Tirtoadi, Mlati, Sleman
Masyarakat di Desa Tirtoadi sebagian besar beragama Islam serta bekerja di sektor informal seperti buruh tani, buruh serabutan, dan buruh pabrik. Desa Tirtoadi memiliki banyak potensi seperti pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan, kesenian, kebudayaan, sejarah, objek wisata, dan Selokan Mataram. Saat ini Desa Tirtoadi tengah menggenjot perekonomian dengan masifnya pembangunan di sektor wisata seperti yang ada di Desa Wisata Ketingan,[2] Desa Wisata Sendari,[3] Desa Wisata Rajek Wetan (Dewi Rawe),[4] dan keberadaan Embung Senja (Sendari-Janturan) yang kini menjadi daya tarik sebagai ruang publik masyarakat sekitar. Meskipun masih memerlukan berbagai pengembangan dan bantuan dari pemerintah daerah, potensi wisata di Desa Tirtoadi tentu akan meningkatkan daya tarik luas serta mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Pada Tahun 2018, Desa Tirtoadi dipilih untuk mewakili Kabupaten Sleman dalam kegiatan P2WKSS (Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta.[5] Pada 18 Juli 2020 Desa Tirtoadi juga merupakan satu dari sepuluh desa yang berhasil meraih penghargaan dari PMI Pusat DIY sebagai sepuluh desa program Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Tim Sibat) di Kabupaten Sleman. Penghargaan ini sebagai bentuk penguatan serta apresiasi pada desa-desa di Kabupaten Sleman yang memiliki kemauan dan kemandirian yang baik dalam merespon keadaan kedaruratan maupun kebutuhan kemanusiaan lainnya. Adapun penghargaan yang diberikan yaitu uang sebesar Rp 10.000.000,- serta Alat Perlindungan Diri (APD) untuk penanganan Covid-19.[6] Desa Tirtoadi juga merupakan salah satu desa tanggap bencana yang dikukuhkan oleh Pemerintah Daerah DIY.[7] Desa Wisata KetinganKetingan merupakan salah satu dusun yang berada di wilayah administrasi Desa Tirtoadi dengan luas wilayah 56,64 hektar. Dusun Ketingan memiliki batas-batas wilayah dengan Dusun Sendari di sebelah barat, Dusun Tegalsari di sebelah timur, Dusun Rajek Lor di sebelah selatan, dan Cebongan di sebelah utara. Saat ini Dusun Ketingan dipimpin oleh seorang Kepala Dukuh bernama Supartinah (53 tahun) yang telah menjabat dari tahun 2008 hingga sekarang (2020). Menurut Supartinah dahulu warga sering menggunakan lampu ting (sejenis senthir) sebagai penerangan sehingga dusun tersebut dinamakan Ketingan. Dusun Ketingan terbagi menjadi 4 RT dan 2 RW dengan total penduduk 399 jiwa laki-laki dan 431 jiwa perempuan. Mayoritas penduduk bekerja di sektor informal seperti petani, peternak dan buruh harian. Sebagian besar penduduk beragama Islam dan sebagian lainnya Kristen dan Katolik. Penduduk terbanyak Dusun Ketingan merupakan usia produktif dengan tingkat kesejahteraan masyarakat menuju sejahtera. Organisasi yang ada di Dusun Ketingan antara lain PKK RT, perkumpulan bapak-bapak, LPMD, Kelompok Sadar Wisata Kuntul Sarombo (2002), takmir Masjid An-Nur, kelompok tani Tanem Tuwoh, kelompok ternak Ngudi Lestari, PAUD Cahaya Hati SPS, karang taruna, kelompok bakul kecil rumaket, kelompok usaha bersama, kelompok tani, kelompok usaha ibu-ibu produktif, kelompok kesenian jathilan, kelompok pekbung, kelompok kesenian gejok lesung, kelompok kesenian karawitan, dan posyandu. Menurut warga setempat bahwa keberadaan burung-burung tersebut sebelumnya tak pernah ada di daerah ini. Hingga akhirnya pada tahun 1997 saat Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama dengan Kanjeng Ratu Hemas secara khusus datang untuk meresmikan sebuah jalan aspal yang merupakan hasil swadaya warga. Tiga bulan setelahnya, burung-burung mulai berdatangan secara berkelompok. Pada awalnya masyarakat setempat menganggap keberadaan burung-burung tersebut sebagai hama karena mengganggu pekerjaan warga setempat sebagai pengolah biji melinjo. Namun, setelah diusir berkali-kali burung-burung tersebut tidak kunjung pergi, justru populasinya semakin banyak berdatangan di Dusun Ketingan tersebut. Akhirnya warga lebih memilih berdamai dengan burung-burung kuntul tersebut dan hidup berdampingan. Sejak saat itu jumlah burung kuntul yang berdatangan semakin banyak dan uniknya semua burung kuntul tersebut hanya menempati Dusun Ketingan saja.[8] Dusun Ketingan saat ini menjadi tempat tinggal bagi kurang lebih 10.000 ekor burung kuntul hal inilah yang menjadi daya tarik bagi pengamat satwa, peneliti burung, serta masyarakat luas karena Dusun Ketingan merupakan surga bagi burung kuntul. Desa Wisata yang ada di Dusun Ketingan ini dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kuntul Sarombo yang sudah berdiri sejak tahun 2002 dan masih eksis hingga sekarang. Pokdarwis Kuntul Sarombo ini menyediakan berbagai fasilitas penunjang agar wisatawan dapat menikmati kunjungan mereka secara maksimal. Fasilitas yang ditawarkan antara lain pemandu lokal (tour guide), menara pengamat burung, penginapan di Dusun Ketingan atau homestay, kendaraan penjemput, dan aneka hidangan lokal. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan di Desa Wisata Ketingan ini yaitu melakukan pengamatan terhadap pola hidup burung kuntul, melakukan studi tentang perilaku burung kuntul, mengikuti kegiatan sehari-hari masyarakat sekitar (mengolah melinjo, bertani, membajak sawah, merawat sapi), menginap di homestay, dan lain-lain.[8] Referensi
|