Soenarto
Setelah menyelesaikan pendidikannya di ASRI Yogyakarta tahun 1954, ia dan beberapa teman-temannya seperti Mulyadi W, Wardoyo, Soemadji dan Soeharto Pr mendirikan Sanggarbambu yang bersifat non politik pada 1 April 1959. Kelebihan sanggar itu dipuji oleh maestro seni rupa Indonesia Affandi dan Jesua Soenarto "Sanggarbambu adalah sanggar yang benar-benar sanggar di Indonesia" di ucapkan pada tahun 1967. Pada pertengahan tahun 50'an perantauannya yang tidak lama di Pulau Dewata menghasilkan beberapa lukisan pastel yang dikoleksi antara lain oleh Istana Negara Republik Indonesia karena menggunakan pastel sebagai spesialisasinya, maka Soenarto Pr disebut sebagai "Raja Pastel Indonesia" Idealisme pula yang membuatnya pernah mengajar melukis bagi para pasien Rumah Sakit Jiwa Grogol pada awal tahun 80'an, sebagai suatu terapi alternatif penyembuhan penderita gangguan jiwa. Salah satu motto hidupnya yang mengutip perkataan Suryometaram dalam enam SA "Sabutuhe, Saperlune, Sacukupe, Sabenere, Samestine, Sakepenake" (se butuhnya, seperlunya, secukupnya, sebenarnya, semestinya, senyamannya) dan tidak komersial membuatnya seperti "salah tempat tinggal" di Jakarta, sehingga Putu Wijaya pun menjulukinya sebagai "Pertapa di tengah kota". Selain melukis, Soenarto Pr juga dikenal sebagai seorang pematung yang sebagian besar karyanya berupa patung dada pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, seperti patung Ki Hajar Dewantara, Bung Tomo, atau patung utuh Jenderal Gatot Subroto yang terpasang di Purwokerto, Latuharhary di Pulau Haruku, serta monumen dan relief Jend. A. Yani di museum Sasmitaloka, dan bahkan patung-patung hikayat Keong Emas yang terpasang di Taman Bunga Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah. Selama 50 tahun kontribusinya dalam dunia seni rupa Indonesia, Soenarto Pr selalu mengadakan pameran bersama. beberapa judul karya yang dikoleksi para kolektor
Pranala luar[1][pranala nonaktif permanen] [2] Diarsipkan 2019-04-10 di Wayback Machine. |
Portal di Ensiklopedia Dunia