Sumpah pemutus


Sumpah pemutus atau bisa disebut dengan decisoir eed, adalah sumpah oleh pihak yang satu terkait ini bisa penggugat atau tergugat di mana diperintahkan kepada pihak lain untuk menggantungkan pemutusan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah. Sumpah ini yang disebut dengan sumpah pemutus.[1]

Lingkup

Lingkup dalam sumpah pemutus berdasarkan pada Pasal 1930 KUH Perdata, di antaranya sebagai berikut:

  1. Meliputi segala sengketa
  2. Sehingga, dapat diperintahkan kedalam segala jenis sengketa yang berupa apa pun.[2]

Syarat formil

Syarat formil dalam sumpah pemutus di antaranya sebagai berikut:[1]

  1. Tidak Ada Bukti Apa pun. Sesuai dengan Pasal 1930 ayat (2) KUH Perdata, Pasal 156 ayat (1) HIR maka Sumpah Pemutus adalah alat bukti di mana untuk memperkuat dalil gugatan ataupun bantahan apabila sama sekali tidak ada upaya lain dalam membuktikannya dengan alat bukti lain.
  2. Terdapat Inisiatif Berada pada Pihak yang Memerintahkan. Sesuai dengan Pasal 1929 ayat (1) KUH Perdata, Pasal 156 ayat (1) HIR maka Sumpah Pemutus adalah sumpah dari pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan putusan perkara padanya. Terkait ini Sumpah Pemutus bisa juga sebagai Sumpah Pihak.
  3. Suatu Perbuatan yang dilakukan Sendiri. Sesuai dengan Pasal 1331 KUH Perdata, Pasal 156 ayat (1) HIR maka Sumpah Pemutus adalah sumpah yang diperintahkan di mana harus mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri dengan oleh pihak yang bersumpah. Sehingga isi dalam sumpah harus berisi perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang mengucapkan sumpah.

Fungsi dan kewenangan

Fungsi dan kewenangan dalam Sumpah Pemutus di mana untuk menentukan atau memutus apakah dapat diizinkan terkait hal-hal berikut, di antaranya:[1]

  1. Dengan Menentukan apakah fungsi Telah Terpenuhi Syarat.
  2. Dengan Mementukan apakah Sumpah Pemutus berkenaan Perbuatan Pribadi.
  3. Dengan Berwenang dalam Menentukan Rumusan Sumpah.

Referensi

  1. ^ a b c Harahap, M.Yahya (2006). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. 
  2. ^ "Subekti" (1987). Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita.