Sumberarum, Dander, Bojonegoro

Sumberarum
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenBojonegoro
KecamatanDander
Kode Kemendagri35.22.06.2004 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°16′20″S 111°51′51″E / 7.27222°S 111.86417°E / -7.27222; 111.86417


Sumberarum (nama lain Sulton, sulton alfa Geneng) merupakan nama dari salah satu desa di Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia.

Geografi

Desa Sumberarum berada 15 km di selatan Kota Bojonegoro dan 3 km dari Desa Dander, ibu kota kecamatan.

Perbatasan

Utara Desa Jatiblimbing
Timur Desa Kunci
Selatan Kecamatan Bubulan
Barat Desa Growok

Pemerintahan

Desa Sumberarum memiliki 4 dusun, 11 rukun warga, dan 33 rukun tetangga. Pemerintah desa terdiri atas 1 kepala desa, 1 sekretaris desa, 4 kepala dusun, 4 kepala urusan, 11 anggota BPD, dan 9 anggota LKMD.

Pedukuhan

Desa Sumberarum terbagi atas 4 pedukuhan, yaitu:

  1. Sengon Pencol
  2. Kerambilan
  3. Guo Lowo
  4. Ngadon

Tempat menarik

Di desa Sumberarum terdapat beberapa sumber air yang salah satunya dijadikan sebagai salah satu sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bojonegoro. Selain sumber mata air, di sini juga banyak gua, terutama di sekitar hutan jati. banyak gua di desa Sumberarum yaitu Gua Sumur dan Gua Lowo. selain itu terdapat sungai yang jernih dan segar airnya yang biasanya di manfaatkan masyarakat untuk mandi dan keperluan lainya salah satunya adalah sungai Obalan.Topografi desa ini berbatu kapur dan banyak mengandung fosfat yang ditambang secara tradisional.

Asal Mula

Di desa Sumberarum terdapat beberapa sumber air seperti Sumber air Gua Sumur, Sumber air Kali Balan/Ubalan (Sendang) Sumber air Sumur Jeblong yang dijadikan sebagai salah satu sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bojonegoro. desa ini sebelumnya bernama desa "Phirang" Karena banyaknya sumber air yang jernih dan tersohor tersebut menjadikan salah satu pemimpin daerah Kabupaten Bojonegoro yaitu "Adipati Rekso Kusumo" mengubah nama desa ini menjadi Sumberarum. Selain sumber mata air, di sini juga banyak gua, terutama di sekitar hutan jati. yaitu Gua Sumur, Gua Lowo, Gua Cumpleng, Gua Munggah, Gua Payung, Gua Beler dll. Selain itu terdapat sungai yang jernih dan segar airnya yang mengalir mengelilingi sebagian wilayah desa, yang di manfaatkan masyarakat untuk mandi dan keperluan lainya. Hulu sungai yaitu sendang Kali Ubalan sangat nyaman untuk wisata air, untuk terapi kesehatan yang konon dapat membuat orang tampak awet muda bila sering mandi di sendang tersebut Topografi desa ini berbatu kapur dan banyak mengandung fosfat yang ditambang secara tradisional.

Desa Sumberarum juga memiliki beberapa peninggalan sejarah yang belum banyak diketahui masyarakat luas, misalnya ada daerah yang disebut "Markas" yang merupakan tempat bersejarah dimana sejak zaman perjuangan Pangeran Diponegoro daerah tersebut sudah dijadikan markas prajurit Pangeran Diponegoro yang dibuktikan dengan adanya makam (Suropati) dan beberapa prajurit Diponegoro yg gugur pada saat melawan pasukan Belanda di pemakaman umum "Nggayam". Di zaman Kemerdekaan "Markas" juga digunakan sebagai markas TNI dalam menyusun strategi perang melawan agresi belanda dan sampai saat ini menjadi Tanah milik TNI Angkatan Darat.

Asal Usul

Kerajaan Ngurawan Bedander serta Kerajaan Rajekwesi adalah Kerajaan dibawah pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Sura Dilogo. Sedangkan yang menjabat Patih di Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung, dan yang menjabat Patih merangkap Adipati di Ngurawan Bedander (Ngerawan Bedander) adalah Adipati Mataram. Ki Buyut Merto Yuda yang lahir di Mataram. Dia adalah putra dari Ki Singo Tunggul Yuda. Dia adalah seorang Senopati Mataram yang mempunyai istri bernama Dewi Condro Arum. Mereka berdua menikah dan dikarunia 3 orang putra yang semuanya adalah laki-laki yang bernama Ki Singo Yuda, Ki Singo Nayo, dan Ki Merto Yuda. Ki Singo Yuda menjadi Senopati di Kerajaan Ngurawan Bedander (Ngrawan Dander). Ki Singo Nayo menjadi Senopati di Kerajaan Rajekwesi. Dan Ki Buyut Merto Yuda menjadi sebagai Prajurit Mataram, dia terkenal sebagai Prajurit yang sakti mandraguna. Ki Buyut Merto Yuda terkenal gagah, paling anti kepada penjajah, dan paling berani untuk melawan para Prajurit Kompeni yang akan menjajah dan menghancurkan Kerajaan Mataram.

Ki Buyut Merto Yuda adalah seorang penganut agama Islam yang taat dalam mengerjakan salat 5 waktu, bahkan tiap malam dia sering semadi/ istikharah dan meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Negara/ Kerajaan Mataram aman, damai dan makmur. Ki Buyut Merto Yuda, diangkat menjadi Senopati Perang oleh Sultan Prabu Buwono ke-II / Sultan Sepuh atau Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo karena keberanian dan ketangkasannya, setiap ada musuh yang akan menjajah Kerajaan Mataram dapat dihancurkan dan dipaksa mundur. Pada tahun 1790 sampai dengan tahun 1819, terjadilah peperangan antara Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik yang bergabung untuk bermaksud untuk menjajah Kerajaan Mataram. Para Prajurit Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Senopati Ki Buyut Merto Yuda yang terkenal dengan ketangguhan dan keberanian yang sangat tinggi, maka Ki Buyut Merto Yuda bersama para Prajuritnya berhasil menaklukan dan memporak-porandakan semua musuh, yang ada di Madiun, Jepara, Malang, dan Gresik.

Pada tahun 1825 sampai 1839 datanglah serangan dari Prajurit Kompeni Belanda yang didukung oleh Prajurit Pajang untuk menghancurkan Kerajaan Mataram. Mengingat bahwa musuh yang ingin menjajah / menghancurkan Kerajaan Mataram lebih banyak dan lebih kuat, maka Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, mengadakan pertemuan dengan para Adipati dan para Senopati. Permasalah dari pertemuan itu yaitu bagaimana cara mengalahkan / menghadapi musuh yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka dari itu Senopati Ki Buyut Merto Yuda memberi jawaban yang tegas kepada Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, bahwa Ki Buyut Merto Yuda mengusulkan bahwa Kerajaan Mataram dapat menang dalam pertempuran / peperangan apabila, Kerajaan Mataram mendapat bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi pimpinan dari Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Dan secara kebetualan yang menjadi Senopati Kerajaan Rajekwesi adalah saudaranya sendiri yaitu Ki Buyut Merto Yuda, yaitu Senopati Singo Yuda dan Senopati Singo Nayo. dan sedangkan yang menjadi Patih di Kerajaan Rajekwesi adalah Ki Kebo Gadung yang masih pamannya sendiri.

Pada akhirnya Kerajaan Mataram meminta bala bantuan tentara kepada Kerajaan Rajekwesi yang ternyata Senopati dan Patih dari Kerajaan Rajekwesi itu adalah keluarga dari Ki Buyut Merto Yuda, sehingga dalam meminta bantuan lebih cepat dan Kerajaan Mataram pun optimis menang dalam pertempuran melawan para penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram yaitu Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo pada akhirnya meyerahkan tanggung jawab, keamanan, dan ketentraman Kerajaan Mataram sepenuhnya kepada Ki Buyut Merto Yuda. Dia dipercaya oleh Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo untuk menjaga dan melindungi Kerajaan Mataram dari serangan penjajah yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram. Sebelum Ki Buyut Merto Yuda berangkat ke Kerajaan Rajekwesi, Prabu Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo melantiknya sebagai Adipati Mataram dan merangkap menjadi Senopati Perang dikarenakan jasa-jasanya yang cukup besar dalam membela Kerajaan Mataram. Yang perlu diingat bahwa Ki Buyut Merto Yuda memiliki: Iman yang kuat, ilmu agama yang mendalam, maka dia tidak pernah meninggalkan kewajiban Sholat 5 waktu. Sering Sholat Istikharoh / semadi tiap tengah malam. Sering berpuasa Senin dan Kamis. Dia setiap berangkat perang sering sendirian dengan naik kuda putih dan dipunggungnya terselip sebuah pusaka / keris yang namanya Keris Kyai Singo Barong.

Ki Buyut Merto Yuda terkenal dan sering disebut-sebut sebagai Senopati Harimau. Ki Buyut Merto Yuda setelah diangkat menjadi Adipati dan merangkap sebagai Senopati Perang, maka setelah mohon izin dan pamit kepada Sultan Sepuh / Sultan Agung Ariyo Cokro Kusumo, Ki Buyut Merto Yuda bersama dengan para prajuritnya berangkat ke Kerajaan Rajekwesi untuk sowan (berkunjung) pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo.

Kebetulan pada saat Ki Buyut Merto Yuda sowan pada Prabu Joyonegoro, serta Prabu Suro Dilogo disana tepat sedang diadakan pertemuan Agung yang dihadiri oleh para Adipati dan Senopati. Setelah Ki Buyut Merto Yuda sampai disana dia ditanya oleh Prabu Joyonegoro, apa maksud dan tujuan datang ke Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Buyut Merto Yuda tidak bicara panjang lebar dan tak perlu berbasa-basi lagi tetapi dia menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke Kerajaan Rajekwesi langsung ke pokok permasalahannya. Dia meminta bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang yang akan menyerang dan ingin menghancurkan Kerajaan Mataram.

Setelah Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo menerima laporan dari Ki Buyut Merto Yuda, maka permintaan bala bantuan tentara dari Rajekwesi ini dikabulkan oleh Prabu Joyonegoro dan Prabu Surodilogo apalagi Patih Kebo Gadung dan Senopati Kerajaan Rajekwesi Ki Singo Yudo dan Ki Singo Nayo termasuk saudara dari Ki Buyut Merto Yuda. Maka Patih Kebo Gadung dan serta para Senopati diperintahkan untuk membantu sepenuhnya agar Prajurit Kompeni Belanda serta Prajurit Pajang dapat dikalahkan / ditumpas dan dapat dipaksa mundur. Kerajaan Mataram mengerahkan seluruh pasukannya dengan dibantu oleh Prajurit dari Kerajaan Rajekwesi untuk mempertahankan Kerajaan Mataram. Selanjutnya mereka para Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi berangkat ke medan perang untuk melawan Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang. Dengan optimis para Prajurit Mataram akan dapat mengalahkan semua musuhnya yang ingin menghancurkan Kerajaan Mataram dengan mudah karena mendapat bala bantuan tentara dari para Prajurit Rajekwesi.

Ternyata Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang telah mengetahui tentang barisan Prajurit Matarm yang mendapatkan bala bantuan Prajurit Rajekwesi yang jumlahnya lebih banyak dari Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang, maka prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang merasa takut akan hal itu (bahasa daerahnya wedi yang sekarang menjadi Desa Wedi Kecamatan Kapas). Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang akan mengatur para Prajuritnya untuk mundur mencarai jalan sangat sulit (yang dalam bahasa daerahnya bangil kangelan). Kata bangil kangelan yang sekarang menjadi Desa Bangilan Kecamatan Kapas.

Para Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang sangat kesulitan (kangelan) untuk mundur dikarenakan kekeuatan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi yang sangat kuat dan juga mendapatkan bala bantuan prajurit dari Adipati Ngurawan Bedander (yang sekarang menjadi Desa Ngrawan / Ngraseh dan nama Bedander menjadi Desa Dander). Dua Desa ini sekarang berada di Kecamatan Dander.

Adipati Metaun yang berkuasa di Ngurawan Bedander, memerintahkan para Prajuritnya untuk menyambung / membantu Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Setelah Prajurit Nrawan Bedander menyambung Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, maka wajar apabila Prajurit Kompeni Belanda dan Prajurit Pajang kesulitan / kangelan untuk mencari siasat mundur dalam, peperangan. Adapun kata menyambung sekarang menjadi Desa Sembung Kecamatan Kapas. Yang akhirnya itu menjadi satu-satunya jalan Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk lari dan ditarik mundur ke selatan untuk mencari tempat yang kosong dan luas atau di oro-oro, untuk digunakan perang tanding di oro-oro tempat yang dipilih Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Pada perang tanding, di tempat Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang dapat dihancurkan dan lari tunggang langgang. Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang, mundur dan lari ke barat untuk istirahat. Oro-oro (adalah lapangan luas) yang biasanya digunakan untuk perang tanding yang sekarang disebut dengan Desa Ding Ngoro atau Desa Tanjung Harjo Kecamatan Kapas.

Setelah Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang melepaskan lelah, maka pagi harinya tapel perang lagi untuk melawan Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi. Tetapi perlawanan dari Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang hanya sia-sia belaka karena Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang telah banyak yang gugur dalam medan perang, akhirnya Prajurit Kompeni dan Prajurit Pajang banyak yang menyerah kepada Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi, sedangkan Prajurit Kompeni dapat diporak-porandakan dan dapat terpukul mundur atau dapat dikalahkan.

Tempat untuk tapel perang ini sekarang menjadi Desa Tapelan Kecamatan Kapas. Setelah Prajurit Mataram dan Prajurit Rajekwesi dan juga Prajurit Ngurawan Bedander berhasil memporak-porandakan dan memukul mundur bahkan dapat dikalahkan, maka Ki Patih Kebo Gadung, Adipati Metaun dan 3 Senopati yakni Ki Buyut Merto Yuda, serta para Prajurit diajak istirahat untuk menjalankan Salat / ibadah, setelah ibadah maka Eyang Buyut Merto Yuda memberi pesan kepada para Prajuritnya agar semua Prajurit mempunyai keimanan dan pedoman. Dan ada 4 pesan yang jangan sampai lepas (dalam bahasa jawa ucul), yaitu:

  1. Semua Prajurit harus taat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .
  2. Semua Prajurit harus taat kepada Rasul-Nya.
  3. Semua Prajurit harus taat kepada Kerajaan / Negara.
  4. Semua Prajurit harus taat sumpah Prajurit

Selanjutnya Patih Kebo Gadung mengajak para Senopati dan semua Prajurit untuk kembali untuk menghadap / melaporkan kejadian kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo. Namun sebelum meninggalkan tempat yang digunakan istirahat untuk menjalankan ibadah / salat, maka Patih Kebo Gadung mempertegas pesan dari para Senopati, yang mana setiap Prajurit memiliki 4 pedoman yang jangan lepas atau ucul. Kata-kata empat dan kata-kata ucul yang sekarng menjadi nama Desa Pacul Kecamatan Bojonegoro. Sedangkan Ki Buyut Singoyudo serta Adipati Metaun kembali ke Kerajaan Ngurawan Bedander, berubah menjadi Kabupaten Ngrawan Mojoranu, Kabupaten Dander.

Setelah usia lanjut, karena telah meninggal dunia maka Bupati Metaun dimakamkan di Desa Ngeraseh / Ngrowan Kecamatan Dander. Sedangkan Senopati Singoyudo setelah usia lanjut dan meninggal dunia, dia dimakamkan di Desa Sumberarum. Sesampainya di Kerajaan Rajekwesi, maka Ki Kebo Gadung dan Ki Singonoyo, serta Ki Merto Yuda, melaporkan kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo, bahwa dalam peperangan Prajurit Mataram yang memperoleh sumbangan dari Prajurit Rajekwesi dan Prajurit Ngurawan, maka dalam peperangan melawan Pajurit Kompeni dan Prajurit Pajang yang akhirnya menang.

Karena Ki Buyut Merto Yuda merasa bersyukur atas kemenangan yang telah diperoleh dalam perang kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengucapkan terima kasih kepada Prabu Joyonegoro dan Prabu Suro Dilogo dan semua Prajurit, maka Ki Buyut Merto Yuda mengadakan pesta / syukuran dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong kerbau muda godel sebagai lambang bahwa Prajurit Matarm, Prajurit Rajekwesi pada saat menghadapi musuh seperti Banteng Ketatun.

Setelah selesai pesta, Prabu Joyonegoro berpesan kepada rakyat / prajurit Rajekwesi, apabila besok ada perubahan zaman nama Rajekwesi agar diganti dengan nama Bojonegoro. Kata-kata ini diambil dari nama Bo yang dimaksud adlah Kebo Gadung, sedangkan Jonegoro yang dimaksud mengambil nama dari Prabu Joyonegoro, jadi nama Bojonegoro adalah berasal dari perpaduan antara nama Kebo Gadung dan Prabu Joyonegoro. Setelah Ki Buyut Kebo Gadung meninggal yang dikarenakan usia lanjut, maka Ki Buyut Kebo Gadung dimakamkan di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro, yang tepatnya sebelah selatan Masjid Agung Bojonegoro. Sedangkan Prabu Joyonegoro setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di tengah-tengah sawah di Desa Mojoranu Kecamatan Dander. Untuk Ki Buyut Singonoyo setelah meninggal yang dikarenakan usia lanjut dia dimakamkan di makam keramat Kembang Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro.

Pada hari Rebo Kliwon bulan Juli tahun 1839 Ki Buyut Merto Yuda memberi tahu kepada para Prajurit dan rakyat Rajekwesi / Bojonegoro, bahwa dalam peperangan kita dapat menang dikarenakan berkat sumbangan bala bantuan tentara dari Kerajaan Rajekwesi dan dari Prajurit Ngurawan Bedander, maka dari itu setelah mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan tersebut maka tempat pesta / syukuran ini di beri nama oleh Ki Buyut Merto Yuda dengan nama Sumbang. Dengan nama inilah kita anak putu dapat mengikuti / nipak tilas untuk memperingati cikal bakal nama Sumbang dengan mendatangkan hiburan wayang kulit dan memotong Kerbau muda / godel pada hari Rabu Kliwon, setiap tahun sekali.

Daftar Nama Kepala Desa Sumberaum

  1. Soentoro (Lurah Pertama)
  2. Sadangto
  3. Prawirodirejo
  4. To Prawiro
  5. Kartowiono
  6. Cokroyudo
  7. Cokrowijoyo
  8. Yudo Sentono
  9. Mertodikromo
  10. Suroprawiro
  11. Harjosemito
  12. Mertosentono
  13. Dulhadi
  14. Suhud
  15. Tro Sumadi
  16. Pakih Admo Diwiryo
  17. AKBP (Purn.) Mohammad Usman
  18. Yanu Wahyudi
  19. Vicensius Sugeng
  20. Vicensius Sugeng

Pranala luar