Theophile de Backere

Msgr. Theophile de Backere CM (Sumber: Verslag v.d. Katholiek Socialen Bond Soerabaja/Instagram: @oud.klasikindo)

Theophile de Backere CM (1882-1945) adalah seorang pastor Katolik, seorang pemimpin misi CM di wilayah Keuskupan Surabaya (1923-1937),[1] dan seorang Prefek Apostolik yang pertama di Surabaya (Monseigneur) dari tahun 1928 sampai 1937.[2] Msgr. de Backere CM dengan demikian dapat disebut sebagai "uskup" Surabaya yang pertama. Sebelum bertugas sebagai pemimpin misi CM di wilayah karesidenan Surabaya, Rembang, Kediri, dan kemudian Madiun, Romo de Backere CM mengalami tugas-tugas: belajar di Roma, kemudian dosen di Seminari Tinggi St. Jozef di Panningen, direktur novisiat, rektor dan superior domus di Seminari Menengah Wernhoutsburg.

Riwayat Hidup Singkat

Theophile de Backere CM dilahirkan di Aardenburg/ Eede, Belanda tanggal 25 Mei 1882. Ia masuk CM tahun 1902 dan ditahbiskan tanggal 5 Juni tahun 1909. Ketika ditugaskan studi di Roma, ia menggondol gelar doktor dalam misiologi. Pada tahun 1923 ia ditugaskan memimpin misi Romo-romo CM di Jawa untuk pertama kalinya. Ia ditahbiskan menjadi Prefek Apostolik Surabaya tahun 1928 dan mengundurkan diri sebagai Prefek Apostolik karena alasan kesehatan tahun 1937. Sejak seminaris, Romo de Backere CM menunjukkan keinginannya untuk menjadi misionaris. Ia meninggal tahun 1945 dan dimakamkan di ruang bawah kapel St. Josef Seminary, Panningen, Belanda.

Tugas Misioner

Pada tahun 1923, Romo de Backere CM memimpin rombongan para pastor CM (Romo E. Sarneel CM, Romo C. Klamer CM, Romo Theodore Heuvelmans CM, dan Romo Jan Wolters CM) melakukan tugas misioner di wilayah yang kemudian akan disebut keuskupan Surabaya. Kedatangan Romo-Romo CM adalah atas perutusan Tahta Suci Vatican, Kongregasi Propaganda Fide dengan Prefeknya Kardinal van Rossum CSSR.[3] Pada tahun 1928, tahun pendirian prefekturat Surabaya, Romo de Backere CM diangkat menjadi Prefek Apostolik Surabaya untuk pertama kalinya. Dalam tahbisannya, Msgr. de Backere CM mengambil moto "Parare vias Domini" (siapkanlah jalan-jalan bagi Tuhan). Oleh para romo CM yang menjadi rekan kerjanya, Msgr. de Backere CM dikenal sebagai pemimpin yang memiliki dedikasi tinggi dan sangat mencintai umatnya.[4] Selama kepemimpinannya yang tidak terlalu lama, karya misi mengalami kemajuan pesat meskipun situasi pada waktu dilanda krisis hebat berkaitan dengan efek malaise ekonomi dunia yang mendera di sekitar tahun-tahun 1930-an ke atas.[5] Kekurangan dana, keterbatasan tenaga, deraan dan tantangan dari kelompok "Indo" (Eropa) yang anti-klerikal pada waktu itu adalah kerikil-kerikil tajam semasa kepemimpinannya. Pada tahun 1936, kesehatan Msgr. de Backere CM merosot tajam. Keadaan itu memaksa dia harus kembali ke Belanda. Msgr. de Backere meninggal tahun 1945 di Panningen, Belanda.[6]

Karya Pastoral

Karya-karya pastoral, pendidikan sekolah, kesehatan, dan yang lain yang ada di Keuskupan Surabaya saat ini dapat dikatakan menemukan benihnya pada waktu misi Romo-Romo yang dipimpin oleh Almarhum Msgr. de Backere CM. Yayasan Yohanes Gabriel yang menaungi puluhan sekolah pada waktu itu (terutama sekolah-sekolah di daerah) adalah bentukannya.[7] Dia juga promotor karya indah yang sekarang menjadi Karya Rumah Sakit di RKZ St. Vincentius, Surabaya. Msgr. de Backere CM-lah yang memanggil para Suster SSpS untuk menangani Rumah Sakit tersebut tahun 1925, dan berkata dalam sambutan pembukaannya bahwa karya ini telah berada di "tangan-tangan yang baik."[8] Dalam dokumen-dokumen surat-surat yang tersimpan di generalat CM, Msgr. de Backere CM sebenarnya telah memanggil para Suster Puteri Kasih (PK) hingga dua kali untuk berkarya di rumah sakit itu.[9] Tetapi, karena keterbatasan jumlah tenaga, Provinsi PK Belanda menolak, dan baru datang ke Indonesia tahun 1931 untuk menangani karya sosial, Panti Asuhan Don Bosco.

Menurut rekan kerja sekaligus anak buahnya, Romo Anton Bastiaensen CM, Msgr. de Backere CM memiliki kepandaian untuk memberi semangat kepada para misionaris muda agar mau belajar dan mencintai kebudayaan Jawa. Msgr. de Backere sendiri sangat mencintai orang-orang Jawa. Dia berkata: "Siapa bisa berbahasa Jawa, dia bisa berkomunikasi dengan empat puluh juta manusia."[10] Pendirian Gereja Puhsarang adalah salah satu cetusan yang dengan penuh kebanggaan ia dukung dan promosikan. Dia adalah pemimpin Gereja yang meletakkan batu pertama pendirian Gereja Keraton Jawa tersebut.[11]

Disamping kecintaannya pada kebudayaan Jawa, Msgr. de Backere CM juga mempromosikan karya pendidikan bagi anak-anak keturunan Tionghoa (Cina). Di Kertosono pernah didirikan sekolah untuk anak-anak Tionghoa.[12]

Msgr. de Backere CM juga antusias untuk memikirkan pendirian seminari, tempat di mana para calon pastor Katolik dibina.[13] Tetapi, rencana itu tak pernah direalisasikan, karena keterbatasan tenaga dan dana. Tahun pendirian seminari menengah di keuskupan Surabaya menunjuk pada peristiwa tahun 1948, ketika beberapa pemuda dibawa oleh Romo Dwidjosoesastro CM (imam CM Indonesia yang pertama) ke pasturan CM di Jalan Kepanjen 9, Surabaya. Saat itulah, seminari di keuskupan Surabaya mulai.

Saat Krisis

Kemunduran misi Gereja di wilayah keuskupan Surabaya terjadi ketika Msgr. de Backere makin terjepit oleh terbatasnya dana di satu pihak dan kesulitan finansial yang membelit Eropa dan dunia pada umumnya di lain pihak.[14] Dalam kunjungannya ke Belanda pada kesempatan liburan, Msgr. de Backere CM mengatakan bahwa dirinya adalah seorang "uskup" tanpa tongkat kekuasaan; yang dia miliki hanyalah tongkat untuk "mengemis". Dari surat-suratnya, diketahui bahwa Msgr. de Backere sangat tertekan oleh keadaan sulit yang membelit karya Gereja di keuskupan Surabaya yang sangat dia cintai dalam hidupnya. Apalagi, saat-saat tahun kedatangan Nippon (Jepang) tahun 1941, karya misi mengalami kehancuran.

Kepemimpinan Msgr. de Backere CM juga mendapat beberapa kritikan tajam dari para rekan misionaris dari CM berkaitan dengan sikap dan kebijakannya yang kaku, ia telah dipandang berjasa sebagai pemimpin peletak dasar karya pewartaan Injil di sebuah keuskupan yang kelak akan berkembang dengan pesat karena entusiasme umat dan tenaga-tenaga pastoralnya, Keuskupan Surabaya. Sejarah selanjutnya, kepemimpinan Msgr. de Backere CM diteruskan oleh Msgr. Michael Verhoeks CM.

Referensi

  1. ^ Sekretariat Keuskupan Surabaya, Panorama & Sejarah Keuskupan Surabaya, 1999, hlm.5.
  2. ^ Armada Riyanto CM., 80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia, CM Provinsi Indonesia, Surabaya, hlm. 180.
  3. ^ J.C. Haest CM., De Geschiedenis der R.K. Kerk te Soerabaja van 1906-1931 (dokumen ketikan tangan), tulisan ini pernah dimuat dalam De Katholieke Gids tahun 1934 selama 15 nomor penerbitan.
  4. ^ Anton Bastiaensen CM, "In Memoriam Mgr. Theophile de Backere CM", dalam Missiefront 1945. Bdk. Armada Riyanto CM, 80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia, CM Provinsi Indonesia, Surabaya, 2003, hlm. 201.
  5. ^ Ibid., hlm. 201-203.
  6. ^ Ibid. hlm. 201.
  7. ^ Piet Boonekamp CM, "Sejarah Gereja Katolik di wilayah Keuskupan Surabaya", dalam H. Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Jilid 3b, Ende Flores 1974, hlm. 949-999.
  8. ^ Anton Bastiaensen CM, "In Memoriam Mgr. Theophile de Backere CM", dalam Missiefront 1945.
  9. ^ Surat Romo de Backere CM kepada Superior Jenderal CM di Paris tertanggal 29 Juni 1925; Bdk. Armada Riyanto CM, 80 Tahun Romo-Romo CM di Indonesia, CM Provinsi Indonesia, Surabaya, hlm. 58-59.
  10. ^ Ibid.
  11. ^ Missiefront, Februari 1948, 2-6
  12. ^ Ibid.
  13. ^ Lih. Seminari Garum
  14. ^ St. Vincentius a Paulo. Tweemaandelijksch Tijdschrift van de Congregatie der Missie Lazaristen, November 1933, hlm. 172. Bdk. Wawancara dengan Mgr. de Backere CM dalam sebuah majalah de Nieuwe Kourier edisi Januari 1933 dimana dia berkata bahwa "lima bulan lagi karya misi di Surabaya akan bangkrut". Wawancara ini dimuat juga dalam majalah St. Vincentius a Paulo

Pranala luar

Profil Theophile de Backere CM di ucanews.com