Tano Ponggol (terj. har.'tanah putus'),[1] terkadang disebut sebagai Tano Magotap (terj. har.'tanah terpotong'), adalah sebuah kanal di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir yang mulai dibangun pada 17—20 Maret 1906[2] oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk memisahkan Pulau Samosir dengan Pulau Sumatra.[3] Kanal ini selesai dan diresmikan pada tahun 1913 oleh Ratu Wilhelmina dan sempat dijuluki sebagai Terusan Wilhelmina. Tanah yang dikeruk bertujuan agar air Danau Toba yang berasal dari pesisir Silalahi dapat melewati Pangururan dan sebaliknya, sehingga kapal-kapal dapat mengelilingi Danau Toba. Pada saat pengerukan itu, masyarakat Batak di Samosir diliputi oleh ketakutan bahwa pulau mereka akan tenggelam karena jalur roh yang menghubungkannya ke Pusuk Buhit dipotong. Untuk menenangkan masyarakat itu, L.C. Welsink dan pegawai-pegawainya duduk di bawah sebuah pohon di pulau itu.[4] Air danau yang mengalir melalui kanal Tano Ponggol disebut sebagai Aek Tano Ponggol, sedangkan jembatan yang dibangun di atas kanal untuk memudahkan transportasi darat dari Pulau Sumatra ke Pulau Samosir disebut Jembatan Aek Tano Ponggol.[1] Pada tahun 2022, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II memperlebar alur Tano Ponggol yang awalnya 25 meter menjadi 80 meter untuk memungkinkan kapal pesiar melewati kanal ini.[5]
Castles, Lance (1972). The Political Life of A Sumatran Residency: Tapanuli 1915—1940 (dalam bahasa Inggris). Connecticut: Universitas Yale. OCLC362165143. OL43517686M.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Artikel bertopik geomorfologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.