Tullia Minor merupakan tokoh semi legendaris di dalam sejarah Romawi. Ia adalah ratu terakhir Roma. Putri raja keenam Roma yang lebih muda, Servius Tullius, ia menikah dengan Lucius Tarquinius. Bersama dengan suaminya, ia mengatur penggulingan dan pembunuhan ayahandanya, mengamankan takhta untuk suaminya. Tindakan-tindakannya menjadikannya sebagai tokoh terkenal di dalam budaya Romawi kuno.
Keluarga dan pernikahan
Tullia merupakan yang lebih muda dari dua putri raja keenam Roma, Servius Tullius. Dengan kebiasaan Romawi, kedua putri tersebut diberi nama Tullia, bentuk feminin dari nomen.
Servius Tullius mengatur pernikahan putrinya dengan kedua putra penduhulunya, Lucius Tarquinius Priscus. Putra-putra bernama Lucius dan Arruns. Menurut Titus Livius, yang lebih muda dari dua putri memiliki sifat yang lebih keras, namun ia menikah dengan Arruns, yang memiliki sifat lebih lembut dari kedua putra mereka.[1] Livy mengatakan bahwa temperamen serupa dari Tullia dan Lucius Tarquinius menarik mereka satu sama lain, dan Tullia mengilhami Tarquinius untuk lebih berani. Bersama-sama mereka mengatur pembunuhan saudara masing-masing, berturut-turut, Tarquinius serta Tullia kemudian menikah.
Penggulingan dan pembunuhan Servius Tullius
Tullia kemudian mendorong suami barunya memiliki takhta. Tarquinius yakin, dan mulai meminta dukungan dari para senat patrician, terutama keluarga yang diberi gelar senator oleh ayahandanya. Ia menganugerahkan hadiah pada mereka dan memfitnah Servius Tullius.
Setelah mendapatkan dukungan dari sejumlah besar senator, Tarquinius pergi ke rumah senat dengan seorang satpam dan duduk di atas takhta.[2] Ketika Servius Tullius memprotes, Tarquinius melemparkannya ke jalan, di mana ia dibunuh oleh pembunuh Tarquinius, tampaknya atas saran Tullia.[3] Tullia kemudian mengemudikan keretanya ke rumah senat, di mana ia memuji suaminya sebagai raja. Ia memerintahkannya untuk kembali ke rumah, jauh dari hiruk pikuk. Ia menyusuri jalan Cyprian dan berpaling ke arah Bukit Orbian, ke arah Esquilino. Di puncak Jalan Cyprian, ia menemui mayat ayahandanya yang terpotong-potong dan, dengan gila melindas mayatnya dengan keretanya. Setelah itu jalan ini disebut "Vicus Sceleratus" (jalan keburukan, atau kejahatan) untuk mengenang tindakannya.[3] Tindakan Tullia menyiksanya dengan darah yang menodai pakaiannya, dan dengan cara ini ia kembali ke rumah suaminya. Livy menyatakan bahwa dewa-dewa rumah tangga Tarquinius merasa marah dengan kejahatan ini, dan menetapkan bahwa sebuah pemerintahan yang dimulai dengan buruk juga akan berakhir dengan buruk.
Ketidakpopuleran dan pengasingan
Ketika pemberontakan yang dipimpin oleh Lucius Junius Brutus mengakhiri monarki Romawi dan Raja Tarquinius dan keluarganya diasingkan dari Roma, Tullia khususnya dikutuk oleh orang-orang Romawi saat ia meninggalkan rumahnya, mengingat perannya di dalam pembunuhan ayahandanya sendiri.[4]