Belum banyak diketahui data mengenai tokoh ini. Menurut catatan Belanda, Tuanku Lintau bernama asli Saidi Muning, anak dari Datuk Sinaro.[2] Ia dikirim ayahnya ke Pasaman untuk belajar Islam. Di sana, ia mengajar ilmu kebatinan dan memiliki surau sendiri sehingga akhirnya terkenal sebagai Tuanku Pasaman.
Salah seorang muridnya yang terkenal yakni Syekh Bustami.[3]
Perang Padri
Tuanku Lintau memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa Pagaruyung, sehingga dengan kedekatan ini, ia memimpin pertemuan Kaum Padri dengan Yamtuan Nan Bakumih, salah seorang pangeran Pagaruyung.[4][5] Dalam pertemuan itu, Yamtuan Nan Bakumih menyatakan dukungannya terhadap gerakan Padri. Dari situ, Tuanku Lintau terus memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah Tanah Datar lainnya, termasuk Lintau kampung halamannya.
Sejumlah nagari akhirnya tunduk pada Kaum Padri. Peralawanan baru muncul di Tanjuang Barulak. Kerabat dari pangeran Pagaruyung meminta Tuanku Lintau untuk meninggalkan nagari tersebut. Untuk menyelesaikan persoalan, Tuanku Lintau mengadakan perundingan dengan para pembesar kerajaan dan penghulu di Koto Tangah, yang berakhir tanpa kata sepakat. Catatan Belanda menulis, Tuanku Lintau lantas memerintahkan pembunuhan terhadap Yang Dipertuan Raja Naro, Yang Dipertuan Raja Talang. serta seorang (atau dua?) anak dari Sultan Arifin Muningsyah.[6]