Setelah meletusnya Perang Tiongkok-Jepang Pertama pada tahun 1894, Jerman kembali tertarik dengan wilayah Tiongkok. Dengan dukungan penuh dari Kaisar Wilhelm II, Jerman mendirikan Divisi Kapal Penjelajah Asia Timur (Kreuzerdivision in Ostasien) yang terdiri dari kapal penjelajah ringan SMS Irene dan tiga kapal kecil yang sudah tua di bawah kepemimpinan Laksamana Paul Hoffmann. Ia ditugaskan untuk melindungi kepentingan Jerman dan mencari tempat yang dapat dijadikan pangkalan Jerman di Tiongkok. Ia merasa bahwa armadanya tidak cukup untuk melaksanakan tugasnya dan ia meminta pengganti tiga kapal yang sudah tua. Permintaannya dikabulkan dan ia mendapatkan kapal fregat berperisai SMS Kaiser, kapal penjelajah ringan SMS Prinzess Wilhelm, dan kapal penjelajah kecil SMS Cormoran. Namun, ia tidak memiliki pangkalan, sehingga ia harus bergantung pada pangkalan Britania di Hong Kong, pangkalan Tiongkok di Shanghai, dan pangkalan Jepang di Nagasaki untuk memperoleh bantuan logistik dan teknis.
Jerman menawarkan untuk membeli kawasan Kiautschou dari Tiongkok, tetapi permintaan ini ditolak. Kemudian pembunuhan dua misionaris Jerman pada tanggal 1 November 1897 menjadi casus belli untuk mendaratkan pasukan pada tanggal 14 November 1897. Setelah ditandatanganinya Konvensi Peking pada 6 Maret 1898, Tiongkok menyewakan wilayah Kiautschou kepada Jerman selama 99 tahun. Pangkalan laut lalu didirikan di desa nelayan di Tsingtao.
Gottschall, Terrell D. (2003). By Order of the Kaiser, Otto von Diederichs and the Rise of the Imperial German Navy 1865–1902. Annapolis: Naval Institute Press. ISBN1-55750-309-5.
Marder, Arthur (1961–1970). From the Dreadnought to Scapa Flow (5 Vols). London: Oxford University Press.