan toilet lumayan baik.
|
Mushola
|
1
|
Kondisi tidak terpakai
|
Puskesmas pembantu
|
1
|
Kondisi bangunan memprihatinkan dengan tenaga medis tidak menetap
|
Poskesdes
|
1
|
Bangunan sangat baik dan mudah diakses masyarakat, namun bidan belum menetap di desa.
|
Posyandu
|
1
|
|
Gereja
|
1
|
|
Jembatan Desa/ Titian
|
1
|
Jembatan menghubungkan warga dari Tumbang Nusa Atas ke Tumbang Nusa Bawah kondisinya memprihatinkan ditandai dengan banyaknya bolong pada titian. Pada November 2014 terjadi kebakaran lahan dan menghanguskan jembatan tersebut.
|
Jalan Darat Desa
|
1
|
Masih berupa tanah urukan dan belum bisa dimanfaatkan secara maksimal
|
Poskamling
|
3
|
Pos Kamling aktif saat diperlukan pada acara tertentu (misalnya pemilu)
|
Tower air bersih
|
12
|
Kondisi air bersih belum cukup baik kualitasnya, ia masih berbau, dan masih kurang bersih. Masih dipengaruhi air sungai.
|
Pemakaman umum
|
1
|
Terletak di ujung desa dan di pinggir sungai Kahayan sehingga rawan longsor
|
Anak-anak usia SLTA harus melanjutkan sekolahnya ke Kecamatan Kalampangan, Kecamatan Jabiren, dan kota Palangkaraya. Untuk keperluan BAB, masyarakat masih menggunakan bantaran sungai untuk keperluan MCK. Belum ada Pos Komando permanen untuk sarana pencegahan dan pengendalian kebakaran.
Galeri
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j Akbar, Acep (2016). Majalah Bekantan: Peta Sosial Masyarakat Tumbang Nusa Kaitannya Dengan Pencegahan Kebakaran Hutan. Banjarbaru: Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru. hlm. 22–29.
- ^ a b Yayasan Tambuhak Sinta (2019). Laporan Akhir Analisis dan Perencanaan Berbasis Masyarakat (Community-Led Analysis and Planning - CLAP) Desa Tumbang Nusa (PDF). Jabiren Raya: Yayasan Tambuhak Sinta.
- ^ Kusnadi (2023-02-15). "Terendam Banjir, 350 KK di Desa Tumbang Nusa Kena Imbasnya". Infopublik. Diakses tanggal 2023--6-14.