Suka Dana, Muara Pinang, Empat Lawang
Suka Dana adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Muara Pinang, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, Indonesia. SejarahAwal masa Kolonial Hindia Belanda masih mempertahankan dan memperdayakan susunan pemerintahan tradisional pada masa itu. Setelah penghapusan pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam di pulau Sumatera di bagian selatan, Kolonial Hindia Belanda mendirikan Keresidenan Palembang pada tahun 1825. Pada tanggal 13 Juni 1864 Keresidenan Palembang dibagi menjadi 9 (sembilan) Afdeeling, yaitu Afdeeling Ibu Kota Palembang, Afdeeling Tebing Tinggi, Afdeeling Lematang Ulu dan Ilir, Afdeeling Komering Ulu, Ogan Ulu, dan Enim, Afdeeling Rawas, Afdeeling Musi Ilir, Afdeeling Ogan Ilir dan Blida, Afdeeling Komering Ilir, dan yang terakhir Afdeeling Banyuasin.[1] Sedangkan pada tahun-tahun itu, Desa Suka Dana sendiri berada di Marga Lintang Kiri Suku Muara Pinang, Onder Afdeeling Ampat Lawang, Afdeeling Tebing Tinggi. Pada tahun 1872 Afdeeling di Keresidenan Palembang dipadatkan menjadi 7 (tujuh) dan kemudian dipadatkan lagi menjadi 6 (enam) pada tahun 1878 yang mana kota Palembang tidak berstatus Afdeeling melainkan menjadi Distrik Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Berdasarkan keputusan Stbl. 1906 No. 466 dan 1907 No. 528 Afdeeling di Keresidenan Palembang dipadatkan menjadi 4 (empat) yaitu Daerah Ibu Kota Keresidenan Palembang, Afdeeling Palembang Ilir atau Palembangsche Benedenlanden, Afdeeling Palembang Ulu atau Palembangsche Bovenlanden, dan Afdeeling Ogan Ulu dan Komering. Setelah tahun 1930 Afdeeling di Keresidenan Palembang dipadatkan lagi menjadi 3 (tiga) karena Kota Palembang (Daerah Ibu Kota Keresidenan Palembang) berstatus sebagai ibu kota Afdeeling Palembang Ilir atau Palembangsche Benedenlanden.[2] Adapun Desa Suka Dana berada di Marga Lintang Kiri Suku Muara Pinang, Onder Afdeeling Tebing Tinggi, Afdeeling Palembang Ulu atau Palembangsche Bovenlanden sampai tahun 1957 yang ditandai dengan dihapuskannya Keresidenan Palembang secara resmi di pulau Sumatera. Di sini banyak diyakini bahwa pada masa Kolonial Hindia Belanda inilah penduduk Desa Suka Dana melakukan perpindahan secara berangsur-angsur mendekati jalan raya (Jalan Lintas Pagar Alam-Kepahiang saat ini) yang dibangun oleh Kolonial Hindia Belanda yang dinilai strategis dan mempermudah akses para penduduk dalam menuju tempat atau desa lain. Pada masa pemerintahan orde baru, kedudukan hukum pemerintahan desa di seluruh Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa yang mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1979. Pada masa ini terjadi pergeseran kedudukan hukum pemerintahan desa yang di mana terjadi penyeragaman nama dan bentuk penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah orde baru menghapus otonomi asli desa yang sudah ada sejak lama, baik itu berupa kelembagaan, budaya, dan adat di desa. Dengan demikian, undang-undang ini tidak menempatkan desa sebagai wilayah otonom, tetapi menempatkan desa hanya sebagai wilayah administratif di bawah kecamatan, dan tidak mendapatkan penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat.[3] Sehingga pada masa ini juga, sistem penyelenggaraan pemerintahan tradisional yang bersifat otonom di Desa Suka Dana yang dipimpin oleh Gindo mulai diganti dengan sistem pemerintahan desa yang dipimpin oleh Kepala Desa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa. Adapun Gindo terakhir yang memimpin Desa Suka Dana adalah Tamimi yang menjabat dari tahun 1970 sampai 1982. Pada tahun 1983 diadakan pemilihan kepala desa di Desa Suka Dana yang mana terdapat 2 (dua) calon kepala desa, yaitu Zainal Arifin dan Tamimi. Dalam pemilihan kepala desa tersebut dimenangkan oleh Zainal Arifin dan dilantik menjadi kepala desa pada tahun itu juga. Zainal Arifin menjabat sebagai Kepala Desa Suka Dana selama 8 tahun dari tahun 1983 sampai 1991 sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa yang menyatakan bahwa masa jabatan kepala desa adalah 8 (delapan) tahun terhitung dari sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Referensi
Pranala luar
|