Runtu lahir di Tondano, ibu kota Minahasa, pada 22 Desember 1958. Setelah menamatkan SMA, ia belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Merdeka, sebuah perguruan tinggi yang didirikan oleh Komando Daerah Militer Sulawesi Utara (Merdeka).[2] Semasa kuliah, ia bergabung dengan Karang Taruna Panca Marga dan Organisasi Amatir Radio Indonesia. Ia juga mengetuai senat mahasiswa dari tahun 1984 hingga 1986.[3]
Setelah lulus dari STISIP Merdeka, Runtu bekerja di swasta dan menjadi manager di beberapa perusahaan. Pernah bekerja sebagai wakil direktur dan direktur usaha perseroan komanditer Dwi Karya, pengurus koperasi desa Inspirasi tahun 1991 hingga 1993, komisaris perusahaan Vidar Abadi Perkasa sejak tahun 1992 hingga 2000, dan asisten manajer asuransi Manulife Indonesia sejak tahun 1999 sampai tahun 2002.[3]
Karir politik
Runtu mulai terjun ke dunia politik saat masih kuliah. Ia terpilih sebagai wakil ketua AMPI, sayap pemuda dari partai pemerintah saat itu Golkar, pada tahun 1985. Tahun berikutnya, Runtu terpilih untuk posisi yang sama di KNPI, organisasi payung untuk semua organisasi pemuda yang disetujui negara, dan Kosgoro, sayap Golkar lainnya. Ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Minahasa pada pemilihan legislatif Indonesia tahun 1987 dari Partai Golkar dan terpilih kembali pada tahun 1992, 1997, dan 1999. Kariernya mulai menanjak di Golkar, dengan menjadi wakil ketua partai Golkar di Minahasa sejak tahun 1993 sampai tahun 1998.[3]
Runtu terpilih sebagai Bupati Minahasa melalui pemilihan tidak langsung yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Daerah Minahasa pada tahun 2002. Runtu berhasil mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua pada Desember 2007 dan menjabat sebagai bupati hingga tahun 2013.[4][5] Selama masa jabatannya, Runtu mulai mengurangi jumlah PNS di Pemda Minahasa dengan tidak mengadakan rekrutmen PNS setiap tahun. Jumlah PNS saat itu sekitar delapan ribu, dua kali lipat dari jumlah yang disarankan. Vreeke menyatakan bahwa jumlah PNS yang berlebihan mengakibatkan tugas PNS tidak jelas dan pemborosan pengeluaran pemerintah.[6] Di bidang pendidikan, Runtu memprakarsai pembangunan perguruan tinggi untuk PNS dan mengalokasikan dana beasiswa bagi warga Minahasa yang belajar di luar negeri.[7]
Karir Runtu di Golkar perlahan menanjak seiring dengan posisinya sebagai bupati. Ia menjadi Ketua Golkar Minahasa dari 1998 hingga 2008 dan Ketua Golkar Sulawesi Utara dari 2009 hingga 2015. Runtu memutuskan untuk menunjuk putranya, Careig Runtu, sebagai Ketua Golkar Minahasa, yang memicu protes dari pengamat politik dan anggota Golkar.[9]
Pada 2010, Runtu memutuskan mencalonkan diri sebagai calon gubernur dengan Marlina Moha Siahaan, Bupati Bolaang Mongondow, sebagai pasangannya.[10] Runtu kalah dalam pemilihan pada Agustus 2010[11] dan pasangan ini diperiksa oleh Polda Sulut sebagai saksi kasus korupsi terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran pada Oktober.[12]